Mohon tunggu...
L H
L H Mohon Tunggu... profesional -

seorang ibu yang senang membaca & menulis ------------------ @ di Kompasiana ini TIDAK pernah pakai nick lain selain nama asli yg skg disingkat menjadi LH.----- di koki-detik pakai nick 'srikandi' \r\n\r\n----------------\r\nMy Website: \r\nhttp://www.liannyhendranata.com\r\n\r\n----------------\r\n\r\nmy twitter : \r\nhttp://twitter.com/#!/Lianny_LH\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Siapkah Jiwa Kita?

18 Maret 2012   14:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:52 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan lalu saya menghadiri pesta pernikahan ‘perak’ seorang sahabat, saya senang menyaksikan dan mendengar kembali bagaimana mereka mengucapkan, lebih tepatnya memperbaharui ‘janji pernikahan’ yang pernah diucapkan 25 tahun lalu. Ketika pendeta bertanya pada mereka: bersediakah kalian untuk saling, mengasihi dan saling menghormati sepanjang hidup?Kedua mempelai tersebut menjawab serentak: “Ya, sayabersedia”

Pasangan mempelai yang sekarang sudah tidak muda lagi, bahkan pengapitnya adalah anak dan

Mantu. Menyatakan kembali sumpah setia mereka, Didahuli dengan pernyataan Suami:

Saya, memilih engkaumenjadi istri saya. Saya berjanjiuntuk setia mengabdikan diri kepadamu dalam

suka dan malang, di waktu sehat dan sakit. Saya mau mengasihi dan menghormati engkau sepanjang

hidup saya. Dilanjutkan dengan pernyataan istri: Saya, memilih engkaumenjadi

suami saya. Saya berjanji untuk setia mengabdikan diri kepadamu dalam suka dan malang, di

waktu sehat dan sakit. Saya mau mengasihi dan menghormati engkau sepanjang hidup saya.

Berhubung saya datang terlambat, hadir ketika upacara sudah dimulai, sehingga saya duduk dibangku paling belakang, dimana para anak muda berkumpul, tiba-tiba seorang dari mereka berkata: ”saya heran, bagaimana bisa kita berjanji setia, hidup selamanya dengan seseorang saja?”

Temannya menimpali, ‘ya, karena kamu mata keranjang!, jadi tidak mungkin setia dengan seorang saja’ Seorang pemuda lainnya menambah suara dengan mengatakan: “pikiran dan perasaan manusia itu berubah-berubah, jadi jangan berani bersumpah setialah, karena jika nanti memang ada masalah yang membuat kita harus berpaling, kita tidak merasa dosa, karena melanggar sumpah sendiri”

Komentar tiga anak muda tersebut terhadap sebuah ‘janji pernikahan’ membuat kita tersadar, apakah hal yang mereka katakan, bisa terjadi pada kehidupan rumah tangga kita?, bagaimana jika pasangan kita tidak bisa memberi keturunan, bagaimana ketika pasangan kita kecelakaan dan cacat fisik seumur hidup, bagaimana jika pasangan kita meninggalkan kita karena dia bosan hidup dengan kita?, semua ini adalah pertanyaan dan pertanyaan yang sulit dijawab, yaitu siapkah jiwa kita menerima kenyataan yang terjadi?

Pernikahan adalah bersatunya dua manusia dalam ikatan hidup bersama membangun keluarga. Negara kita menetapkan peraturan ‘pernikahan’ di sahkan oleh agama juga di sahkan oleh pemerintah, maka pasangan yang akan menikah, harus sudah melalui proses persetujuan dalam komunitas agamanya, baru disahkan oleh pemerintah, sehingga mendapat ‘surat nikah’ yang dikeluarkan oleh catatan sipil dari lembaga pemerintahan setempat. Hal ini berguna untuk membuat akte lahir anak-anak mereka, dan selanjutnya digunakan untuk pengurusan surat-surat yang membutuhkan kesahan indentitas seseorang.

Demi kesahan suatu pernikahan dalam agama Nasarani, seorang pria dan seorang wanita harus mengutarakan niat dan persetujuan-bebas (persetujuan tanpa paksaan) masing-masing untuk saling memberi diri seutuhnya, tanpa memerkecualikan apapun dari hak-milik esensial dan maksud-maksud perkawinan. Mengutip ayat Alkitab tentang kesahan pernikahan yang berbunyi: ”Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”.

Kembali pada pernyataan tiga pemuda diatas, ‘bagaimana kita bisa tetap mencintai dan mengasihi pasangan kita, ketika tubuhnya sudah tidak elok dipandang lagi, bagaimana kita bisa tetap mencintainya ketika pasangan kita harus dirawat, dibersihkan dan dipapah setiap saat’

Istri yang menggendong suaminya selama 17 tahun

Sebuah kisah yang membuat mata saya terbelalak, ternyata nasib saya jauh lebih baik, keadaan suami saya tidak membuat saya harus mengendongnya seperti seorang istri dalam kisah ini. Saya masih mendorongnya memakai kursi roda dan mengantarnya dengan bantuan mobil.

Tetapi istridalam cerita ini, mengendong suaminya selama 17 tahun. Bayangkan! Sebuah kisah cinta yang luar biasa. Cerita ini saya kutip dari artikel yang ditayangkan di http://kebajikanalamkehidupan.blogspot.com

Seorang istri berjuang membantu suaminya seorang guru yang lumpuh dengan cara menggendong menuju tempat mengajar selama lebih dari 17 tahun.Du Chanyun adalah seorang guru di kampung Dakou kota Liushan, tepatnya di pedalaman pegunungan Tuniu.Merupakan seorang guru tumpuan harapan dari 500 Kepala Keluarga yang tersebar di kampung Dakou.

Tahun 1981, Chanyun memutuskan menjadi seorang guru SD. Pria asal kampung Nancao, Provinsi Henan ini adalah seorang guru yang gigih. Selama sepuluh tahun, setiap bulan dia hanya memperoleh gaji guru sebesar 6.5 Yuan Renmibi (sekitar Rp. 7.000). Suatu hari, di tahun 1990, bencana datang menimpanya, dia sakit dan lumpuh.

Istrinya, Li Zhengjie merasakan isi hati sang suami, kebahagiaannya adalah mengajar murid-muridnya. Hidupnya adalah emnajdi guru. Li sang istri mengatakan, “Kamu jangan kuatir, jika kamu tidak bisa jalan, saya akan menggendongmu” demikian ujar perempuan dari kampung yang buta huruf ini. Sejak saat itu setiap hari, ia harus menggendong suaminya dari rumah sampai sekolah yang jaraknya 6 mil.Sejak 1 September 1990 Li Zhengjie sepanjang jalan, harus meraba, merangkak jatuh bangun sampai tiba di sekolah, karena jalanan pegunungan yang beliku dan berbatu.

Sang Suami Menggugat Cerai

Pada tahun 1993, Du Chanyun memulai rencana buruk agar sang istri meninggalkannya.Ia tak ini sang istri menderita. Untuk mencapai tujuan ini, dia mengubah karakternya, sengaja ia mencari gara-gara untuk bertengkar. Du Chanyun, mulai memakinya. Tentu saja Li Zhengjie merasa tertekan. Setelah 2 kali ribut besar, mereka sungguh-sungguh akan bercerai.

Di hari perceraian yang ditunggu, Li Zhengjie menggendong suaminya. Semua orang sangat mengenal sepasang suami-istri yang dikenal akrab ini. Begitu melihat tampang keduanya, semua orang bersorak gembira. “Saya tidak pernah melihat seorang istri menggendong suaminya kelurahan untukminta cerai, sekarang kalian pulang saja” ujar pihak kelurahan. Setelah keributan minta perceraian tenang kembali, Li Zhengjie hanya mengucapkan sepatah kata pada suaminya. “Saya juga akan menggendong kamu sampai tua.”

1332081982150807227
1332081982150807227

Kisah kesetiaan seorang suami, dimiliki oleh seorang perempuan berusia 26 tahun bernama Nguyen Thi Phuong, wajahnya mengalami proses penuaan dengan timbulnya keriput di wajah hanya dalam waktu sebulan saja. Media lokal menyebutkan, wajah perempuan itu kini seperti seorang nenek-nenek,Rumah sakit di Kota Ho Chi Minh telah menyatakan siap membantu untuk menyelidiki dan membuat penelitian, mengapa hal ini terjadi. Nah disaat seperti inilah pasangan diharapkan menjadi sahabat setia, membantu pasangannya melewati hari-hari sulit. Tuyen sang suami demikian setia merawat istrinya yang mendadak menjadi perempuan renta seusia 70 tahun, dia menyuapi, membantu mandi dan memakaikan pakaian pada istrinya, tidak pernah suami itu mengeluh apalagi berniat meninggalkan istrinya.

Dua kisah diatas menggambarkan bagaimana pasangan tetap menyayangi dan mengasihi seperti ‘janji pernikahan’ yang diucapkan pada sakramen pernikahan. Kita akan tetap setia dikalla susah dan dikalla senang. Juga ketika beruntung atau kemalangan!

Seorang kolega bercerita dengan ringan seolah tidak ada beban sedikitpun dengan apa yang dia alami, sebagai seorang lelaki berusia empat puluh tahun, dimana libido sedang berada dalam puncak gairah. Dia harus melupakan ritual hubungan seks dengan istrinya, sang istri menderita kanker mulut rahim yang tidak memungkinkan untuk melakukan hubungan intim, Menurutnya, jika kita mencintai seseorang, keintiman dan kemesraan, tidaklah selalu harus diperlihatkan dengan melakukan penyatuan dua alat kelamin. Tetapi kasih sayang yang diungkapkan dengan saling memerhatikan, dan memberi dukungan, membelai dan mengucapkan kata-kata sayang yang tulus, akan terasa lebih intim dari sekedar hubungan seks. Bisa menjadi kekasih sekaligus sahabat, akan menghasilkan sebuah ikatan ‘soulmate’ yang nyata.

Kita mungkin miris dengan banyak kejadian, dimana istri diceraikan hanya karena dianggap mandul, tidak bisa memberi keturunan, atau suami ditinggalkan karena impoten dan cacat fisik, bahkan banyak cerita istri pergi dengan lelaki lain, ketika usaha suami mengalami kebangkrutan.

Jika kita mampu meninggalkan pasangan kita ketika dia, membutuhkan teman hidup yang bersedia menemani hari-hari sulitnya, Pernahkah kita bertanya: “bagaimana jika kita yang ada di posisinya?”, pasti yang dirasakan, betapa sedih dan kecewa atas perlakuan pasangan kita, dan ingat ‘Hukum Tabur Tuai’ akan selalu berlaku, petani tahu sekali, jika dia menanam bibit jagung, maka akan panen jagung. Jika dia menanam rumput maka akan mendapatkan rumput. Demikian juga halnya dengan perbuatan kita. Mari sayangi pasangan kita, rawat dan temanilah ketika dia butuh bantuan, karena begitulah janji pernikahan yang kita ucapkan bersama.

salam bahagia untuk semua,

1332082452279078183
1332082452279078183

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun