Mohon tunggu...
Adhyatmoko
Adhyatmoko Mohon Tunggu... Lainnya - Warga

Sepele

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Skandal Sumber Waras: Beli Tanah Negara Duitnya ke Swasta, Mana Ahok?

2 Maret 2016   10:27 Diperbarui: 4 April 2017   17:05 16083
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Fotokopi sertifikat HGB RSSW (Foto: Tempo.co)"][/caption]

Lahan RS. Sumber Waras di Jakarta Barat yang dibeli oleh Pemprov DKI bersertifikat Hak Guna Bangunan. Apa artinya? Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Bagian Kedua Pasal 21, tanah yang dapat diberikan HGB adalah tanah negara, hak pengelolaan, dan hak milik. PP tersebut mengatur tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.

Sejak kontroversi pembelian lahan RS. Sumber Waras bergulir, berbagai dokumen yang menyertai tahap perencanaan sampai dengan pengadaan pembeliannya tersebar melalui media sosial, baik surat penawaran harga dari Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) kepada Pemprov DKI, disposisi dari Ahok ke Bappeda, nota dinas, keterangan NJOP, maupun fotokopi sertifikat tanah berstatus HGB.

Namun, publik dan pers khususnya Tempo cenderung mengeksploitasi data temuan dari LHP - BPK Jakarta. Tempo melansir berita yang berjudul “Dokumen Ini Ungkap 4 Fakta Audit RS Sumber Waras” (Senin, 7/12/2015). Berita itu seolah-olah menjadi senjata ampuh bagi para pendukung Ahok untuk berdalih. Analisa pemberitaan mereka serasa tumpul.

Jika lebih fokus pada salah satu dokumen yang diungkap oleh Tempo, terdapat informasi penting yang mematahkan justifikasi bahwa tidak ada kesalahan dalam proses pembelian lahan RSSW. Fotokopi sertifikat HGB yang dipajang oleh Tempo (7/12/15) sebenarnya cukup menunjukkan indikasi pelanggaran yang sengaja dilakukan terkait pembelian lahan. Kecuali, fotokopi sertifikat tanah itu tidak sesuai dengan yang asli atau direkayasa.

Menyoal sertifikat tanah, terdapat beberapa bagian di dalamnya, yaitu:  sampul luar, sampul dalam, Buku Tanah dan  Surat Ukur/Gambar Situasi (GS). Sertifikat tanah mencantumkan beberapa hal, seperti jenis hak atas tanah, masa berlaku hak atas tanah,  nama  pemegang hak, dan keterangan fisik tanah. Informasi mengenai jenis hak atas tanah dan masa berlaku tertulis pada bagian sampul dalam (Buku Tanah).

Untuk mengetahui jenis hak atau kepemilikan atas tanah RS. Sumber Waras yang berstatus HBG, cermatilah fotokopi sertifikat di atas!

Keterangan dari fotokopi sertifikat sebagai berikut:

1. Jenis hak adalah Hak Guna Bangunan;

2. Pemegang hak adalah Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW);

3. Dasar pendaftaran dari SK Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional;

4. Masa berlaku 20 tahun dan tanggal berakhir 26 Mei 2018;

5. Kolom Penunjuk menginformasikan bahwa tanah menggunakan HGB. Tidak disebutkan ada akta jual-beli dan silsilah tanah;

6. Kolom Pembukuan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Barat.

Karena tidak dicantumkan riwayat akta jual-beli dan silsilah tanah pada kolom Penunjuk, kemungkinan lahan RSSW adalah bekas tanah partikelir yang telah dihapuskan kepemilikannya oleh UU No. 1 Tahun 1958. Penghapusan waktu itu menyebabkan tanah partikelir di seluruh Indonesia menjadi tanah negara.

Awalnya, Yayasan Sin Ming Hui membagi lahan di JL. Kiai Tapa (lokasi RSSW sekarang). Bagian pertama untuk yayasan sendiri yang berganti nama menjadi Perhimpunan Sosial Candra Naya (PSCN) dan bagian kedua untuk RS. Sumber Waras yang dulu bernama RS. Sin Ming Hui. Bagian lahan untuk yayasan bersertifikat hak milik dan RSSW hanya berstatus HGB. Karena tidak menaikkan status lahan untuk RSSW menjadi SHM, bagian tanahnya tetap dikuasai oleh negara.

Fotokopi sertifikat juga menjelaskan bahwa tanah seluas 36.410 meter persegi atau sekitar 3,6 hektar adalah tanah negara dan bukan milik YKSW. Masa berlaku yang tertera 20 tahun menandakan adanya perpanjangan pada tahun 1998. Hanya sertifikat hak milik (SHM) saja yang tidak memiliki batas waktu. Jenis hak atas tanah bukan pula hak pengelolaan karena YKSW tidak berbentuk BUMN, BUMD, PT. Persero, instansi pemerintah, badan atau lembaga pemerintah lainnya.

PP No. No. 40 Tahun 1996 Pasal 22 ayat 1, berbunyi

“Hak Guna Bangunan atas tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.” (terverifikasi pada gambar)

Pasal 23,

“Pemberian Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 didaftar dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan.” (terverifikasi)

Pasal 25,

(1) Hak Guna Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan untuk jangka waktu paling lama tiga puluh tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama dua puluh tahun. (terverifikasi)

(2) Sesudah jangka waktu Hak Guna Bangunan dan perpanjangannya sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1) berakhir, kepada bekas pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Bangunan di atas tanah yang sama.

Kata dapat berarti pemerintah mempunyai kewenangan supaya HGB diperbaharui, atau tidak.

Atas fakta-fakta tersebut, mengapa Pemprov DKI membeli lahan yang merupakan tanah negara? Masa perpanjangan HGB - YKSW pun segera habis tahun 2018 dan otomatis kembali kepada negara jika tidak diperbaharui. Pemerintah daerah setempat memiliki wewenang untuk menguasai dan mengelola tanah negara. Karena itu, membeli tanah yang memang menjadi hak negara dengan membayar sejumlah uang kepada pihak swasta adalah kekonyolan.

Dasar-dasar hukum bagi pemerintah daerah untuk menguasai dan mengelola tanah negara, antara lain:

a. Pasal 2 UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) yang merupakan aturan pelaksanaan pasal 33 ayat 3 UUD 1945;

b. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Keppres No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan;

c. Undang-undang Khusus Ibu Kota Negara dan otonomi daerah memberi kewenangan luas bagi Pemprov DKI beserta gubernur;

d. Peraturan Daerah.

Pada prinsipnya, tanah negara adalah semua tanah yang “belum di-hak-i” dengan hak-hak perorangan berdasarkan UUPA. Tanah yang sudah dimiliki oleh suatu badan/instansi Pemerintah, adalah tanah negara pula, tetapi sudah diberikan dan melekat hak atasnya sesuai ketentuan yang berlaku (Hak Pakai dan Hak Pengelolaan).

------------------***--------------------

Artikel lanjutan: "Beli Tanah Negara, KPK Panggil Ahok"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun