Aryo duduk di depan ruangan ibu. Membaca zikir-zikir yang diajarkan pak ustadz dulu. Sesekali membaca ayat-ayat pendek yang pernah dihafalkannya. 15 menit kemudian, pintu ruangan itu terbuka. Salah seorang dokter berjalan ke arah Aryo, langsung memeluknya.
"Yang sabar ya, Nak!" ucap dokter itu.
Ah, Aryo paham! Air matanya deras mengalir. Satu-satunya keluarga yang dia miliki telah pergi. Untuk kedua kalinya, Aryo merasakan kehilangan. Pertama, ayah. Kedua, ibu. Lihatlah! Aryo, anak sepuluh tahun itu 'dipaksa' menjadi dewasa lebih awal dari teman-teman seusianya. Tidak mudah menjalani masa kanak-kanak tanpa dua orang sosok penting seperti orang tua.
"Aryo janji, Aryo akan bikin bangga ayah sama ibu. Aryo akan menjadi seperti yang ayah dan ibu harapkan." janji Aryo pada dirinya.
***
Ibu dimakamkan di samping makam ayah. Seminggu sekali, Aryo ke sana untuk menemui kedua orang tuanya. Membersihkan rerumputan, mendoakan, lalu beranjak pulang.
END