Hari-hari dilewati oleh Fajar dengan berbagai pengalaman yang ia ingat dalam kehidupan yang telah ia dapatkan lewat tempaan sekolah kehidupan semasa kecil, dengan bekal tersebut itulah berbagai masalah seolah ada sebuah kunci untuk segera dipercepat dan diselesaikan.
Pernah suatu ketika Fajar keluar bersama teman sekelas dalam rangka berkunjung untuk observasi tempat yang akan digunakan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Saat itu keadaan jalan sungguh lenggang dan sepi, sedikit sekali yang lewat dan yang menjadi sopir sepedanya adalah Fajar.
Mereka mengobrol sangat asyik selama perjalanan dan tak terasa perjalanan akan sampai di tempat yang akan dijadikan tempat KKN, sesekali Fajar menolehkan kepalanya ke samping kiri agar mendengar suara temannya.
"Bro! Bro! Sudah sampai mana? Habis ini belok apa masih lurus?" Tanya Fajar sambil menolehkan kepalanya.
Brakk! Ternyata sepeda yang dikendarai menabrak pohon di pinggir jalan.
Kejadian yang telah terjadi memang tidaklah dapat diputar kembali kalau kata orang bijak "Nasi sudah terlanjur menjadi bubur".
Begitulah memang, dalam kehidupan terkadang ketika kita akan mencapai sebuah tujuan akan ada hambatan yang besar, saking besarnya kebanyakan orang gagal sebab mereka sudah mengatakan kalau tidak kuat lagi untuk melanjutkan tujuan yang utama, karena sebab ini dan itu lah.
Fajar langsung tersentak hatinya, merasa sangat menyesal sesudah kejadian menabrak pohon "Seandainya aku tadi sedikit sabar menunggu jawaban, pasti tidak akan menabrak pohon ini,"
Penyesalan memang di akhir, tak ada sesal di awal. Ia hanya membingungkan apa yang akan ia pakai untuk biaya servis sepeda temannya. Bukannya memikirkan luka yang diderita sebab jatuh, namun bingung memikirkan uang apa yang akan dipakai nantinya. Mau menyampaikan ke orang tua sungguh sangat malu dan merepotkan karena dirumah pun hanya memaksimalkan apa adanya.
*
Segala pengobatan yang diakibatkan dari kecelakaan menabrak pohon ditanggung oleh masing-masing sendiri. Sepedanya yang dipergunakan waktu kecelakaan, semua segala kerusakannya ditanggung oleh Fajar sebab ia merasa dirinyalah yang bersalah, membonceng bukannya melihat depan malah tengok ke samping.