Boleh jadi November 2016 di Indonesia merpakan bulan yang bersejarah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak hanya ada hari Pahlawan 10 November,  tapi ada juga hari yang sangat  "panas" yakni Jumat, 4 November 2016. Hari itu menjadi bersejarah bagi kaum muslimin Indonesia, karena jutaan kaum muslimin berkumpul dan meneriakkan kalimat yang tajam dan pedas kepada penista Al-Quran, Ahok.Â
Surat Al-Maidah 51 pun  meroket dan membuat banyak orang untuk membaca makna yang terkandung dalam Al-Quran  itu.  Nama Ahok sangat melambung tinggi di jagat raya ini, bahkan mengalahkan pemilihan presiden Amerika, karena tidak hanya Indonesia yang melakukan demo, tapi juga kaum muslimin di negara lain. Ahok telah menjadi magnet yang mampu menyihir kaum muslimin untuk bersatu dan menerikkan kata "Penjarakan Ahok, penista agama".
Suasana gaduh sangat terasa, terlebih selesai demo, Presiden Jokowi bergerak cepat melakukan konsolidasi untuk melakukan koordinasi dengan ulama dan pimpinan ormas Islam. Dia sengaja mengundang mereka ke Istana, untuk sekedar minta masukan dalam menghadapi situasi dan kondisi yang semakin terasa panas membara.Â
Terlebih lagi setelah ada tayangan LIVE di TV One yang menghadirkan pejabat, tokoh masyarakat dan ulama. Â Suasana bukannya dingin dan sejuk, tetapi malah terbalik dan kontradiktif, penangkapan aktivis HMI yang diduga mendalangi kerusuhan pada saat demo berlangsung, demikian pula Buni Yani yang dipanggil polisi karena dianggap telah menyebarkan video Ahok saat menistakan ayat suci Al-Quran.
Kaum muslimin terutama FPI dan beberapa ormas Islam, mulai melihat ada yang tidak beres di tubuh pemerintahan dan Polri, terutama keterlambatan dalam menentukan status tersangka bagi Ahok, dan mulai terlihat ada kecurigaan yang dilakukan pemerintah dalam menangani status Ahok ini. Kesan itu terlihat, Ahok hanya dipanggil dan pulang kembali setelah diperiksa kepolisian. Dia diminta keterangan terkait ucapan yang telah menimbulkan kegaduhan.Â