Namaku Rina, seorang siswi kelas XII yang sedang bersiap menghadapi ujian akhir. Seperti kebanyakan teman sekelas, aku merasakan tekanan untuk lulus dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Namun, di tengah kesibukan itu, aku menemukan sesuatu yang tak terduga---cinta.
Semua bermula saat aku mencoba aplikasi kencan yang populer di kalangan remaja. Awalnya, aku hanya ingin mencari teman baru, tetapi saat melihat profil seorang pemuda bernama Dika, hatiku bergetar. Dika memiliki senyum yang menawan dan kita sama sama duduk dibangku SMA cuma sekola dan kota yang berbeda. Kami mulai chatting dan berbagi cerita tentang kehidupan sehari-hari, sekolah, dan impian masing-masing.
Hari demi hari, kami semakin dekat. Dika tinggal di kota sebelah, hanya satu jam perjalanan dengan kereta, tetapi itu terasa seperti jarak yang sangat jauh. Kami sering melakukan video call, tertawa, dan saling mendukung satu sama lain. Dika adalah orang yang selalu bisa membuatku merasa lebih baik, bahkan di saat-saat tertekan menjelangf ujian.
Suatu malam, saat kami sedang berbincang, Dika berkata, "Rina, aku ingin sekali bertemu. Bagaimana kalau kita bertemu akhir pekan ini?"
Hatiku melompat. "Aku juga ingin sekali! Tapi, bagaimana kalau orangtuaku tidak mengizinkan?"
"Kalau begitu, kita harus mencari cara. Aku akan berusaha membuatnya mungkin," jawab Dika penuh semangat.
Setelah berusaha meyakinkan orangtuaku, akhirnya mereka setuju untuk mengizinkanku pergi ke kota Dika. Hari itu pun tiba, dan aku merasa berdebar-debar. Saat aku tiba di stasiun, Dika sudah menunggu dengan senyum lebar. Kami bertemu Â
dan ini rasanya seperti mimpi.
Kami menghabiskan hari itu dengan berbagi cerita, dan tertawa. Dika membawaku ke tempat-tempat favoritnya dan mengajaknya ke rumah dika untuk bertemu dengan orang tuanya aku merasa malu dan jantung ku berdebar-debar namun rasa itu ditenangkan oleh dika setelah sampai dan bertemu dengan orang tuanya kami lanjut berbincang dan aku merasa seolah kami telah mengenal satu sama lain, waktu begitu cepat petang pun tiba dan aku kembali ke rumahku.
Setelah pertemuan itu, kami semakin intens berkomunikasi. Namun, tak lama setelah itu, Dika mengabari bahwa dia akan meneruskan pendidikan nya di luar negri. aku merasa amat sedih karena mendengar kabar itu karena ini jaraknya akan lebih jauh lagi. "Rina, aku tidak ingin ini berakhir. Kita bisa tetap berusaha, kan?" Dika berusaha meyakinkanku.
"Ya, kita bisa," jawabku meski suaraku bergetar. Namun, di dalam hatiku, aku merasa ragu. Jarak yang semakin jauh membuatku takut kehilangan Dika.