Mohon tunggu...
Adhyatmoko
Adhyatmoko Mohon Tunggu... Lainnya - Warga

Sepele

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menjawab Tudingan Sudirman Said kepada Jokowi soal Reklamasi

15 Januari 2018   21:08 Diperbarui: 15 Januari 2018   21:16 1165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar tayangan KompasTV

November tahun lalu, publik lagi-lagi disuguhi polemik tentang proyek reklamasi Teluk Jakarta. Apalagi, KPK dan POLRI tengah mengusut skandal korupsi yang menyertainya. Dan, polisi juga telah menaikkan kasus itu ke tingkat penyidikan. Padahal, keriuhan seputar mega proyek bernilai fantantis itu sempat mereda pasca kekalahan petahana Basuki Tjahaja Purnama dalam kontestasi Pilgub DKI 2017. Janji manis kampanye Anies-Sandi juga turut meredam gejolak masyarakat pesisir Jakarta yang terus-menerus di ambang ketidakpastian nasib penghidupan mereka akibat pelaksanaan reklamasi.

Tapi, janji bukanlah kenyataan meskipun nubuat dan tanggung jawab untuk menepati janji itu wajar saja. Di sisi lain, sikap memaksakan kehendak dengan melemparkan kesalahan kepada pihak lain tanpa disertai bukti juga merupakan kewajaran dari suatu tindakan kurang nalar. Ini yang ditunjukkan oleh Sudirman Said, ketua tim sinkronisasi Anies-Sandi jelang pergantian kepemimpinan di DKI. Said menuding Gubernur Jokowi kala itu menerbitkan pergub yang memberi jalan keluarnya izin reklamasi.

"Reklamasi tidak ada cerita membuat pulau. Pulau itu muncul di pergub tahun 2012 diikuti dengan beberapa pergub yang sebetulnya diterbitkan oleh masanya Pak Jokowi,"kata Sudirman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/11/2017) - Kompas.com

Publik mungkin bertanya dan meragukan tanggapan Jokowi sebelumnya. Ia memberikan klarifikasi ke awak media bahwa tidak pernah mengeluarkan izin reklamasi baik saat dulu menjabat gubernur maupun sebagai presiden. Salah satu pergub yang ia keluarkan ialah Peraturan Gubernur Nomor 146 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Membangun dan Pelayanan Perizinan dan Prasarana Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Namun, Said membantah dan menurut catatan Kompas ia menyebut terdapat dua pergub yang keluar ketika itu. Pergub diterbitkan tanpa adanya tiga syarat, yakni aturan zonasi, izin lingkungan hidup strategis, dan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Kabar tersebut saya peroleh sekitar pertengahan November. Sumber berita lain mengungkapkan hal yang sama. Saya bergeming dengan menganggap bahwa Said keseleo lidah yang kebetulan terjadi di Parlemen Senayan dan duduk di sebelahnya Amien Rais. Mungkin ia kepedean seolah terbayang dirinya dulu sedang duduk depan sidang kode etik MKD menyangkut skandal papa minta saham. Atau, barangkali Said gagap menata sikap sehubungan gagasan pencalonannya maju ke Pilgub Jateng 2018. Bukankah ia memerlukan dukungan partai selain Gerindra?

Sebulan berlalu, tahun pun berganti. Said tidak memperlihatkan reaksi apa-apa akibat tudingannya. Apalagi, ia dianggap seorang intelektual dan sempat menjabat menteri bawahannya Presiden Jokowi. Ibarat kacang lupa kulitnya, figur begini kok hendak diusung menjadi calon gubernur di Jawa. Pernyataannya di ILC TV One berjudul "Panas Sebelum Dimulai" pekan silam yang menganalogikan kepemimpinan politik seperti salesman makin mendorong saya ingin berbagi sedikit pelajaran.

Pertama. Said tidak menyebut secara terperinci dua pergub yang dimaksud memberikan jalan perizinan reklamasi di era kepemimpinan Jokowi sebagai Gubernur DKI. Pihak yang menuduh perlu membuktikan, bukan sebaliknya atau diistilahkan sesat pikir appeal to ignorance. Asas ini berlaku universal dalam logika. Tanpa pembuktian akan melahirkan polemik dan justifikasi sepihak. Benar itu harus dibuktikan, bukan lantaran KATANYA.

Kedua. Jika tudingannya menyasar peraturan gubernur pada tahun 2012 yang memunculkan pengertian bahwa reklamasi itu berupa pulau-pulau, semestinya Said bertanya dahulu kepada Foke alias Fauzi Bowo dan Presiden RI ke-6 a.k.a SBY. Tahun 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Presiden No. 54 tentang rencana tata ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur. Pasal 70 menyatakan bahwa Keppres No. 52/1995 masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan di bawah Perpres 2008 tersebut. Pasal 72 menyatakan Keppres No. 52/1995 sepanjang berkaitan dengan aspek tata ruang tidak lagi berlaku.

Lalu, ketentuan bahwa reklamasi Pantai Utara Jakarta berbentuk pulau-pulau itu dengan jelas tercantum dalam pergub yang dibuat oleh Foke di akhir masa jabatannya. Tanggal 19 September 2012, Fauzi Bowo menerbitkan Peraturan Gubernur No. 121/2012 mengenai Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Sejak saat itu, Pemda DKI Jakarta mengungkap untuk pertama kalinya akan ada 17 pulau yang dinamai Pulau A sampai Pulau Q. Pergub itu menindaklanjuti DPRD DKI Jakarta yang telah mengesahkan Perda No. 1/2012 tentang RTRW 2010--2030 yang memasukkan reklamasi pulau-pulau. Google Earth sempat merekam titik kecil di utara Pantai Indah Kapuk yang kemudian menjadi Pulau D yang dikerjakan oleh PT Kapuk Naga Indah. Jadi, pembentukan pulau reklamasi telah terindikasi jauh sebelum Jokowi menjabat gubernur.

Ketiga. Jika Pergub DKI No. 146 yang dipersoalkan oleh Said, apakah bagian kedua pasal 2 ayat (2) ini?

(1) Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi Pemerintah Daerah dan pelaksana reklamasi dalam pelaksanaan pelayanan perizinan prasarana reklamasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun