Mohon tunggu...
Laila Rizky
Laila Rizky Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ideologis preuner

Berkaryalah meski hati sedang patah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hujan Globalisasi bagi Sarjana Pendidikan Bahasa Arab

5 Oktober 2022   23:09 Diperbarui: 6 Oktober 2022   12:09 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Maka kita, sebagai sarjana yang didambakan oleh umat, pada hakikatnya harus memanfaatkan situasi apik ini.

Belum cukup sampai disitu. Bukan peluang namanya jika tidak diiringi  dengan tantangan. Anggap saja ini sebuah pecutan bagi kita agar tidak menghipnotis suggesti untuk bersorak pada diri sendiri secara dini.

Pada hakikatnya, menjadi sarjana bukan hal mudah, mengingat begitu kompleksnya hiruk pikuk kehidupan, terutama kehidupan dari nasib negara Indonesia. Tantangan globalisasi pun semakin meraja lela.

Menurut Prof. Dr. Abdul Karim Khalifah, Yang Merupakan ketua Majma' Lughah Yordania, di dalam bukanya al-Lughah al-'Arabiyyah 'ala madariji'l Qarni'l Wahid wa'l 'Isyrin, menyebutkan dan merangkum masalah-masalah yang dihadapi bahasa Arab di era Modern ini ke dalam beberapa poin sebagai berikut :

  1. Pemakaian bahasa Ammiyah dalam tulisan-tulisan resmi maupun pada pembacaan berita, penulisan jurnal, majalah, pengumuman, dan lain-lain. Mendiglosiakan atau meragamkan bahasa Arab disamping mengadung keunikan, juga memiliki resiko yang besar dari sisi lain. Seperti halnya banyak kosakata dan kaidah yang berlainan antara satusama lain yang membuat kebingungan bagi para penuturnya. Keadaan ini juga diperparah dengan keinginan beberapa kelompok untuk menjadikan ragam Ammiyahsebagai ragam resmi dan menggantikan alfabet Arab dengan alfabet Latin untuk mensejajarkan diri dengan bahasa Latin.
  2. Penggunanan bahasa asing pada publikasi tulisan dan hasil penelitian di beberapa perguruan tinggi negeri serta dalam pendidikan sekolah-sekolah dasar sehingga menggeserkan kedudukan bahasa Arab resmi (fuscha). Adapun mayoritas perguruan tinggi di Arab sebelah Timur menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar ilmu kedokteran, arsitektur, teknik dan berbagai disiplin ilmu lainnya, dan di sebelah Barat menggunakan bahasa Prancis sebagai pengatar ilmu-ilmu tersebut.
  3. Adanya klaim-klaim tentang sulitnya belajar bahasa Arab. Baik dalam menghafalkan kaidah-kaidah bahasa Arab fuscha maupun ammiyah hal ini membuat penuturnya merasa kesulitan dalam menggunakannya sebagai bahasa teknologi, komunikasi dan pengetahuan umum.
  4. Adanya klaim bahwa bahasa Arab merupakan bahasa agama Islam dan bahasa al-Qur'an sehingga bahasa Arab bersifat suci dan tidak menerima ada pembaharuan dan modernisasi dalam istilah dan kaidahnya.
  5. Dalam penerjemahan bahasa Arab menggunakan 'Google Translate'. Penggunanan teknologi modern sangat membatu. Tetapi, jika aplikasi yang digunakan dalam teknologi tidak mendukung dengan program bahasa Arab yang baik, seperti cara penulisan dan huruf, maka teknologi tersebut akan menjadi ancaman untuk bahasa Arab sendiri, karena aplikasi tersebut diprogramkan untuk melayani bahasa lain yang berbeda dari bahasa Arab baik secara tulisan, huruf, dan gramatikalnya. Dengan demikian, penggunaan 'Google Translate' menjadi tidak berguna untuk bahasa Arab serta menjadi sumber masalah karena hasil dari penerjemahan tidak sesuai dengan gramatikal Arab itu sendiri.

Masalah-masalah di atas memperlihatkan dengan jelas tentang minimnya penggunaan bahasa Arab itu sendiri di lingkungan masyarakat Arab. Hal ini menyebabkan bahasa Arab menjadi bahasa yang tergerus dalam zaman teknologi pada era globalisasi ini. 

Faktor kemunculan internet juga menjadikan adanya perubahan sosial dalam masyarakat Arab itu sendiri, yang kontribusi bahasa Inggris lebih dominan dalam istilah-istilah internet hal ini menjadi dampak peningkataannya multibahasa. 

Kembali pada definisi seorang mahasiswa sebagai agen perubahan, agen sosial, dll, hal itu lewat setiap saat di depan kita sehingga masuk di benak kita. 

Tapi kenapa kita masih saja dijadikan budak oleh tantangan global? Jangan pernah mau kita dibohongi. Jika mereka pintar, kita lebih pintar lagi. Kita merupakan agen perubahan sosial.

Sudah 72 Tahun Indonesia merdeka, melahirkan banyak cendekiawan. Terpaan masalah dan tantangan sudah menjadi kawan setia. Tentu tak sedikit pula prestasi yang telah dicapai. Kelahiran para sarjana di bidang intelektual sangat banyak.

Mereka adalah kader yang dibina oleh para cendikiawan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun