Pernahkah Anda merasa canggung atau bingung ketika bertemu dengan orang dari latar belakang budaya yang berbeda? Mungkin, di momen-momen seperti itu, Anda mengalami culture shock, sebuah perasaan tidak nyaman yang sering muncul ketika kita dihadapkan pada cara hidup, kebiasaan, dan nilai-nilai yang sangat berbeda dari yang kita kenal. Namun, justru di sinilah pentingnya komunikasi antar budaya, kemampuan untuk memahami, menghargai, dan menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya yang ada di sekitar kita.
Sebagai mahasiswa, saya pernah mengalami pengalaman antar budaya saat bekerja dalam kelompok tugas kuliah yang anggotanya berasal dari berbagai daerah. Anggota kelompok kami berasal dari berbagai daerah di Indonesia, masing-masing membawa cara berpikir dan cara bekerja yang berbeda. Ada teman yang sangat tegas dalam menyampaikan pendapat, sementara yang lain lebih suka mendengarkan sebelum berbicara. Beberapa dari kami terbiasa menyelesaikan tugas jauh sebelum tenggat waktu, sementara yang lainnya lebih santai dan menunggu detik terakhir. Pada awalnya, perbedaan ini membuat saya merasa terkejut, saya tidak terbiasa bekerja dalam kelompok dengan gaya komunikasi yang begitu beragam.
Namun, saya segera sadar bahwa perbedaan-perbedaan ini bukanlah penghalang, melainkan kesempatan untuk belajar. Dengan saling terbuka dan berkomunikasi secara jujur, kami mulai menghargai cara masing-masing anggota dalam bekerja. Pengalaman ini mengajarkan saya bahwa komunikasi antar budaya bukan hanya tentang berbicara, tetapi juga tentang mendengarkan dan menghormati pandangan orang lain. Kami belajar untuk menyesuaikan gaya komunikasi kami dengan memahami latar belakang budaya satu sama lain, dan akhirnya, tugas kami pun terselesaikan dengan baik.
Inilah sebabnya komunikasi antar budaya sangat penting. Komunikasi internasional, komunikasi antar etnis, dan komunikasi antar ras semuanya merupakan bagian dari komunikasi antar budaya yang lebih luas. Dalam setiap interaksi, kita tidak hanya berhadapan dengan individu, tetapi juga dengan nilai-nilai, norma, dan pandangan dunia yang dibentuk oleh budaya mereka. Saya menyadari bahwa komunikasi internasional yang terjadi saat kita berinteraksi dengan orang dari negara yang berbeda memerlukan pemahaman tentang bahasa, kebiasaan, dan cara hidup mereka. Begitu juga dengan komunikasi antar etnis dan komunikasi antar ras, yang menuntut kita untuk menghilangkan stereotipe dan prasangka yang sering kali menjadi hambatan dalam berkomunikasi.
Namun, hambatan-hambatan ini tidak datang tanpa alasan. Stereotipe, prasangka, dan etnosentrisme adalah penghalang yang seringkali kita bawa tanpa sadar. Stereotipe membuat kita menganggap semua orang dalam satu kelompok budaya memiliki sifat atau kebiasaan yang sama, padahal setiap individu adalah unik. Prasangka menanamkan pandangan negatif terhadap orang lain bahkan sebelum kita mengenal mereka. Sedangkan etnosentrisme, keyakinan bahwa budaya kita lebih baik dari budaya lain, menghalangi kita untuk melihat keindahan dalam perbedaan. Ketiga hambatan ini mempersulit kita untuk menjalin hubungan yang tulus dan saling memahami.
Namun, ada cara untuk mengatasinya. Ketika saya bertemu dengan orang baru, langkah pertama yang saya lakukan adalah membangun kesadaran diri. Saya mencoba mengenali bias saya dan tetap terbuka terhadap perbedaan yang ada. Saya juga belajar untuk mendengarkan secara aktif, memahami perasaan dan perspektif mereka tanpa menghakimi. Saya selalu berusaha mempraktikkan empati, mencoba menempatkan diri saya pada posisi mereka, dan menunjukkan rasa ingin tahu dengan mengajukan pertanyaan yang sopan tentang budaya mereka. Hal ini membantu menciptakan ruang bagi percakapan yang lebih bermakna dan mendalam.
Sebagai seorang jurnalis, kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik antar budaya menjadi kunci utama. Seandainya saya menjadi seorang jurnalis, saya akan sering berinteraksi dengan narasumber yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Komunikasi antar budaya bukan hanya membantu saya menghindari kesalahpahaman, tetapi juga memastikan bahwa berita yang saya sampaikan objektif dan menghargai keberagaman. Saya belajar untuk memahami dan membaca konteks budaya narasumber agar tidak hanya sekadar melaporkan fakta, tetapi juga melakukannya dengan cara yang menghormati nilai-nilai budaya mereka.
Pada akhirnya, komunikasi antar budaya mengajarkan kita bahwa keberagaman bukanlah penghalang, melainkan kekuatan. Ketika kita mampu menjembatani perbedaan, kita membuka jalan untuk lebih banyak kesempatan, pemahaman, dan kedamaian. Setiap pertemuan dengan orang yang berasal dari latar belakang budaya berbeda adalah kesempatan untuk memperkaya diri kita, untuk belajar, dan untuk tumbuh sebagai individu yang lebih terbuka dan inklusif.
Â
Laeli Musfiroh
Â
Universitas 'Aisyiyah Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H