Mohon tunggu...
Kakthir Putu Sali
Kakthir Putu Sali Mohon Tunggu... Administrasi - Pecinta Literasi

Merindu Rembulan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Segelas Kopi Diseduh 3 Kali

19 September 2017   23:41 Diperbarui: 19 September 2017   23:57 2184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebenarnya ini kisah pengalaman yang memilukan pernah terjadi pada saat mengikuti sebuah perkemahan tinggal nasional tepatnya di Buper Wiladatika Cibubur setahun yang lalu, sebagai peserta perkemahan tentunya tidak sebebas menjadi panitia seperri yang sering saya lakukan pada saat di daerah sendiri, di event nasional peserta di kukung oleh sebuah peraturan perkemahan yang maha ketat, dimana bila jam malam tiba tepatnya pukul 22.00, semua Pengamanan Perkemahan bergerak menyisir blok demi blok area perkemahan, juga ada unsur pemerintahan di setiap area perkamahan, persis seperri di daerah dari mulai Bupati, Camat, Lurah, RW sampai RT perkemahan, yang tujuan pembentukannya untuk mengatur jalanya perkemahan di areanya.

Namanya kegiatan perkemahan tentu banyak hal yang harus di laksanakan, apalagi sebagai peserta, wajib hukumnya mengikuti semua rangkaian acara yang sudah terjadwalkan di masing-masing Kelurahan, bayangkan seringkali kegiatan di mulai dari Pukul 04.00 sampai datang jam malam tiba pukul 22.00, tentu saja rasa lelah dan tentunya kaki terasa berat untuk melangkah, belum lagi sesuatu hal yang hatus dilaksanakan, yaitu ada saja tugas di.luar jadwal kegiatan,.seperti membuat laporan kegiatan yang siang dilakukan dalam bentuk makalah, sudah gitu harus di tulis tangan pula, cukup menyiksa kan ikut Pramuka... Hehehe... Tapi yaa namanya juga peaerta yang dapat mandat dari daerah tentu saja harus melaksanakan mandat tersebut dengan sebaik-baiknya.

Maka akhirnya, dalam tenda pun saya mengerjakan tugas makalah yang harus tulis tangan tersebut, walaupun hingga terkantuk-terkantuk tetap di kerjakan juga, belum lagi cuaca yang tidak bersahabat, tiap malam selalu hujan, bikin becek depan tenda dan tentu saja malas tuk keluar walau diam-diam.

Untuk mengusir rasa ngantuk dan menemani malam hingga pembuatan makalah selesai tentu saja solusinya membuat kopi panas, tapi karena kemahnya kekinian maka tidak harus nyalain api di dapur dengan bakar kayu segala, kebetulan panitianya ngijinin aliran listrik masuk tenda, jadi disamping buat penerangan tenda saat malam, juga di mamfaatkan buat masak nasi, mie instan termasuk juga rebus air buat bikin kopi, semua serba listrik yang sudah di bawah dari rumah, praktis dan kekinian banget yaa kemah jaman sekarang, kebetulan tempat kemahnya kan bukan di hutan.

Alhamdulilahnya di tenda dapur ada satu sachet kopi hitam, setelah air masak dari teko yang sudah di aliri listrik, di tuangkanlah airnya ke dalam gelas kecil yang sudah saya bawa dari rumah khusus buat kopi, sungguh luar biasa aromanya yang di hembuskan dari segelas kopi, sembari mengerjakan makalah sesekali menyripit perlahan kopi dalam gelas itu, serasa mata membawanya terbang tinggi bersama makalah-makalah...... hahahaha lebay.

Namun karena cuaca sedari sore rintik hujan, tak terasa kopi cepat sekali dingin, karena dingin maka saya habisi saja air kopi tersebut dan hanya menyisakan ampas.hitam di dasar gelas putih, dan tangan pun kembali menulis lagi sampai menguap rasa kantuk datang, sementara makalah belum.juga usai di.kerjakan.

Untuk.mengusir ngantuk tentu saja harus seduh kopi kembali, karena memang kopi sudah tak ada lagi, maka akhirnya sisa ampas kopi dalam gelas saya taburkan gula pasir satu setengah sendok makan, maka air kopi yang mulai.berkurang aroma kopinya siap di hidangkan menemaniku membuat makalah.

Seperti biasa sambil nulis sambil nyripit kopi pelan-pelan biar kesanya merasakan enaknya minum kopi walau sudah tak hitam pekat lagi.

Tepatnya pukul 23.30, malam itu hujan agak besar sekali, bahkan sesekali petir terdengar deket sekali, suaranya menggelegar hingga mengkagetkan seisi tenda, termasuk segelas kopi juga, karena kaget ada air masuk bawah tenda, sayapun mencoba bangun, tapi bangunya saya kakinya mengenai segelas kopi, terang saja kopinya tumpah, namun karena refleknya tangan, segelas kopi dapat terselamatkan walau sudah tumpah di alas tenda setengahnya.

Mengingat tugas yang tak.kunjung usai, setelah hujan redah kembali saya ke dapur lagi buat masak air, tentu saja buat nyeduh kopi yang sisaan tumpah, maka dengan sesendok gula kembali kopi tercipta dengan adukan tangan yang sudah mulai lelah.

Hampir jam 00.45 makalah baru saja usai berlembar-lembar, sementara segelas kopi masih setengah belum di.minum padahal sudah dingin, karena tak ada lagi yang di minum di tenda itu, maka dihabiskanlah kopi tersebut, dan pada saat bibir gelas mau menyentuh mulut, baru sadar kalau sedari tadi kopi yang saya minum.ini sudah tak lagi hitam walau masih ada rasa manis-manisnya gitu, warnanya sudah mendekati bening mengingat sudah di seduh tiga kali, belum lagi ampas kopinyang tumpahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun