Mohon tunggu...
Laila Fitriana
Laila Fitriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa kura-kura - Peer Konselor

suka mikir tapi susah nulis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Emansipasi yang "Kebablasan"

5 Februari 2023   22:16 Diperbarui: 5 Februari 2023   23:10 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertengahan Desember lalu saya sedang berada dalam perjalanan menuju kampung halaman saya seusai penat menempuh ujian akhir semester ganjil dari kampus. 

Pulau Madura, tepatnya di kabupaten Bangkalan adalah tempat saya menimba ilmu dalam jenjang pendidikan universitas. Jarak kampus yang ratusan kilo jauhnya dengan kampung halaman mengharuskan saya menempuh perjalanan pulang dengan beberapa kendaraan mulai dari kendaraan laut hingga kendaraan darat.

Dari kontrakan mungil yang nyaman saya berangkat menuju pelabuhan untuk ke Surabaya. Pelabuhan ini menghubungkan kota Surabaya dan pulau Madura yang terpisahkan lautan. Setelah sampai di kota surabaya saya melanjutkan perjalanan ke stasiun kota Surabaya dengan menaiki angkutan umum. 

Sesampainya di stasiun Kota Surabaya saya berjalan mencari tempat istirahat untuk meluruskan kaki saya sejenak. Tidak terasa jam menunjukkan pukul 17.30. Saya ingin bersiap-siap ke kamar mandi terlebih dahulu sebelum kereta saya berangkat pukul 18.00. Ternyata kamar mandi sedang ramai antrean karena baru saja ada kereta yang datang membawa banyak penumpang turun. 

Dikarenakan letak toilet yang sedikit sempit dan tidak ada dinding ataupun sekat pemisah antara ruangan khusus laki-laki dan perempuan dan walaupun di setiap pintu toilet diberi tanda berupa stiker, banyak orang-orang yang berebut toilet. ketika saya amati ada kejadian yang menarik. Ada seorang perempuan paruh baya yang menyerobot masuk ke kamar mandi berstiker untuk laki-laki padahal banyak laki-laki yang mengantre di depan pintu. Sebelum menyerobot masuk perempuan paruh baya tersebut berkata "permisi pak, dahulukan saya, karena saya buru-buru". 

Tanpa berpikir panjang bapak-bapak tersebut mundur dan mendahulukan si perempuan paruh baya. Setelah si perempuan keluar dari toilet, kejadian yang sama terulang. Ada perempuan lain yang minta didahulukan dengan beragam alasan. Ada yang hanya ingin mencuci muka dan ingin didahulukan karena takut ketinggalan kereta sampai alasan yang kurang dapat diterima oleh saya yaitu alasan bahwa toilet untuk perempuan sedang penuh padahal dari tadi bapak-bapak ini terus-terusan mengalah walaupun sama-sama kebele dan sama-sama ngantre panjang. 

Hal ini menimbulkan keributan antara bapak-bapak yang telah lama mengantre dengan perempuan tersebut hingga petugas kebersihan kamar mandi harus memisahkan mereka. Setelah lama menunggu antrean dan saya belum "berkesempatan" masuk kamar mandi tidak terasa kurang lima menit lagi kereta saya akan diberangkatkan. Tanpa berpikir lagi saya langsung menuju pintu chek-in dan masuk ke kereta. Tak apa lah, toh saya hanya ingin membasuh wajah saya sebelum melanjutkan perjalanan pulang, gumam saya dalam hati.

Pukul 18.00 tiba. Kereta Dhoho dengan 6 gerbong ini melaju begitu pesat dan berhenti dari stasiun satu ke stasiun yang lain yang sejalur. Untuk menghabiskan waktu saya berbincang dengan orang di sebelah dan dua orang di depan saya yang duduknya saling berhadapan. Ternyata dua orang di depan saya adalah mahasiswa dari salah satu kampus negeri di kota Surabaya yang juga sedang dalam perjalanan pulang ke kampung halaman masing-masing. 

Kami membicarakan banyak hal seputar kehidupan perkuliahan mulai dari tugas-tugas sampai dinamika dalam lingkungan belajar masing-masing. Sambil kami mengobrol saya mengamati bahwa kereta berhenti di stasiun pemberhentian selanjutnya. Stasiun tersebut merupakan salah satu stasiun pemberhentian yang cukup besar sehingga banyak orang masuk dan turun. Jumlah orang yang masuk ketimbang orang yang mengakhiri perjalan cukup jomplang sehingga banyak orang yang tidak kebagian tempat duduk. saya heran mengapa PT KAI masih menyediakan tiket tanpa kursi setelah tempat duduk sudah terpesan secara menyeluruh.

Hal inilah yang menyebabkan membeludaknya orang yang tidak mendapatkan kursi. Hal ini pula juga menyebabkan beberapa orang menyerobot kursi kosong yang belum ada penumpangnya padahal yang booking belum naik. 

Setelah kereta berhenti di stasiun berikutnya ada puluhan orang yang naik, dan benar saja ada kejadian heboh. Perempuan sebaya kami yang menyerobot tempat duduk penumpang lain karena tidak kebagian kursi menolak untuk memberikan kursi yang didudukinya kepada pemilik kursi tersebut. Dengan menenteng tas di pundaknya pria paruh baya itu terlihat letih dan tampaknya ia pulang dari tempatnya bekerja. setelah petugas mencoba menengahi keributan tersebut pria paruh baya itu menunjukkan tiket online dari gawai miliknya. walaupun begitu perempuan tersebut bersikeras untuk tetap duduk di sana sambil berkata, "pak seharusnya bapak mengalah, ga malu apa merebut kursi punya perempuan. saya perempuan lho pak". 

Lalu bapak itu menimpali, "saya hanya mengambil hak saya mbak, saya sudah pesan kursi ini untuk saya pulang kerja dan kenapa malah orang lain yang menempati?". 

Tak mau kalah perempuan itu menjawab, "bapak kan laki-laki, masa gak kuat berdiri? hargai emansipasi saya pak. saya perempuan, seharusnya ngalah dong" ucap lantang perempuan tersebut tanpa memperhatikan bapak-bapak yang terlihat capai sehabis pulang kerja

Kami yang memperhatikan sedari tadi ikut melongo karena ada perempuan selancang ini. padahal ini bukan soal emansipasi tapi ini soal hak milik orang lain.

Petugas Keretapun akhirnya ikut turun tangan, "mbak kursi ini punya bapak ini. mohon untuk mengikuti aturan dari kami. mbak bisa mencari tempat duduk yang kosong di gerbong kereta makan. atau jika ada penumpang yang turun mbak bisa duduk di kursi kosong tersebut. Kalau mbak tetap bersikukuh duduk di tempat ini, mohon maaf mbak ini sangat mengganggu orang lain dan mbak bisa kami turunkan di stasiun selanjutnya".

Deg! perempuan itu berdiri dan memelototi semua mata yang menatapnya lalu pergi sambil bergumam sendiri. 

Saya jadi berpikir, sehilang arah itukah kaum saya? sehingga ia tidak tau mana emansipasi yang harus mereka perjuangkan dan mana hak milik orang lain?.

Ataukah emansipasi-emansipasi perempuan yang selama ini diperjuangkan sudah menjadikan mereka terlena sampai kebablasan sehingga membuat mereka kehilangan arah?. Ayo para puan! kita telaah lagi bersama-sama {}

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun