Entah kapan pembagian wilayah itu resmi digunakan sejarah tidak mencatatnya dengan pasti. Pembagian ini lebih banyak disebabkan banyak penduduk penganut agama tertentu yang tinggal di daerah tersebut.
Tidak berlaku mutlak. Artinya setiap penduduk bisa tetap berinteraksi sosial dan beribadah di wilayah-wilayah tersebut bila kebetulan tempat ibadahnya terletak di wilayah yang ditetapkan bukan untuk mereka.
Penguasa pendudukan wilayah Palestina saat ini tidak banyak memperhatikan wilayah muslim di kota tua Jerusalem. Bila kita menyusuri semua bagian kota tua maka secara nyata bisa kita lihat kondisinya. ilayah Muslim adalah wilayah yang nyaris tak terjamah pembangunan, hanya inisiatif penduduknya yang menyebabkan mereka mampu terus bertahan dalam kondisi seadanya.
Kondisi inilah yang kami lihat saat menyusuri jalan dari Gerbang Herodes hingga ke pintu masuk menuju Masjid Al Aqsha dekat Gerbang Singa (Lion Gate). Malam dini hari  masih menunjuk pukul 03.30. Masih 45 menit lagi jelang azan subuh, saat rombongan jamaah tiba di pertigaan jalan yang menghubungkan dengan sebuah jalan agak besar.
Di sebelah kanan mengarah jalan Via Delarosa dan sebelah kiri mengarah Gerbang Lion, jalan terdekat ke salah satu pintu msuk kompleks Masjidil Aqsha.
Seorang lelaki arab tua berbalut mantal hitam berbentuk hoodie berpapasan dengan kami. Tangan kanannya diangkat seraya mengucap salam, "Assalamualaikum" dalam logat bahasa Arabnya. Serentak kami balas salamnya, "Waalaikumussalam wr wb". Terlihat senyumnya mengembang walau hanya terlihat sekilas di tengah temaram
"Indonesia ?" tanyanya sambil terus berjalan perlahan. "Yes" jawab kami singkat. "Ahlan wasahlan" sambungnya Kami pun beriringan jalan menuju pintu masuk kompleks Masjid Al Aqsha. Tanpa percapan lagi.
Lelaki tua Arab itu penduduk asli kota tua Jerusalem. Dia mengenali banyak profil turis yang sering datang di kota tuanya. Yang punya niat sama untuk sholat Tahajud dan subuh di masjid yang awalnya dibangun oleh Khalifah Umar Ibnu Khatab Ra, setelah menaklukkan kota Jerusalem.
Jalannya sedikit menurun. Lebar jalannya masih bisa dilalui sebuah mobil. Bangunan di kiri kanan jalan seakan menghimpit jalan tersebut membentuk sebuah lorong terbuka. Ini menjadi salah satu ciri khas kota tua Jerusalem.
Kami menuruni jalan dalam satu iringan. Berjarak seratus meter dari pertigaan kami mengambil arah ke kanan. Dihadapan kami terlihat sebuah gerbang besi hijau masih tertutup rapat. Di depannya ada sebuah Pos Penjagaan Sang Penguasa Negeri Beberapa Polisi ber-rompi dan senjata berdiri, sebagian duduk sambil terus mengamati.
Ada 3 atau 4 polisi yang berjaga hari ini. Dalam kondisi tertentu, kondisi yang dianggap rawan tentu, jumlaah mereka lebih dari itu. Bisa sampai 7. Beberapa orang penduduk asli tampak antri tak beraturan menunggu. Menunggu waktu, sang penguasa membuka pintu.Â