Mohon tunggu...
Syasya_mama
Syasya_mama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Ibu 2 Putri, Indonesia - Korea 가는 말이 고와야 오는 말이 곱다 (Jika kata yang keluar baik, kata yang akan datang pun akan baik )

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Penasaran Kampung Laut, Desa Terpencil dan Keindahan Laguna Segara Anakan di Cilacap

22 Februari 2016   12:16 Diperbarui: 4 April 2017   17:37 5148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="dokpri.sya"][/caption]"Mam yuk main ke kampung laut?" ucap seorang teman dua tahun yang lalu teman tersebut aslinya dari kampung laut dan telah menetap di kota. "Kampung laut? Hemm sepertinya menarik" sayapun antusias ingin tahu banyak tentang kampung laut. Si teman pun menerangkan ini dan itu hingga huruf A sampai Z keluar dai mulutnya. Semakin didengarkan keteranganya semakin menarik Kampung laut ditelinga saya. Sayapun ngayal datang kekampung laut seperti si bolang (bocah-boca petualang tapi kalau ini diganti "mamalang" mama mama petualang ^_^)Tapi sayang karena waktu saya ditanah air tak banyak jadilah gak jadi huuu. 

Ada apa sih di kampung laut? apakah kampungnya ditengah laut? Duh kalau kampungnya ditengah laut bagaimana ya cara mereka bisa bertahan hidup, apa gak takut rumahnya terseret ombak? Hiiii apalagi kalau ada tsunami duh gak kebayang deh. Hemmm jelas pertanyaan-pertanyaan ini yang bikin saya penasaran. Bagaimana mereka mendapatkan air bersih ya? secara air lautkan asin.

Oh apakah kampung mereka seperti sebuah kampung dikamboja yaitu Sihanoukville atau yang lebih dikenal dengan kampung Som sebuah perkampungan yang terapung.  Hiksss kalau belum kesana nih pertanyaan-pertanyaan tak terjawab deh. Apalagi kata-kata teman mengiyang-ngiyang ditelinga saya "gak nyesel deh kalau ke kampung laut!"

Hingga awal tahun kemarin kesampaian juga deh. Berangkat bersama rombongan pagi-pagi sekitar jam 7 an biar disana bisa puas menikmati suasana kampung dan bisa pulang sore hari. Kampung laut merupakan sebutan untuk 4 desa perkampungan yang ada di laguna Segara Anakan di Cilacap bagian barat. Empat kampung tersebut adalah desa Ujungalang, Ujung Gagak, Panikel dan Klecas. Untuk menuju ke kampung laut kita mesti naik perahu compreng atau perahu jungkung dari pelabuhan sleko. Kalau dari arah alun-alun kota Cilacap ambil arah yang sebelah barat, lurus saja nanti akan mentok hingga bertemu tulisan "Pelabuhan Sleko".

[caption caption="dokpri"]

[/caption]Dipelabuhan ini juga ada TPI (Tempat pelelangan Ikan), hasil laut disini segar-segar karena datang langsung dari para  nelayan yang pulang melaut. Katanya disini kalau mau beli hasil pertanian berupa pisang juga murah. Saya sih belum pernah beli hehe. Selain sebagai tempat pelabuhan disini juga banyak terdapat warung-warung sayur mayur.

Pelabuhan Sleko sebenarnya kalau pulkam setidaknya 2 atau 3 kali  saya ketempat tersebut dimalam hari karena nganterin suami yang hobbi mancing dipinggir demaga. Kalau saya perhatikan dari pelabuhan kelihatan disebrang sana sebuah hutan mangrove. Kata teman yang cerita, kampung laut tuh berada disebrang pelabuhan Sleko ini. Hemmm jadi nih saya pikir paling tidak perjalanan hanya butuh 10 menit saja kalau mau nyebrang, sama seperti kalau kita mau nyebrang kepulau nusa kambangan.

Nyatanya lama perjalanan yang dibutuhkan 1,5 hingga 2 jam, tergantung mau naik perahu yang seperti apa? wahhh panjang juga ya? Naik perahu compreng atau perahu Jungkung kita dikenapan biaya 10.000,- sekali jalan. Kalau kapal compreng bentuknya agak besar karena bisa ngangkut berbagai macam barang termasuk motor juga hehe, nah kalau perahu Jungkuk bentuknya kecil dan gak muat banyak orang. Cuma bedanya nih kalau naik perahu compreng perjalanan bisa lebih lama yaitu bisa 2 jam. Sementara naik perahu Jungkung bisa lebih cepat setengah jam.

 [caption caption="dokpri"]

[/caption]Nah masih ada cumanya lagi nih, perahu Jungkung karena perahunya kecil jadi air laut bisa nyepret nyepret kena kita. Kalau perahu compreng dijamin bebas nyepret airnya dan riak riak air juga gak kerasa. Sebenarnya kalau mau sewa juga bisa untuk satu perahu kalau compeng bisa 700.000 rupiah bisa bolak balik sementara kalau perahu Jungkung 150.000 rupiah pulang pergi. Tinggal pilih mau yang mana?  heheh

Perahu Jungkung biasanya kebanyakan disewa oleh orang-orang yang mau mancing dipinggir-pinggir hutan mangrov. Karena kami pingin yang aman gak kena air jadilah naik perahu Compreng, berangkat jam 7.30 dari dermaga. Perjalanan diawali dengan melintasnya jalur kapal yang keluar dari pelabuhan. Disisi sebelah pelabuhan tampak berjejer beberapa kapal-kapal besar menunggu muatan masuk. Berdiri juga beberapa pabrik besar seperti pabrik bogasari dan pabrik semen. 

[caption caption="dokpri"]

[/caption]Pintu keluar masuknya kapal ke pelabuhan Sleko ini saat melintas menuju kampung laut maka kita juga akan melihat pintu masuk kepenjara nusakambangan.  Disisi sebelah pulau nusakambangan kita akan melihat perbukitan yang nampak tersusun rapih. Dan disisi sebelahnya nampak hutan mangrove. Menyusuri lautan dilaguna segara anakan yang cukup tenang airnya ini membuat perjalanan tak kan terlupakan. Belum pernah saya melihat pemandangan hutan mangrove yang luas dan panjang seperti ini.

Saya sempat bertanya "air disini asin apa enggak sih" si teman menjawab "Coba aja mam Sya". Wahahhah kontan saya ketawa "nyoba nyemplung maksudnya mam?" teman teman yang lain juga ikutan ketawa tawa, duh nih kalau emak-emak pada kumpul ramenya ngelebihin anak-anak. tawapun membahana sampai si bapak pemilik kapal ikutan mesam mesem. "Penasaran je mam, nih air kan kelihatan seperti air tawar apalagi  katanya laut tapi kok seperti sungai, dan lagi airnya juga tenang gak ada ombaknya."ucap saya.

"Mam  Sya gak tau ya? air disini kan sebenarnya dari samudra hindia cuma kan terhalang oleh pulau nusakambangan jadi nih gak ada ombaknya." ucap si teman yang asli kampung laut. Mulai deh tuh si mama menerangkan ini dan itu. Menurut penuturannya air yang berada disini masuk melalui plawangan atau masuk melalui pintu selat nusakambangan diujung timur maupun diujung barat. Karena nih air laut samudra hindia terhalang oleh pulau nusakambangan jadilah air disini cukup tenang.

[caption caption="sumber ft. googlemap"]

[/caption]Dulu saja ketika terjadi tsunami di pangandaran desa-desa di kampung laut aman dari terjangan ombak karena air laut saat tsunami terhalang oleh pulau nusakambangan. Air laut dari samudra hindia ini juga bertemu dengan air tawar melalui sungai-sungai dari daratan tinggi sebelah utara yaitu sungai Citandui, Cibeurem, Cikonde, Cemeneng dan sungai-sungai lainya. Saya yang denger penjelasan si mama asli kampung laut cuma bisa manggut-manggut heheh. Ada yang sedikit bikin saya prihatin ternyata sungai-sungai tersebut bukan hanya membawa air tawar tapi juga membawa endapan dan lumpur dari hasil erosi daratan. 

Hal inilah yang menyebabkan segara anakan menjadi lebih dangkal dan timbulah daratan-daratan yang baru. Dan yang lebih memprihatinkan lagi kalau sampai tak diperhatikan apalagi ditangaini oleh pemerintah bukan tak mungkin pintu diplawangan yang membawa air laut dari samudra hindia akan tertutup karena banyaknya lumpur yang terbawa oleh air sungai dari daratan tinggi di sebelah utara. Terang saja jika hal ini terjadi ekosistem di laguna segara anakan akan terganggu. 

Dua jam perjalanan serasa singkat mungkin karena saya benar-benar tertegun karena disunguhi oleh pemandangan hutan mangrove yang apik ditambah lagi sesekali melihat para para nelayan sedang menjala ikan atau melihat para bapak-bapak yang hobbi mancing menunggu hasil tangkapanya diatas perahu. Ada lagi yang gak kalah bikin saya terpesona banyak burung-burung yang berterbangan kesana kemari. Duh nama burungnya saya gak tau apa cuma nih lihat tuh burung nyelem nangkep ikan dan terbang lagi sambil membawa ikan segar diparuhnya.

Beberapa kali berpapasan dengan kapal compreng dan kapal Jungkung yang melintas ada juga sebuah kapal yang mengalami mesin mati ditengah jalan. Saya sempat berucap "Duh kasihan amat? gimana kalau gak bisa jalan" si teman berkata "tenang aja mam, mereka berpengalaman kok, kalaupun gak bisa dibenerin nanti ada perahu yang mau nolong kok"

[caption caption="dokpri"]

[/caption]Melintasi laguna segara anakan di kampung laut ini banyak percabangan aliran dimana-mana, seperti halnya jalur lalu lintas didarat disini juga ada rambu-rambu lalu lintas lo! ada rambu yang menerangkan awas ada pusaran air, ada juga awas persimpangan, awas jalanan berbelok. Hemmm baru tahu saya kalau lalu lintas air juga ada rambu-rambunya.

Dulu suka denger kenapa sampai pulau  nusa kambangan di banggun sebagai tempat penjara kelas kakap, karena dipenjara ini orang gak akan mudah kabur karena aliran air laut disini ada arus bawah dan arus atas bahkan ada pusaran air jadi siapa yang berani nyebrang berenang bakalan balik lagi ketempat asalnya. Berarti bener deh tuh kalau ada rambu pusaran air heheh. 

[caption caption="dokpri"]

[/caption]Banyak percabangan aliran air dan masing-masingnya merupakan tempat dimana hutan mangrove berada. Cuma ppenduduk sini aja nih yang tau arah-arah menuju desa-desa di kampung laut. Semakin dalam maka semakin sempit jalanan perahunya. Si bapak perahu bilang "nanti kalau airnya banyak surut perahu gak bisa jalan ya bu? jadi nginep saja dikampung laut. besok pagi baru saya antar ke kota bu?' ucap si bapak. 

Dulu sesurut-surutnya air laut sebenernya gak sampai kelihatan dangkal airnya, karena akibat lumpur yang dibawa dari sunga-sungai air tawar didaratan tinggi sebelah utara menjadikan permukaan air laut semakin cetek. Makanya kapal juga gak bisa jalan. Pesan si bapak saya dengarkan inilah resikonya kalau datang ke kampung laut jika tak beruntung maka akan menikmati bermalam di sebuah kampung terpencil dari kota cilacap yang nyaris terisolir. Karena udah niat jadi mamalang jadilah resikonya saya terima dengan riang gembira, senantiasa senang dan menari bersama haha hihi tertawa selamanya (minjem kata-kata om Ninoy)

Ok lanjut, sampai jugalah didesa pertama kampung laut yaitu desa Ujungalang. Weeeh ada apa didesa ini? karena saya bukan tamasya jadilah datang kedesa ini untuk mengobati rasa penasaran saya. Memasuki desa ujung alang terlihat beberapa rumah yang cukup sederhana. Dulunya rumah-rumah itu dibangun mengunakan kayu namun sekarang karena banyaknya lumpur dari aliran air jadi sedikit demi sedikit mereka mengumpulkannya dan jadilah daratan, kemudian dibangunlah rumah diatasnya. Agar lumpur tar terbawa air laut saat pasang maka didekat rumah mereka menanam pohon-pohon bakau. 

[caption caption="dokpri"]

[/caption]Desa yang keadaanya tak lebih baik dari di kota karena disini semuanya ala kadarnya. Jalanan ya ala kadarnya di buatan dari gotongroyong masyarakat setempat. Ada jalanan yang halus cuma belum menyeluruh. Sebuah masjid sederhana  berdiri kokoh diantara bangunan rumah-rumah penduduk. Ada sebuah Paud dan SD yang keadaanya sungguh memprihatinkan. hanya terdiri dari 3 ruangan. Satu ruangan guru, satu ruangan paud dan satu lagi kelas 1 dan 2 dicampur. Sementara untuk kelas 3 dan seterusnya berada didesa lain, penduduk desa ujung alang yang memiliki anak yang duduk di kelas 3 dan seterusnya harus rela naik perahu kedesa lain. Jika keadaan air laut tak memungkinkan maka mereka bisa saja berangkat atau tak bisa pulang kerumah. 

Naik perahu kesekolah 3000 rupaih pulang pergi sungguh uang transpot yang lumayan kan ya? coba kalau didarat bisa ditempuh naik sepedah. Andaikan ada jembatan penghubung antar desa sungguh keadaan disini mungkin akan lebih baik lagi.  Berapa penghasilan ayahnya sebagai nelayan yang belum tentu setiap hari dapat hasil tangkapan yang banyak. Hiksss pantaslah jika saya mendengar dari masyarakat yang saya temui di desa ujungalang ini anak-anak yang putus sekolah. Ada yang karena kekurangan biaya ada juga yang karena tak tahan dengan kondisi alam. Tapi ada juga anak-anak yang berhasil menjadi polisi ataupun jadi guru.

"Disini kalau mau ngelahirin gimana tuh? ada bidan gak mam?" tanya saya pada teman yang asli desa ini." Ada mam, cuma ia tak menetap didesa ini.  Bidannya panggilang biasanya penduduk disini sms atau telpon dulu tanya si bidan lagi ada didesa itu atau lagi di kota Cilacap. kalau lagi ke desa ini ya mereka baru nemui." ucap si teman. "Lah kalau keburu lahiran gak ada bidanya gimana mam?" tanya saya lagi. "Ya, lahiran ditolong sama keluarga sendiri mam"

[caption caption="dokpri"]

[/caption]Duh miris banget, boro-boro bidan disini dokter juga gak ada kali ah! bisa jadi puskesmma gak ada. Hiksss kalau sakit gimana ya? Allhamdulillahnya air bersih untuk dirumah-rumah sudah dapat bantuan dari pemerintah dan gratis gak pakai bayar. Untuk listrik juga sudah ada dirumah-rumah penduduk. Cuma nih sinyal telpon nyaris susah. Katanya dulu sebelum ada penangkal sinyal buat penjara nusakambangan, sinyal di desa ujung alang lancar banget. Menurut salah seorang penduduk desa ujungalang katanya gara-gara peredaran narkoba di penjara nusakambangan yang semakin hari semakin ramai jadilah tuh penjara dikasih penangkal sinyal biar perdagangan narkoba dipenjara jadi sulit. 

Saya yang dengernya semakin antusias "Loh kok mba tau kalau di penjara banyak yang berjualan narkoba". "itu sih banyak nelayan yang bilang?" terangnya. "Lah jangan-jangan perdagangan narkobanya melibatkan para nelayan nih mb?" tanya saya. "heheheh, gak tau juga bu." 

"Pernah ada gak napi yang kabur kesini mba?" tanya saya "gak berani si bu, kan pasti ketahuan. Semua penduduk sinikan semuanya kenal bu, jadi kalau ada napi yang kabur pasti ketahuan. paling mereka kabur kehutan-hutan bakau bu gak berani kedesa." 

Berada didesa ujung alang panas juga ternyata, lebih panas dari kota Cilacap sendiri. Menurut penuturan si mba kalau musim hujan di kampung laut malah panas, sementara musim panas malah suhunya dingin. Hemm bener juga sih kalau musim hujan kan air laut menguap jadilah daerah yang didekat laut kena imbasnya heheh sementara kalau musim panas dipengaruhi oleh angin jadilah karena angin yang kencang kerasa semilir deh.

[caption caption="dokpri"]

[/caption] Setelah bertanya macam-macam tentang kampung laut akhirnya perut ini lapar juga. Ternyata makanan yang ditunggu-tunggu siap juga berbagai macam olah hasil laut seperti kepiting kerang kaut (totok) udang dan berbagaimacam ikan menjadi santapan makan siang. Makanan khas desa ujungalang sungguh bikin kolesterol naik. Dari desa ujungalang di kampung laut sebenarnya jika ingin menuju kebeberapa pantai bisa juga menggunakan perahu.

Pantai permisan, pantai Kalipat, pantai kalikancana dan beberapa pantai lagi yang namanya jelas baru ditelinga saya. Pantai-pantai yang jarang terjamah oleh manusia kota maka nih pantai masih asri dan dijamin masih perawan yang datang ke pantai ini paling nelayan ataupun penduduk desa kampung laut. Untuk menuju pantai-pantai yang saya sebutkan bisa dilalui memakai perahu juga. 

Karena nih judulnya buka ngomogin pantai kita lanjut lain kali ya heheh. Ikuti petualangan mamalang berikutnya kalau saya lagi gak mau nulisnya heheh soalnya saya tuh nulis loncat-loncat kadang nulis tentang China, Vietnam, Korea. Maklumlah 2 tahun habis tiarap dari akun ini dan saat bangun nulisnya jadi linglung. (harap maklumin ya)

Penduduk desa alang bagian pinggiran laut kebayakan nelayan dan pekerja serabutan sementara untuk masyarakat yang berada disisi sebelahnya adalah petani. Katanya nih dalam satu tahun hanya sekali panen besar, wah apa cukup ya memenuhi kebutuhan hidupnya? untuk nambah-nambahin penghasilan biasanya petani ikut nyambi bantu nelayan cari ikan juga.

Saya sempat tanya kenapa gak ada piara kambing. Nah pertanyaan saya itu malah bikin heran orang yang saya tanya, dia juga gak habis pikir kenapa di kampung laut gak ada yang piara kambing padahal rumput di kampung ini subur-subur. Si mba jawabnya enak aja "males kali bu laki-laki disini jadi gak mau miara kambing? lagian kambing kan murah bu, mahal cuma pas hari lebaran doang" Walah si mbak gak tau ya harga kambing tuh mahal mb.

Puas lihat-lihat desa ujungalang dan menikmati beberapa pantai dari kampung laut kamipun pulang dengan membawa bahagia dihati. Pengalaman yang tak terlupakan karena saya bisa melihat kehidupan langsung masyarakat desa ujungalang sebuah desa terpencil yang serba sederhana.  Namun masyarakatnya masih bisa merasakan bahagia karena sepiring lauk  dimeja makan masih mudah mereka dapatkan dari depaan atau belakang rumahnya.

Dari perjalanan inilah timbul kesadaran dalam diri saya untuk lebih menghargai uang tak perlulah hidup berboros-boros hanya untuk menyenangkan diri yang semu. Belanja ini dan itu padahal sebenarnya barang yang dibelanjakan tak terlalu dibutuhkan. Lebih baik sisihkan sebagian untuk memberi kebahagiaan anak-anak yang putus sekolah di desa ujungalang. 

Salam Sya, 2016.02.22

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun