Mohon tunggu...
L H
L H Mohon Tunggu... profesional -

seorang ibu yang senang membaca & menulis ------------------ @ di Kompasiana ini TIDAK pernah pakai nick lain selain nama asli yg skg disingkat menjadi LH.----- di koki-detik pakai nick 'srikandi' \r\n\r\n----------------\r\nMy Website: \r\nhttp://www.liannyhendranata.com\r\n\r\n----------------\r\n\r\nmy twitter : \r\nhttp://twitter.com/#!/Lianny_LH\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Impoten, Sinyal Awal Ketidakharmonisan Batin

24 Januari 2012   11:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:30 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1372907428362521944

Saat ini hal yang lumrah jika kita melihat pasangan suami istri hidup serumah dibawah satu atap, tetapi secara kejiwaan mereka sudah lama hidup terpisah. Apa yang dimaksud terpisah secara kejiwaan?, fisik mereka mungkin masih bersama, tetapi semua kegiatan kejiwaan sudah berjalan masing-masing. Dimulai dari aktivitas berelasi dalam kontek pergaulan, dalam kontek kekeluargaan, sampai dalam kontek kebersamaan dengan putra-putrinya. Jika kita bertanya, apakah hidup dengan keterpisahan jiwa ini membuat bahagia? Jawaban untuk hal ini, tentu sangat individual sekali, masing-masing orang punya tolok ukuran sendiri-sendiri tentang arti bahagia. Sebagai hal yang umum jika kita mendifinisikan arti kebahagiaan itu adalah, jika masing-masing pihak tidak dalam kondisi tersakiti hatinya. Jika masing-masing pihak merasa dihargai, jika masing-masing pihak mempunyai privasi untuk aktivitas hidupnya. Jika jiwa kita sebagai pasangan sudah terpisah segala aktivitasnya, kenapa kita masih menahan diri untuk sama-sama tinggal dalam satu rumah dengan status pasangan nikah?. Jaman mungkin sudah modern, tetapi image untuk satu pernikahan masih dalam kultur budaya yang mengatakan 'pernikahan yang bahagia, adalah bersatunya dua insan dalam satu ikatan' Banyak pasangan yang mempertahan status pernikahannya demi penilaian mata masyarakat luas. Sebagai pasangan nikah, kita bisa mendifinisikan apa yang kita anut untuk sebuah lembaga bernama pernikahan ini? Seseorang yang menghargai pernikahannya, ketika dia dalam kondisi 'menduakan' hatinya, bisa saja karena terjebak kejenuhan dengan runitas kehidupan bersama pasangan, atau ada masalah yang sedang berkecamuk dalam interaksi bersama pasangannya. Tetapi jika dia tetap menghargai pernikahan tersebut, maka tidak ada keinginan untuk bercerai, seandainya terjadi perselingkuhanpun sifatnya hanya 'pelarian' sementara. Berbeda dengan orang yang sudah tidak ingin kebersamaan dalam ikatan pernikahan, sehingga segala aktivitas terpisah secara kejiwaan dengan pasangan nikahnya, bertujuan untuk berpsiah secara hukum terhadap ikatan pernikahan tersebut. Pernikahan modern berbeda azas dengan pernikahan tradisional, banyak pasangan terjebak ditengahnya dan menjadi frustasi dengan kondisinya. Pernikahan modern berazaskan kepercayaan dan saling memberi, sementara pernikahan tradisional berazaskan toleransi dan tuntutan. Pada pola pernikahan jaman modern ini, pasangan dituntut untuk mempunyai kepercayaan yang tinggi satu dengan lainnya, termasuk didalamnya adalah 'kesetiaan', dalam pergaulan yang demikian 'bebas', dan saling memberi termasuk didalamnya memberi bantuan (menyelesaikan pekerjaan rumah tangga) bukan saja meminta kewajiban dari istri untuk kodratnya sebagai perempuan. Sedangkan pola pernikahan tradisional adalah, memberi toleransi sebesar-besarnya pada pasangan termasuk keinginan suami mempunyai para 'selir' dan memenuhi tuntutan pasangan untuk sama-sama menjalankan kodratnya, lelaki sebagai kepala rumah tangga dan bertindak sebagai pemberi nafkah. Sementara istri sebagai pengurus rumah tangga, dan tunduk atas semua kemauan/peraturan sang kepala rumah tangga. [caption id="attachment_252834" align="aligncenter" width="300" caption="foto dari blog Tomy Lapalio"][/caption] Krisis ekonomi Tidak sedikit konflik pasangan menikah karena masalah ekonomi. Istri bergaji lebih besar dari suami, dan secara kejiwaan suami merasa 'kalah' dan akhirnya memunculkan ekspresi diri dengan mempunyai hubungan dengan perempuan lain, sebagai pelarian dari ego keingingan (rasa) dibutuhkan. Pelarian kejiwaan seperti ini berdampak sangat fatal terhadap sebuah ikatan pernikahan, bukan saja termasuk masalah ekonomi, tetapi sudah masuk pada masalah krisis kejiwaan, rasa rendah diri yang diperangi secara salah.

Keadaan tidak nyaman, dalam kebersamaan dalam iktan pernikahan, membuat keterpisahan dalam kejiwaan. Fisik masih hidup satu atap, tetapi jiwa sudah beraktivitas sendiri-sendiri. Konflik mulai muncul dalam pernikahan. Pasangan menikah merasa perceraian menjadi solusi masalah mereka. Namun mereka bimbang dengan keadaannya. Akhirnya, pasangan tinggal terpisah secara fisik, terpisah secara kejiwaan namun masih memiliki status suami-istri. Hubungan seks sering kali dianggap madu dan racun dalam pernikahan, kebahagiaan aktivitas seks bersama pasangan mampu meredam segala ketidak selarasan dalam interaksi reaksi hubungan, tetapi hubungan seks menjadi racun dalam pernikahan, jika dilakukan bersama orang diluar pasangan. "Bila hubungan kejiwaan Anda dengan pasangan tidak harmonis, kondisi impotensi mungkin isyarat dini yang diberikan tubuh untuk mengatakan bahwa di antara Anda ada masalah pelik yang harus diselesaikan," demikian Herb Goldberg, psikolog klinis mengatakannya dalam buku The Inner Male. Lebih jauh Golderg memberi nasihatnya pada kaum lelaki, Yang terpenting adalah jangan menganggap impotensi sesaat yang dialami itu, merupakan masalah permanen dan menimbulkan kecemasan akan terjadi lagi. Hal yang terbaik untuk dilakukan jika seorang pria mengalami episode impotensi adalah menganggapnya sebagai sesuatu yang bisa terjadi sekali-sekali pada semua pria dan tetap berharap dapat berhasil di lain waktu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun