Mohon tunggu...
Komunitas Lagi Nulis
Komunitas Lagi Nulis Mohon Tunggu... Penulis - Komunitas menulis

Komunitas Penulis Muda Tanah Air dari Seluruh Dunia. Memiliki Visi Untuk Menyebarkan Virus Semangat Menulis Kepada Seluruh Pemuda Indonesia. Semua Tulisan Ini Ditulis Oleh Anggota Komunitas LagiNulis.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jawaban Malam

24 Maret 2019   23:23 Diperbarui: 24 Maret 2019   23:45 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Ummusalamah

Takdir? Di dunia ini pasti selalu ada yang namanya takdir. Adanya takdir baik dan buruk. Kita dilahirkan ke dunia ini namanya takdir dan kita meninggal dunia itu juga namanya takdir. Takdir itu adalah sebuah kehendak Allah, hanya Allah yang berhak menentukan takdir kita. Ingatkah, bahwa Allah telah menetapkan empat perkara untuk hambanya. 

Saat masih dalam usia 4 bulan didalam perut seorang ibu. Apa saja empat perkara itu? yaitu rizkinya, ajalnya, amalnya, dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Walaupun Allah telah menetapkan kepada hambanya empat perkara itu tapi kita harus tetap berusaha. Benar bukan semuanya butuh usaha?, usaha untuk mendapatkan rizkinya, mendapatkan pahalanya, mendapatkan kebahagian dan lain sebagainya. 

Nah sekarang ini aku sedang berusaha, berusaha hijrah menjadi yang lebih baik dari sbelumnya. Walauku tahu usaha itu belum besar, tapi aku akan tetap berusaha mencari kerhidoan Allah di dalam hijrah ini. Aku yakin suatu saat Allah akan memudahkan langkah hambanya, maka itu aku harus terus berusaha dan berdoa kepada-Nya.
..........................

Namaku Nabila khairunnisa, gadis remaja yang sangat lelah menjadi dirinya sendiri. Bagaikan kehilangan arah hidup, diusia remaja ini kenapa aku sangat merasa kehilangan arah. Tak ada lagi kebahagiaan, tawa dan kenyamanan dalam hidupku. Sekarang aku tak tahu lagi caranya membuat diri ini bahagia.

Ku usap nisan yang berada tepat di depanku ini dan beranjak dari makam yang masih sangat baru itu. Aku mengusap kasar air mata yang tak ingin berhenti. Ya, Aku baru saja kehilangan kedua orang yang sangat aku sayangi, bahkan aku belum memenuhi segala keinginan mereka, belum bisa membahagiakannya dan bahkan aku mengingkari janjinya saat ini. 

Dia adalah kedua orang tuaku. Ayah selalu meminta agar putrinya menutup aurat nya tapi aku selalu menjawab "Nanti Ayah"  bahkan sampai sekarang aku belum menjalankan keinginannya. Ibuku juga pernah berkata kepadaku "Jangan pernah kau terlarut dalam kesedihan saat orang yang kau sayang pergi Nak, kamu harus janji itu. karna kami tak ingin melihatmu bersedih". Saat itu aku mengangguk mengiyakan, tapi ternyata sekarang aku mengingkari nya.

Kubelokkan tubuh ini memasuki taman yang terletak tak jauh dari rumah. Aku ingin menenangkan pikiranku dahulu di tempat ini, rasanya masih berat sekali jika memasuki rumahku yang sekarang bahkan tak ada penghuninya kecuali kedua pembantu. Berat sekali saat sekaligus ditinggal oleh mereka, kenapa harus keduanya? Bahkan aku tak sama sekali disisakan. 

Airmata ini merosot deras membasahi pipiku, aku tak menyangka sesedih ini saat ditinggal oleh mereka, rasanya ingin sekali ikut dengan mereka. Ah, Tuhan jahat, kenapa harus semuanya kau ambil dariku. Kenapa kau tak memberikan waktu lebih lama kepada mereka, bahkan aku saja belum berbuat apa-apa untuk mereka. Penyesalan memang selalu datang di akhir bukan?.

Aku terus menyalahkan Tuhan, aku terus menyalahkan takdir yang seperti tak adil ini. Aku tertunduk meluapkan semua air mata kesedihan ini, bahkan aku berteriak "Tuhan tak adil". Dan setelah itu......

"Siapa yang kau bilang tak adil?" Tanya seorang perempuan yang sangat mengagetkanku.
"Siapa kau?" Tanyaku balik.
 Gadis berkerudung putih itu tersenyum hangat kepadaku, sepertinya dia sepantaran dengan diri ini.
"Aku Dhisya" Dia mengulurkan tangan dan aku membalas uluran tangannya
"Nabila" ucapku dan senyum itu tak pernah hilang dari wajah dhisya.
"Jadi, tadi siapa yang kau bilang tak adil? Tuhan kah? Tuhan itu sangat adil, apa yang membuat dirimu seperti ini?" Tanyanya langsung yang seketika membuatku bungkam.
"Rumahmu di mana?" jelas sekali bahwa aku mengalihkan pembicaraan. Dia terkekeh kecil.
"Apa kau tak ingin bercerita denganku? Sampai-sampai kau mengalihkan pertanyaaanku. Hmm, Rumahku di dekat sini, dari kamar aku bisa melihat taman ini. Jadi kalau kamu butuh teman cerita datanglah ketaman, aku akan menunggu selalu kedatanganmu jika kau sudah siap bercerita. Aku tak memaksamu. Ya sudah aku pulang dulu. Assalammualaikum." Ucapnya dan pergi meninggalkanku. Aku tersenyum kecil dan menghapus bekas air mata, dan bertekat esok akan datang kembali ketaman ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun