Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mulyono Dilantik KSAD, Poros Militer Bentukan Jokowi Semakin Solid

15 Juli 2015   21:44 Diperbarui: 15 Juli 2015   22:00 2832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini (15/7/2015), Presiden Jokowi melantik Panglima Komando Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen Mulyono sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo yang naik jabatan menjadi Panglima TNI. Pengangkatan Mulyono sebagai KSAD melengkapi poros kekuatan baru: Jokowi (Presiden), Moeldoko (akan menjadi Menko Polhukam), Gatot (Panglima TNI), Sutiyoso (KaBIN), Mulyono (KSAD) plus Doni Munardo (Danjen Kopassus).

Keputusan Jokowi untuk memilih Letjen Mulyono penuh dengan kalkulasi politik. Di antara semua calon yang ada, Mulyono yang paling dekat dengan Moeldoko dan Gatot. Rekam jejak Mulyono selama menjadi anggota TNI AD termasuk paling menonjol. Ia pernah menduduki berbagai jabatan strategis di antaranya Pandam Jaya dan Danrem 032/Wirabraja Padang, Sumbar. Terakhir, Mulyono menjabat sebagai Pangkostrad, sebuah unit pasukan paling elit di Angkatan Darat. Tentu saja sebagai mantan Pangkostrad, maka insting militer Mulyono sangat dibutuhkan Jokowi.

Dengan pengangkatan Mulyono sebagai KSAD, praktis Jokowi telah membuat militer solid di belakangnya. orang-orang yang ditunjuk oleh Jokowi adalah orang-orang yang direkomendasi oleh Moeldoko, sang patner sejati Jokowi. Mereka adalah Jenderal Angkatan Darat yang sangat setia dan loyal kepada Moeldoko. Antara Moeldoko dan Jokowi adalah kawan setia melebihi hubungan Jokowi-Megawati atau Jokowi-Ahok. Menyatunya Jokowi dengan militer, itu disebabkan karena gonjang-ganjing politik di Indonesia yang cenderung kebablasan.

Beberapa bulan setelah dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, penasehat militer Jokowi menggambarkan Indonesia sebagai sebuah negara yang berada di ambang konflik. Terbelahnya dua kekuatan politik yakni Koalisi Indonesia Hebat vs Koalisi Merah Putih di DPR membuat pemerintahan Jokowi terus dilanda kecemasan. Para elit partai Koalisi Merah Putih (KMP) terus menunggu hari buruk Jokowi berbuat kesalahan fatal.

KMP bagaikan singa di rerumputan yang sedang mengendap-ngendap tiarap mengintip mangsanya lengah. Sejumlah elit KMP dengan kamuflase samar-samar terus aktif menciptakan kegaduhan liar dengan melempar isu-isu sensitif di bidang ekonomi, politik dan keamanan. Tujuannya jelas jika ada kesalahan fatal, maka MPR akan melengserkan Jokowi di tengah jalan dengan mengadakan sidang istimewa.

Demikian juga elit partai Koalisi Indonesia Hebat . Sejatinya partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia hebat menjadi pendukung utama Presiden Jokowi. Namun kenyataanya, ada tekanan dan intervensi sangat liar dari para ketua dan elit-elit partai KIH. Hal ini sangat merongrong pemerintahan Jokowi dari dalam. Isu reshuffle kabinet yang terus dihembuskan oleh para elit PDIP, membuat pemerintahan Jokowi was-was dan tak nyaman.

Kepentingan politik yang bercampur dengan kepentingan bisnis datang langsung dari Jusuf Kalla dan Surya Paloh yang terus menyetir pemerintahan Jokowi agar sesuai dengan kepentingan mereka. Seiring dengan itu kepentingan dinasti juga datang dari Megawati Soekarno Putri yang memaksakan puterinya Puan Maharani menjadi menteri dan seterusnya menjadi Cawapres atau lebih hebat Capres PDIP. Belum lagi kepentingan membesarkan partai yang datang dari Wiranto dan Muhaimin Iskandar, membuat runyam hubungan Jokowi dengan KIH.

Runyamnya situasi politik yang menerpa pemerintahan Jokowi bertambah dengan konflik KPK vs Polri. Para elit Polri yang didukung sejumlah partai membuat Budi Gunawan dan Budi Waseso leluasa bergerak mengobok-obok KPK dan terakhir Mahkamah Yudisial dan terkesan tak menggubris instruksi Presiden Jokowi agar tak mengkriminalisasi institusi lain. Seterusnya ada konflik Golkar dan PPP membuat perhelatan Pilkada langsung, sarat dengan potensi konflik.

Perlawanan dahsyat dari para koruptor, mafia dan sepak terjang konglamerat hitam, terus menggerogoti pemerintahan Jokowi. Perlawanan itu tampak jelas dalam pembubaran Petral, pemberantasan illegal logging, illegal fishing, hukuman mati terpidana narkoba, pembekuan PSSI, pembenahan TKI, aparatur negara dan pemilihan para pimpinan KPK yang baru. Revisi berbagai undang-undang yang terus datang dari DPR membuat pemerintahan Jokowi terus dirongrong dan ditekan.

Gambaran peta perpolitikan Indonesia juga tampak jelas pada kebebasan pers dan mengeluarkan pendapat yang kebablasan. Isu-isu miring langsung berhembus kencang tanpa bisa dikontrol. Demonstrasi di berbagai daerah yang membuat suasana investasi tak kondusif membuat pembenahan ekonomi terganjal kerikil tajam. Maka situasi itu membuat insting Jokowi berpaling kepada militer. Hanya militer yang bisa mengatasi potensi konflik dan mencegah rencana persengkokolan untuk menggulingkannya.

Maka ke depan kita akan melihat militer terutama Angkatan Darat sangat mewarnai pemerintahan Jokowi. Mengapa Angkatan Darat? Jelas di berbagai negara yang kerap dilanda kudeta, militer angkatan daratlah yang kerap melakukannya. Jika terjadi kekacauan politik, maka angkatan daratlah yang paling bisa mengatasinya. Kita masih ingat bagaimana Soeharto bersama dengan tentara dari angkatan darat mampu mengatasi kekacauan politik tahun 1965. Soeharto dengan angkatan daratnya juga bisa memaksa Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret. Jadi jelaslah bahwa Jokowi sangat mengandalkan Angkatan Darat yang memiliki posisi strategis pada setiap pergerakan militer. Sedangkan Angkatan Laut dan Udara hanyalah sebagai pendukung.

Dengan melantik Mulyono sebagai KSAD hari ini (15/7), maka lengkaplah poros kekuatan baru Jokowi. Sebuah poros militer dengan seorang Jokowi yang sipil sebagai pemimpinnya. Poros ini ke depan akan unjuk gigi kekuatanya berhadapan dengan Koalisi Indonesia Hebat pimpinan Megawati dan Koalisi Merah Putih pimpinan Aburizal Bakri. Satu hal yang menarik adalah Jokowi bakal menunjuk Moeldoko sebagai Menko Polhukam untuk unjuk kekuatan atas Polri (Budi Gunawan dan Budi Waseso) yang terkesan tak menggubris dan menghargai Presiden Jokowi. Dengan hadirnya Moeldoko yang di belakangnya ada Gatot, Mulyono dan Doni plus 450 ribu tentara, maka Jokowi bisa berani mengganti pejabat elit Polri yang lebai.

Asaaro Lahagu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun