Mohon tunggu...
Lafi Munira
Lafi Munira Mohon Tunggu... -

introvert-moody|sangat menyukai hujan | sangat menyukai anak-anak | pecinta kucing | penggemar musik | kolektor buku |pecinta puisi, bahasa-bahasa, psikologi, sastra, filsafat, bintang, dan langit malam hari| menyukai aroma udara pagi hari dan langit teduh di pagi hari | penyuka langit biru dan awan-awan putih | suka mengumpulkan pasir pantai | lebih suka menulis daripada bicara | sangat suka memandangi sawah-sawah hijau dan damainya kota yogya | menyukai senyuman | menyukai filosofi pasir dan filosofi udara | suka berfikir, memperhatikan hal yang detail, | humanitarian wanna be |

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mahasiswa: Harapan dan Kenyataan

7 Agustus 2012   12:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:08 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Lafi Munira

Kita mahasiswa adalah orang-orang yang beruntung dapat merasakan mengejar ilmu hingga bangku kuliah. Di luar sana banyak saudara-saudara kita yang tidak punya kesempatan, dan impian-impiannya hanya sebatas angan. Kawan, pernahkah tahu tentang kisah si lintang, seorang anak jenius dalam laskar pelangi, tiap pagi berangkat sekolah, dia mengayuh sepeda yang ukurannya lebih besar dari tubuh mungilnya, melewati puluhan kilometer, melewati hutan dan sungai yang berpenghuni buaya, hanya untuk satu tujuan, dia ingin duduk belajar, sesampainya di sekolah dia kan selalu menebarkan senyum indahnya kepada para sahabatnya di kelas, dia merasa bahagia, dia bisa sekolah. Namun, pada akhirnya dia hanya bisa diam melepaskan mimpi-mimpinya, berhenti sekolah waktu kelas 6 SD dan rela bekerja menjadi tulang punggung keluarga karena ayahanda tercintanya meninggal dunia. Kisah lintang merupakan secuil potret perjuangan meraih ilmu yang akhirnya kandas begitu saja, impian hanya impian, masih banyak lintang-lintang yang lain. Kita bukanlah lintang, kita adalah orang-orang yang telah dititipkan oleh Allah amanah untuk menjadi mahasiswa, kita seharusnya bersyukur dan menjalankan amanah yang banyak orang berharap kepada kita.

Kepada para mahasiswa yang merindukan kejayaan,

Kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan….

Mahasiswa adalah pemuda yang dapat merubah dunia dengan segala semangat dan tekadnya (Ir.Soekarno). Sehingga tidak salah kalau masyarakat berharap banyak akan kontribusinya kepada negara dan warganya.

Kini mahasiswa telah jauh dari kondisi ideal. Predikat “agent of change” pun hanya tinggal nama. Tulang punggung rakyat mungkin hanya sekedar harapan dan harapan. Mahasiswa oh mahasiswa, dimana kau mahasiswa, dimanakah suaramu mahasiswa?. Tidak perlu jauh-jauh mencari contoh lunturnya peran mahasiswa, Mari kita lihat kondisi mahasiswa dan kampus kita tercinta. Kampus yang tiap tahun semakin dipenuhi oleh wajah-wajah baru. Kampus yang tidak sehat, berpolusi asap kendaraan bermotor, parkiran penuh, full capacity. Kampus yang punya peraturan laki-laki dan perempuan tidak boleh berboncengan motor di kawasan kampus, tapi realitanya berboncengan muda-mudi sudah hal yang lumrah disini, di rumah kita. Kampus yang pasang spanduk “kawasan bebas asap rokok” tapi bau rokoknya masih ada “everywhere and everytime”. Pernahkah kawan-kawan memperhatikannya?.

Kini kekritisan pun telah luntur perlahan, baik pihak kampus maupun mahasiswanya. Mahasiswa tiap hari dikejar-kejar tugas dan hasilnya adalah mahasiswa yang “study oriented”. Pada kenyataannya di lapangan, ternyata IPK bagus saja tidak cukup menjamin seorang mahasiswa bisa survive di dunia kerja, dibutuhkan juga soft skills. Idealnya soft skills bisa didapatkan melalui organisasi, namun kondisinya pun memprihatinkan, organisasi yang diharapkan bisa menumbuhkan idealisme mahasiswa justru menjadi wadah untuk menambah pengalaman dalam melakukan berbagai kegiatan, organisasi kini telah gagal membentuk pemikiran-pemikiran kritis, dan gaung mereka yang menyebut  dirinya sebagai aktivis bukan lagi menggaungkan idealisme mahasiswa. Organisasi = panitia kegiatan.

Iklim kritis pun semakin luntur akibat virus hedonis yang juga mewabah di kalangan sahabat mahasiswa. Wabah hedonis ini tidak hanya kronis di kampus kita saja, namun juga di kampus-kampus lain. “style gue beda-jilbab berponi, style gue keren-tindikan, (Englishmode: on) Fashionholic, caffeholic, shopping, walking-walking on the  mall, looking-looking for preety girls or cool boys and finally “I love you, you love me?” (bahasa Indonesia againmode: on), dugem, dan berakhir dengan aborsi, naudzubillahimindzalik..

Disamping minimnya jumlah mahasiswa yang kritis di kampus, permasalahan takut bersuara pun kini jadi trend. Takut menyuarakan hak-haknya yang terabaikan. Bahkan para penghuni organisasi pun mengalami hal yang sama. Di organisasi mereka mampu berkoar-koar, tapi giliran menyuarakan hal-hal yang berbau kampus, akan berfikir berkali-kali. System yang ada membuat semuanya hanya bisa diam dan menggerutu sana-sini, berdiskusi dengan yang merasa senasib, tanpa hasil konkrit. Ini menunjukkan mahasiswa telah kehilangan powernya. Mahasiswa bahkan tidak mampu bertanya hanya diam menerima nasibnya seperti tiap awal semester ngejar-ngejar dosen wali cuma minta tanda-tangan dan wassalam, kualitas dosen pengajar, absen 75 % yang menyulitkan para penghuni ormawa untuk berkembang dan berkontribusi banyak akhirnya para aktivis pun jadi apatis dan berubah haluan menjadi “study oriented”.

Jika hati kita tergerak melihat potret nyata sahabat-sahabat kita mahasiswa, baiknya kita bertanya, bagaimana caranya menghidupkan kembali power mahasiswa dan mengantar sahabat mahasiswa kembali pada garis orbitnya.

Sebelum membenahi kondisi sahabat mahasiswa, kiranya yang perlu dibenahi terlebih dahulu adalah motor penggerak di kampus. Dalam hal ini adalah pihak kampus dan kawan-kawan ormawa kampus. Seharusnya kita bersatu menciptakan iklim “mahasiswa yang sebenarnya”, bukan malah sibuk dengan kepentingannya masing-masing. Dalam hal ini, pihak kampus pun perlu berperan dalam membangun kembali spirit kawan-kawan ormawa dan memberikan kesempatan kepada ormawa untuk berekspresi mengupayakan kembali paradigma “mahasiswa yang sebenarnya” ditengah kondisi paradigma “study oriented” yang terlanjur terbentuk akibat sistem yang ada. Perubahan ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kondisi ini merupakan PR tahunan yang belum terselesaikan hingga saat ini, belum lagi penurunan nilai-nilai moral dan keislaman di kampus moral and intellectual integrity. PR siapakah ini?, kampuskah? Atau siapa?, ini adalah PR kita bersama, amanah kita bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun