Mohon tunggu...
lailiyati .
lailiyati . Mohon Tunggu... Guru - GURU

GURU

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Daging Kurban Kania

10 Juli 2022   19:50 Diperbarui: 10 Juli 2022   20:07 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Daging Kurban Kania

Siang itu sangat terik, peluh mengalir seperti tak terkendali. Aku bergegas bertolak dari sekolah menuju rumah yang tak terlalu jauh, tapi tetap saja sekitar 10 menit lagi aku baru sampai di rumah.

Lelah sekali setelah berjibaku dengan gawe di sekolah tadi, aku ingin segera sampai rumah,  membersihkan diri dan menunaikan sholat dhuhur. Ibu pasti harap-harap cemas menunggu kedatanganku yang tak seperti biasanya. Tapi untunglah aku sudah bilang jika diperbantukan menjadi salah satu panitia untuk acara di sekolah kami saat ini.

Hari ini, hari tasyrikh pertama. Di sekolah kami seperti biasanya menyembelih beberapa kambing hasil iuran siswa dan guru. Alhamdulillah terkumpul sejumlah dana dan bisa membeli 3 ekor kambing. Beberapa warga sekitar zona kami beri dagingnya. Tidak pakai kupon karena bukan berlimpah juga dagingnya. Kami memakai gerobag yang didorong untuk sampai ke rumah-rumah yang telah kami survey sebelumnya, sebenarnya sih bapak Ibu guru yang mensurvey, kami tinggal melaksanakan petunjuknya saja. Bukan bermaksud memilih-milih namun karena keterbatasan yang membuat kami mau tidak mau harus memilih siapa yang lebih membutuhkan daging kurban. Karena Hari Raya Idul Adha bagi sebagian orang bisa jadi menjadi hari yang ditunggu-tunggu untuk bisa makan daging. Itu kata bapak guru kami, Pak Mul.

Selain masyarakat sekitar zona, tak ketinggalan warga sekolah sendiri, dengan cara yang kurang lebih sama mereka dipilih namun datang ke sekolah untuk mengambilnya sendiri. Sedang siswa yang lainnya diliburkan. Jadi yang datang ke sekolah hari ini adalah Bapak/Ibu guru, siswa penerima daging kurban dan beberapa siswa yang ditunjuk sebagai panitia untuk membantu mengeksekusi daging juga hingga tersampaikannya ke tangan penerimanya yang sudah di data. Mereka yang dipilih beberapa siswa putra dan putri dari kelas 5 dan 6. Sebagai hadiah dari kerja kami, kami di beri makan hasil karya Ibu-ibu guru, menyenangkan sekali, bukan?. Bukan hanya karena kami memang sedang kelaparan. Namun sungguh, bisa membantu Bapak Ibu guru, bisa bermanfaat untuk sekolah saja, bagiku sudah amazing sekali. Makanan itu terasa sangat nikmat menyenangkan.

Aku bahagia, tapi aku lelah. Saat lelah tak berbilang itu, dalam perjalananku yang tergesa, pandanganku menangkap seorang bocah lelaki berurai air mata memeluk bibir pintu sebuah rumah. Lelahku telah semakin lelah, namun aku harus berhenti sejenak. Ada yang menarikku untuk datang kepada bocah laki-laki itu. Iba. Ah, siapapun akan iba bila melihat pemandangan ini. Bocah lelaki itu menangis tanpa suara. Dekil dan berlinang air mata. Kukesampingkan lelahku, tidak, tapi mungkin aku melupakannya. Rumah ini sepi. Sedang aku berjongkok untuk bisa berbicara dengan bocah lelaki itu.
"Dek, kamu kenapa?"
Dia terdiam. Bukan terdiam, tapi masih dengan keadaannya yang semula.
"Adakah yang sakit?"
Masih tak bergeming.
"Dimana Bapak dan Ibumu?"
Bahunya mengisyaratkan isakan yang tertahan, ia menyembunyikan wajahnya pada penyangga pintu.
"Ada apa dek?"
Isakannya semakin jelas.
"Baiklah, biar kakak membawamu ke rumah kakak ya... tidak jauh dari sini?"
Dia duduk di lantai bersandarkan tembok dan memeluk lutut.
Aku ikut duduk disampingnya.
"Dek, cerita dong. Apa yang terjadi denganmu."
Dia masih tak berkata apa-apa, isakannya timbul tenggelam. Aku memutuskan untuk diam juga menunggu, mungkin dia sedang berpikir apa yang harus diceritakannya kepadaku. Sampai ....

Keluar dari kamar seorang perempuan kecil, sepertinya itu kakaknya, mungkin 2 tahunan usianya dibawahku.

"Adikku sedang sedih kak"

"Hai, bukankah kamu Kania?"
Dia diam, duduk mensejajarkan diri dengan bocah lelaki itu dan mengelus rambutnya.

"Ibu kami sedang ke rumah Pak Syam untuk menjual daging yang tadi kuperoleh dari sekolah." Katanya sambil menunduk.

"Kenapa dijual?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun