Sebelum fajar tiba ia telah sibuk dengan urusannya, ia sibuk dengan bisnisnya, melangitkan doa menghujankan bumi dengan air mata yang berselimut harap banyak pada sang pencipta.
Pada saat matahari berjalan perlahan memberinya bayangan, perlahan pun hilang, gumamnya bahkan bayanganpun enggan membersamainya berlama lama, tatapnya pada matahari siapa aku tanpa adanya Dia sang pencipta.
   Warna kuning jingga telah mewarnai langit, senja yang banyak digemari banyak kalangan dari tua hingga muda,semua bercerita tentang indahnya kehidupan, tapi ia bergumam sungguh semua ini indah karena adanya sang pencipta keindahan.
   Ada yang tengah memaknai malam, mencari tahu perihal jiwanya yang dihabiskan dengan kemanfaatan atau tidak, dari awal pagi hingga senja tadi. Gumamnya apa aku pantas hidup dengan segala kenikmatan kendati dosa bagaikan gunung yang menjulang.Adapula kalangan yang tak merasakan, malamnya iya rasa pagi, paginya ia rasa malam, seolah setiap waktu tak berartikan kapan, padahal waktu berjalan dengan porsinya tak berlebih dan berkurang.
Mereka bertanya, kenapa massa enggan sekali berhenti sebentar, tapi waktu menjawab, siapa kamu untuk aku prioritaskan?
  Oleh: Hastyra Pratiwi