Mohon tunggu...
Lalan Darhelan
Lalan Darhelan Mohon Tunggu... -

saya suka membaca buku buku sain fiction,roman, dan novel sejarah. sekarang sdg terus belajar menulis dan usaha kecil kecilan. saya tinggal dicimahi dan mengajar komunikasi di MI Asih Putera. www.asihputera.sch.id

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tolak Ukur Guru Professional

21 Oktober 2011   08:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:41 1083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai landasan yuridis profesi guru dan menjadi batu loncatan untuk menjadikan guru di Indonesia sebagai sebuah pekerjaan profesional yang sejatinya (A True Professional) tampaknya masih perlu dikaji dan direnungkan lebih dalam lagi.

Dalam situs Wikipedia disebutkan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi dari sebuah pekerjaan profesional yang sejatinya, diantaranya : (1) academic qualifications – a doctoral or law degree – i.e., university college/institute; (2) expert and specialised knowledge in field which one is practising professionally; (3) excellent manual/practical and literary skills in relation to profession; (4) high quality work in (examples): creations, products, services, presentations, consultancy, primary/other research, administrative, marketing or other work endeavours; (5) a high standard of professional ethics, behaviour and work activities while carrying out one’s profession (as an employee, self-employed person, career, enterprise, business, company, or partnership/associate/colleague, etc.)

Merujuk pada definisi yang dilnsir oleh Wikipedia di atas, mari kita telaah lebih lanjut tentang guru sebagai seorang profesional. Berdasarkan kriteria ini, seorang guru dapat dikatakan sebagai seorang profesional apabila dia memiliki latar belakang pendidikan sekurang-sekurangnya setingkat sarjana. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa untuk dapat memangku jabatan guru minimal memiliki kualifikasi pendidikan D4/S1. Ketentuan ini telah mendorong guru untuk berusaha meningkatkan kualiafikasi akademiknya. Walaupun, dalam beberapa kasus terdapat ketidakselarasan dan inkonsistensi program studi yang dipilih oleh mereka. Misalnya, mereka yang berpendidikan D3 Bimbingan konseling, mengambil jurusan berbeda karena alasan pragmatis atau yang lain.

Sementara kriteria yang kedua, guru adalah seorang ahli. Sebagai seorang ahli, maka seorang guru harus memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam (kemampuan kognisi atau akademik tingkat tinggi) berkaitan dengan substansi mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dia harus sanggup mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi dan mengendalikan tentang berbagai fenomena yang kaitan dengan mata pelajaran yang diampunya. Misalnya, seorang guru komunikasi bahasa Inggris harus mampu menjelaskan, mendeskripsikan, memprediksikan dan mengendalikan tentang berbagai fenomena yang berhubungan dengan Bahasa Inggris, walaupun dalam hal ini mungkin tidak sehebat ahli bahasa.

Selain memiliki pengetahuan yang tinggi dalam substansi bidang mata pelajaran yang diampunya, seorang guru dituntut pula untuk menunjukkan keterampilannya secara unggul dalam bidang pendidikan dan pembelajaran (kemampuan pedagogik), seperti: keterampilan menerapkan berbagai metode dan teknik pembelajaran, teknik managemen kelas, keterampilan memanfaatkan media dan sumber belajar, dan sebagainya. Keterampilan pedagogik inilah yang justru akan membedakan guru dengan ahli lain dalam bidang bahasa yang terkait. Untuk memperoleh keterampilan pedagogik ini, di samping memerlukan bakat tersendiri juga diperlukan latihan dan belajar secara sistematis dan berkelanjutan.

Lebih lanjut, seorang guru diharapkan tidak hanya sekedar unggul dalam mempraktikkan pengetahuanya tetapi juga mampu menuliskan (literary skills) segala sesuatu yang berhubungan bidang keilmuan dan bidang yang berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran, misalnya kemampuan membuat laporan penelitian, makalah, menulis buku dan kegiatan literasi lainnya. Inilah kriteria yang ketiga dari seorang profesional.

Kriteria keempat, seorang guru dikatakan sebagai profesional, manakala dapat bekerja dengan kualitas tinggi. Pekerjaan guru termasuk dalam bidang jasa atau pelayanan (service). Pelayanan yang berkualitas dari seorang guru ditunjukkan melalui kepuasan dari para pengguna jasa guru yaitu siswa.

Kepuasaan siswa sebagai pihak yang dilayani guru terletak pada pencapaian prestasi belajar, serta berkembangnya segenap potensi yang dimiliki oleh para siswa dengan optimal melalui proses pembelajaran yang kondusif. Untuk bisa memberikan kepuasan ini tentunya dibutuhkan kesungguhan, kerja keras dan cerdas dari guru itu sendiri.

Terakhir adalah seorang guru dikatakan seorang profesioanal yang sejati apabila dia dapat berperilaku sesuai kode etik profesi serta dapat bekerja dengan standar yang tinggi. Beberapa produk hukum kita sudah menggariskan standar-standar yang berkaitan dengan tugas guru. Guru profesional tentunya tidak hanya sanggup memenuhi standar secara minimal, tetapi akan mengejar standar yang lebih tinggi. Termasuk dalam kriteria yang kelima adalah membangun rasa kesejawatan dengan rekan seprofesi untuk bersama-sama membangun profesi dan menegakkan kode etik profesi.

Dengan melihat uraian di atas kita dapat milihat dan mengetahui bahwa untuk menjadi guru dengan predikat sebagai profesional yang sejati tampaknya tidaklah mudah, tidak hanya dapat dinyatakan dengan selembar kertas yang diperoleh melalui proses sertifikasi. Tetapi kita dituntut lebih jauh untuk terus mengasah kemampuan kita secara sungguh-sungguh  guna memenuhi  seluruh kriteria yang telah dikemukakan di atas, yang salah satunya dapat dilakukan melalui usaha belajar dan terus belajar tanpa mengenal kata lelah. Lakukan yang bisa diperbuat sehingga besok dapat terlihat lebih baik.

Kalau kita tidak melakukan itu, mungkin kita itu hanya akan menyandang predikat sebagai “guru-guruan”, alias pseudo guru atau pura-pura menjadi guru bahkan malah mungkin menjadi guru gadungan yang akan semakin merusak dan membahayakan pendidikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun