Mohon tunggu...
Angela Inggit
Angela Inggit Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jujur, Mujur atau Ajur?

27 Februari 2016   10:54 Diperbarui: 27 Februari 2016   11:40 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa sih arti kata “jujur”?

Dalam KBBI, jujur berarti lurus hati, tidak curang, tidak berbohong, tulus, dan ikhlas. Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan sesuatu secara apa adanya dan berdasarkan kondisi konkrit. Sifat dan sikap dasar ini merupakan cerminan akhlak dari hari nurani manusia. Oleh sebab itulah kejujuran bernilai tinggi dalam kehidupan manusia.

Manfaat berperilaku jujur?

Orang jujur sebenarnya mendapat tempat yang lebih luas di hati orang-orang dekatnya. Mereka cenderung blak-blakan dan supel, juga lebih percaya diri dihadapan orang-orang yang baru atau yang sudah lama mereka kenal. Hal ini karena kejujuran dapat membangun kepercayaan antar sesama manusia dan memperluas hubungan kasih sehingga terciptalah suasana tentram dan bahagia yang sebenarnya. Bukan kondisi yang sengaja dibuat tentram dan bahagia dari suatu kebohongan sensitif yang sebenarnya dibongkar akan timbul rasa maaf dan hubungan semakin erat.

Orang Jujur apakah selalu ajur, atau malah menjadi mujur?

Selama ini ada anggapan bahwa orang jujur jadi ajur. Sebenarnya hal ini disikapi sebagai tekanan lingkungan sekitar kita, terutama saat kita menegur rekan yang salah atau mengungkapkan suatu kondisi yang mencerminkan ketidakadilan. Namun realita berkata berbeda. Dampak negatif globalisasi mengakibatkan hedonisme, kapitalisme, dan liberalisme semakin berkembang tak tentu arah. Hal ini tentunya berdampak pada kesenjangan antara mereka yang kaya dam miskin. Si kaya akan mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai macam cara supaya mereka tetap duduk di kursi kekuasaan tanpa memperhatikan yang kurang mampu. Si miskin semakin terpuruk juga semakin kesulitan dalam memperoleh hidup yang layak karena sudah diambil oleh si kaya. Si miskin pun berjuang untuk memperoleh kesejahteraan (mencari pekerjaan, pendidikan gratis dan bernilai tanpa menyontek, BLT, perlakuan sama di depan hukum, dll) dari si kaya. Namun apa daya, mereka semakin ditendang oleh si kaya. Akhirnya si miskin buka mulut tentang ketidak adilan yang mereka alami baik melalui demonstrasi besar-besaran, maupun protes kepada pak hakim. Sekali lagi realita berbicara, si kaya tetap bertahan di balik uangnya dan si miskin tetap terpuruk dibalik kesengsaraan yang seperti lingkaran setan. Kenyataan diatas menunjukkan konteks bahwa orang jujur menjadi ajur.

Tak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya jujur merupakan salah satu bagian sikap dari hati nurani. Manusia merupakan citra dari Allah, jadi jujur merupakan dorongan dari Allah untuk selalu membela kebenaran dan membetulkan yang salah. Begitu mudah mengatakan tetapi sulit menjalankan, kejujuran semakin langka dan diabaikan hanya demi mengejar hal-hal duniawi. Hidup tidak hanya untuk mengejar keduniawian belaka lewat berbagai cara yang kurang bahkan tidak halal. Cara tidak halal tersebut hanya akan memupuk masalah yang akan disesali selama seumur hidup. Korupsi hanya akan menambah beban batin disaat uang raib habis ditambah lagi beban hutang yang menumpuk. Berbohong karena masalah kecil akan terbawa hingga masalah besar dan membuat masalah susah terselesaikan. Seorang wanita muda yang dilanda stress akibat “kebobolan” saat bersama pacarnya mengharuskannya menyembunyikan kenyataan bahwa dia hamil, sampai orang tuanya mengetahuinya di saat dia tidak menstruasi dan akhirnya wanita tersebut cerita kalau dia hamil 1 bulan. Langsung segera masalah diselesaikan pihak keluarga dengan menikahkan mereka secara diam-diam dan pihak pria bersedia bertanggung jawab. Kenyataan diatas menunjukkan bahwa kejujuran dalam bentuk keterbukaan membuat masalah menjadi kelar.

Lantas, pilih jujur atau berbohong?

Sebuah pertanyaan yang bahkan memberi kita pertanyaan lagi dan lagi. Sebuah pertanyaan permenungan. Apakah yang selama ini kita lakukan benar-benar sebuah kejujuran? Kebanyakan orang memilih untuk berbuat bohong supaya tidak membuat masalah tambah rumit, tetapi sebenarnya justru membuat masalah lebih besar. Bersikap jujur memang lebih baik dan benar daripada berbohong, namun sebaiknya pada tempatnya. Dalam hidup bermasyarakat, kita dihadapkan pada pilihan apakah mau bersikap jujur atau berbohong. Sekilas cerita saya mempunyai 2 orang teman bernama R dan N, mereka berdua terlihat aku saat bersama saya padahal sebenarnya mereka saling membenci karena suatu hal. Saat R curhat tentang N kepada saya, si N bertanya apakah R bercerita tentang keburukannya. Saya merasa tidak enak bicara kepada N tentang kejelekannya, makanya saya memilih untuk berbohong demi menjaga hubungan saya dengan N, begitu juga sebaliknya. Hal ini menunjukkan saya jujur dengan R karena tidak menceritakan curhatannya dengan N, tetapi berbohong dengan N karena menyembunyikan kejelekannya yang justru jika diungkapkan akan membuat N berubah lebih baik. Saya berbuat benar kepada R, tetapi berbuat salah kepada N. Tetapi apa yang saya lakukan benar karena sebaiknya kalau R tidak suka terhadap N seharusnya langsung dikatakan, dan masalah langsung selesai, mereka bisa berdamai. Jadi kejujuran tidak berarti blak-blakan, namun perlu dipertimbangkan sejauh perlu, karena tidak semua masalah pernah kita alami, dan masalah kita bisa diselesaikan dengan cara sendiri.

 

“Kejujuran adalah kesederhanaan yang paling mewah”

-Bunda Teresa-

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun