Mohon tunggu...
Lailatun Nasukha
Lailatun Nasukha Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional

Be kind to each other

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Perempuan, Sanitasi dan Keamanan Manusia di India

4 Juli 2021   23:44 Diperbarui: 5 Juli 2021   00:02 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apa yang ada dibenak kita jika mendengar kata perempuan? Mungkin ada yang berpikiran perempuan sebagai kunci yang akan menentukan bagaimana kehidupan yang ada di dunia kedepannya. Bisa dikatakan bahwa perempuan bisa menjadi agen perubahan dunia. Hal ini merujuk pada peran perempuan yang menjadi pendidik pertama bagi keturunannya. Namun, apa jadinya jika seorang perempuan tidak mendapat pendidikan yang cukup sebagai agen of change? Kita bisa melihat kenyataanya di India dimana banyak anak -- anak perempuan yang putus sekolah hanya karena masalah sanitasi apalagi dalam masalah yang terkesan sepele yakni toilet. Hal ini kemudian bisa mengurangi kualitasnya sebagai individu yang bahkan bisa berimbas pada perekonomian Negara tersebut.

Manusia seringkali dibedakan menurut ciri-ciri mereka. Untuk itu, gender digunakan dalam melihat diri mereka disamping sex yang merupakan pembawaan mereka sejak lahir. Gender sendiri bisa diartikan sebagai dogma yang telah dibangun dalam kultur masyarakat yang menata hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tercipta dalam semua tingkatan organisasi sosial. Menurut WHO, sebagai konstruksi sosial, gender bervariasi dari masyarakat ke masyarakat dan dapat berubah seiring waktu. Penggunaan gender dalam konstruksi sosial saat ini, bisa menimbulkan permasalahan pelik yang selanjutnya dapat berkaitan dengan keamanan manusia itu sendiri.

Kembali kepada contoh konkrit diatas dimana di India masih terdapat masalah mengenai sanitasi dan perkara toilet yang menyusahkan pihak perempuan. Dilansir dari laman web The World, sekitar 70 persen rumah tangga di India pada tahun 2016  tidak memiliki akses ke toilet, baik di daerah pedesaan maupun daerah kumuh perkotaan. Sekitar 60 persen dari 1,2 miliar penduduk negara itu masih buang air besar di tempat terbuka. Dan konsekuensinya bagi wanita sangat besar.

Dengan ini maka kita bisa melihat bagaimana kaum wanita khususnya tidak mendapatkan kebebasannya dalam mendapatkan akses ke toilet yang layak sebagaimana menimbang kebutuhan yang dimilikinya. Hal ini kemudian dapat menimbulkan ketidaksetaraan gender yang dialami oleh wanita.

Menurut Nurhaeni (2009) dalam kutipan Fitrianti (2012) ketidaksetaraan gender adalah perlakuan diskriminatif/berbeda yang diterima perempuan atau laki-laki. Perlakuan ini diberikan bukan berdasarkan atas kompetensi, aspirasi dan keinginannya sehingga merugikan salah satu jenis kelamin.

Berdasarkan laporan WEF (World Economic Forum) pada bulan maret lalu, India menempati ranking 140 negara dengan kesetaraan gender diantara 156 negara yang terlampir. Laporan ini mengukur kesenjangan gender dalam beberapa bidang di suatu Negara seperti partisipasi dan peluang ekonomi, pencapaian pendidikan, kesehatan dan kelangsungan hidup, dan pemberdayaan politik. Dengan posisi tersebut, India tergolong sangat rendah dalam hal kesetaraan gender diantara 156 negara yang terbukti dengan merosotnya posisinya sebanyak 28 tempat.

Di seluruh India, ketidaksetaraan gender menghasilkan peluang yang tidak setara, dan meskipun berdampak pada kehidupan kedua jenis kelamin, secara statistik anak perempuanlah yang paling dirugikan. India adalah satu-satunya negara besar di mana lebih banyak anak perempuan meninggal daripada anak laki-laki . Anak perempuan juga lebih mungkin putus sekolah (UNICEF).

Seperti kisah seorang remaja 13 tahun bernama Archana yang seketika diberhentikan sekolah oleh ibunya di wilayah kumuh perkotaan Mandawali, Delhi timur. Hal ini tentu saja bukan tanpa alasan. Melansir laman theguardian, sebuah laporan oleh Forum Hak atas Pendidikan menunjukkan 40 persen sekolah di India masih kekurangan toilet umum yang berfungsi. 

Lebih lanjut 40 persen kekurangan fasilitas toilet terpisah untuk anak perempuan. Tanpa toilet yang berfungsi di sekolah, banyak anak perempuan terpaksa menggunakan ruang terbuka di dekatnya. Risiko pelecehan itu nyata, dan laporan serangan seksual semakin sering terjadi. Saat anak perempuan mendekati pubertas, kurangnya toilet sekolah dan ketakutan terkait keamanan menyebabkan banyak ibu mengeluarkan anak perempuan mereka dari sistem pendidikan.

Tidak hanya itu, di banyak bagian India, UNICEF telah menemukan fakta adanya pengucilan yang nyata bagi anak perempuan ketika mereka sedang menstruasi. Ada kepercayaan umum bahwa darah yang dikeluarkan selama menstruasi tidak murni, dan akibatnya aktivitas sehari-hari dibatasi. Tabu menstruasi juga berarti banyak anak perempuan tidak belajar tentang menstruasi atau kebersihan menstruasi di rumah atau di sekolah. Selain tidak sehat dan tidak adil, pembatasan ini memperkuat ketidakadilan dan pengucilan gender -- semakin melemahkan perempuan dan anak perempuan.

Permasalahan tersebut mungkin adalah hal biasa yang mereka alami dalam kesehariannya. Bagaimana tidak, melansir laman web WEF, mereka harus bangun pagi-pagi atau menunggu sampai malam agar mereka bisa bersembunyi di tempat terbuka dan buang air besar. Hal ini tentu mempertaruhkan nyawa mereka di pinggir jalan yang gelap meskipun mereka pergi berkelompok untuk melindungi diri mereka. Selain ancaman datang dari ular, kalajengking, dan satwa liar lainnya, juga terdapat potensi kekerasan seksual dan pemerkosaan. Wanita sering kali paling rentan ketika mereka meninggalkan rumah mereka untuk menjawab panggilan alam. Hal ini dibuktikan dengan adanya kasus dua gadis, 14 tahun dan 15 tahun, ditemukan diperkosa dan digantung secara berkelompok setelah mereka pergi buang air kecil dalam kegelapan di negara bagian Uttar Pradesh pada 2014.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun