Mohon tunggu...
Kyota Hamzah
Kyota Hamzah Mohon Tunggu... Freelancer - penikmat sejarah yang kebetulan menulis

Penulis puisi, cerita sejarah dan hal-hal menarik soal sejarah. Kadang menulis fenomena yang terjadi di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tuhan Juga Bosan

18 Agustus 2019   16:41 Diperbarui: 18 Agustus 2019   17:34 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Terkadang kita lebih mudah menghukum daripada merenung. Di era yang serba canggih ini, ada sesuatu yang mulai hilang seiring perjalanan waktu. Sesuatu yang sebenarnya penting tetapi dianggap tidak penting lagi karena akal dan birahi berkoalisi menjadi pemilik ragawi. Sesuatu itu adalah hati nurani yang dianggap basi dalam menjadikan manusia khalifah salah jalan, yang harusnya menjaga alam dan seisinya, malah memperkosanya dengan alasan semua miliknya.

Andai semua manusia berpikiran demikian, alangkah pusingnya Tuhan melihat tingkah pola (yang katanya) hambanya. Disuruh menjaga malah merusak, disurusuh taat malah sesat. Bila khilaf masih ada toleransi dari-Nya karena mereka lupa, namun bila sudah lupa cari teman buat sama-sama lupa itu baru kurang ajar. Maka benar bila sebenarnya setan itu ada dua jenis, setan yang kasat mata seperti bangsa Jin juga setan yang nyata seperti kita ini. Karena hakikatnya setan adalah sifat bukan makhluk, jadi kita dan Jin itu sama saja.

Secara tidak sadar, kita men"setan"kan orang lain yang tidak sama dengan kita dan menganggap diri kita lebih mulia karena "merasa" dekat dengan sang kuasa menggunakan perintah "khalifah" yang selalu diucap berulang kali. Padahal khalifah itu tidak selamanya bermakna pemimpin, tetapi memiliki makna lain berupa "mengikuti" sebagaimana mereka yang terdahulu. Mengikuti takdir Ilahi agar jalan hidupnya berarti baik baginya maupun anak turunnya.

Maka akan aneh bin ajaib bila kita merasa sebagai pemilik Alam. Lah Wong "Dapurane" (Rupa/model/wajah) kita ini sebenarnya abdi tetapi merasa sebagai raja. Belum lagi gagal paham dalam memahami perintah Tuhan sebagai alat pencari pembenaran bukan sebagai pencari kebenaran. Apa-apa yang dianggap enak diembat, apa-apa yang tidak enak diinjak-injak.

Maka tidak heran bila orang-orang jadi antipati daripada simpati. Mencari kegiatan lain yang yang tidak berhubungan dengan agama. Padahal tidak ada yang salah dari agama, hanya kesalahan penganutnya yang membuatnya salah tangkap memaknai perintah Tuhannya. Apapun yang berlebihan itu tidak baik dan kekurangan pun juga tidak baik. Mungkin bila Tuhan melihat kita akan bosan dan geleng-geleng kepala. "Kok bisa hambaku jadi begini bebalnya."

Tuhan juga bisa bosan melihatmu yang tak kunjung paham. Tuhan juga bosan melihatmu yang sok dekat padahal bejat. Tuhan bosan dengan segala tingkah lakumu yang selalu meminta tetapi tidak mau memberi, baik perkataan maupun perbuatan. Tuhan jengah dengan sikapmu yang mengatasnamakan dirinya tetapi kenyataannya lebih mirip utusan setan. Bahkan setan jauh lebih sopan dari pada dirimu maupun diriku.

Tetapi, ada kalanya Tuhan tidak bosan terhadap orang-orang yang mau mengakui kebejatan dan kesesatannya. Tuhan tidak bosan mendengarkan kata maaf sang pendosa dibanding sang pendoa yang terlena dalam ritualnya. Tuhan tidak bosan melihatmu yang mau berusaha berubah tanpa mengubah orang lain mengikutimu, sebab orang akan mengikuti karena akhlak langsung bukan koar semu.

Jadi, akhlak, ilmu dan moral itu penting dalam memahami firman ilahi yang tersebar di bumi ini. Akhlak itu perbuatan langsung, ilmu itu perenungan langsung, dan moral itu prilaku yang langsung. Bila ketiganya dimutilasi maka apa yang kita kerjakan tidak berarti. Orang merasa terpanggil karena melihat langsung kebaikan, kalau hanya kata-kata terkadang kurang melekat, apalagi kata-kata yang penuh dengan narasi kebencian malah kabur orang-orang.

Sehingga tugas kita adalah menjadi khalifah yang sejatinya khalifah. Pemimpin yang "ngikuti" laku para pendahulu. Mengabdi dengan rahmat bukan mengatasnamakan rahmat. Agama itu mengajarkan kebaikan pada penganutnya apapun agamanya, soalnya kebenaran a tergantung penganutnya juga. Sebab aslinya kita ada di dunia untuk mencari berkah bukan untuk mencela. Yang menulis ini belum tentu baik, tetapi mari kita cari kebaikan bersama dengan kasih sayang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun