Mohon tunggu...
Laili Inayah
Laili Inayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kuliah

Kuliah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Suroan di Banyuwangi

23 April 2021   20:33 Diperbarui: 23 April 2021   20:35 3113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setiap daerah mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda. Salah satu tradisi yang masih dilaksanakan oleh masyarakat di Banyuwangi adalah tradisi Suroan atau lebih sering dikenal dengan 1 Muharram. Tradisi ini merupakan upacara tradisional Jawa dalam menyambut tahun baru Jawa yang merupakan asimilasi budaya dari budaya Jawa dan budaya Islam yang dilakukan oleh Sultan Agung. Masyarakat di  Banyuwangi sendiri merayakannya dengan berbagai bentuk kegiatan yang dilaksanakan setiap tahunnya. Tradisi Suroan yang bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT, meminta rejeki agar diberikan keberkahan serta rasa syukur warga atas hasil panen dan yang paling penting yaitu agar warga terhindar dari segala bahaya dan penyakit yang menimpa atau tolak-balak.

Pandangan masyarakat Jawa terhadap bulan Suro sering dianggap sebagai bulan baik, namun juga sering disebut sebagai bulan yang penuh mara bahaya. Bagi pemilik keris biasanya keris tersebut harus dicuci atau dimandikan dengan air kembang (bunga) lengkap dengan kemenyan, dupa serta ubo rampe yang lain saat malam satu Suro.

Proses pelaksanaan tradisi Suroan ini dilakukan melalui beberapa tahapan atau tata cara yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan penutup. Kegiatan persiapan yang dilakukan masyarakat diawali dengan adanya penentuan waktu dan tempat pelaksanaan acara Suroan, kemudian musyawarah antar warga dalam pembentukan kepanitian.

Pelaksanaan tradisi Suroan ini dimulai dengan pawai, disana terdapat gunungan yang berisi beranekaragam hasil pertanian seperti tumbengan, sayur dan buah-buahan dengan diiringi rebana dan lantunan syair-syair jawa serta shalawat. kegiatan ini selain bertujuan mempererat silaturahim antar-warga, juga bertujuan mengingatkan umat muslim agar memperbaharui lembaran hidup dengan tingkat keimanan dan ketakwaan yang lebih baik, tidak hanya syiar Islam, pawai ini juga mengusung pesan kepedulian terhadap lingkungan dan sosial.

Pelaksanaan Suoran masih berlanjut pada malam hari. Warga menggelar pengajian, sususan acaranya meliputi pembukaan, istighosah, yasinan, manaqib, tahlil dan zikir, pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan sholawat Nabi, Sambutan-sambutan, Penutup (Do'a), setelah itu acara genduren bersama hidangan yang selalu wajib ada yaitu “ingkung" yang melambangkan pengorbanan yang tulus dan ucapan terimakasih baik kepada Allah maupun leluhur yang telah memberikan keselamatan dan perlindungan. 

Dan juga ada hidangan Nasi Tumpeng,  disajikan dengan nasi yang dibentuk kerucut, pembuatannya dengan cara nasi dikukus dan dibentuk dengan cetakan dan di tata dengan berbagai macam lauk pauk, seperti telur( sebagai lambang dari benih terjadinya manusia), tahu, tempe, ayam goreng, perkedel kentang, sambal kelapa, mie jagung,dan urap, serta tumpeng dihias dengan berbagai macam sayuran, seperti bayam (sebagai simbol kehidupan manusia agar sejahtera dan tentram), tomat (sebagai wujud perbuatan yang benar), kecambah (simbol manusia yang akan tumbuh) timun, cabai merah (sebagai simbol menegakkan kebenaran tuhan atau keberanian), kacang panjang (manusia supaya berfikir panjang), wortel yang dibentuk dengan bervariasi. Tumpeng disajikan dalam nampan besar, berbentuk bulat, terbuat dari anyaman bambu(tampah).

Tumpeng yang bentuknya segi tiga melambangkan gunung, yang erat hubungannya dengan sesuatu yang bersifat spiritual. Bentuk segitiga juga merupakan hubungan antar manusia, alam, dan Sang Pencipta, jumlah lauk yang diletakkan di sekeliling tumpeng tersebut juga memiliki arti tersendiri.

Tidak semata-mata kegiatan budaya, banyak pesan yang ingin disampaikan melalui kegiatan suroan yang salah satunya pawai menyambut tahun baru ini. Selain bermakna sebagai peninggalan leluhur dan sejarah, kegiatan ini juga membawa pesan agar warga membuat perubahan kearah yang lebih baik, seperti menjaga alam dan kelestarian lingkungan dan memperoleh keselamatan. Dan perlu diingat satu suro atau trasidi Suroan ini perlu dipertahankan karena bermuatan tradisi lokal, yang mengandung dimensi ekonomi maupun sosial yang bercorak spiritualitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun