Mohon tunggu...
Eni Kus
Eni Kus Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

suka menari bali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ramadan, Momentum Rekonsiliasi

10 Mei 2019   19:10 Diperbarui: 10 Mei 2019   19:22 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita telah menyelesaikan pekerjaan rumah (PR) demokrasi yaitu Pemilihan Umum (Pemilu) yang mencakup Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) pada bulan April lalu. Banyak yang menilai bahwa pemilu itu sukses meski dalam pelaksanaan secara teknis, banyak hal yang harus diperbaiki.

Bagaimanapun banyak yang menilai bahwa pesta demokrasi kali ini cukup berat bagi bangsa kita karena punya kecenderungan membelah bangsa hanya karena pilihan politik. Kecenderungan itu karena beberapa pihak melibatkan agama dalam kampanye salah satu paslon. Sehingga banyak orang membelanya dengan emosional dan sulit untuk menerima kenyataan.

Padahal sebenarnya yang kita hadapi adalah kontestasi politik lima tahunan. Sifatnya temporer dan politik saja . Partisipasi politik itu menyangkut kewajiban  kita sebagai warga negara dan aspirasi kita dalam menentukan siapa yang paling kita ingini memimpin negara dalam 5 tahun mendatang.

Karena bersifat konteks kewajiban politik dan dialektika kepemimpinan negara yang juga bergantung pada banyak komponen lainnya seperti DPR, pemerintahan untuk mencapai cita-cita bangsa kita seperti adil makmur dan berkeadilan sosial, maka Pemilu seharusnya tidak terlalu melibatkan keseluruhan prespektif hidup kita.

Artinya Pemilu tidak perlu sampai membuat kita putus silaturahmi dengan tetangga atau kerabat yang berbeda pilihan.  Kita harus sadar relasi politik tidak seintens relasi sosial. Artinya relasi sosial jauh lebih penting ketimbang kepentingan --kepentingan yang menyangkut Pemilu. Jika kita sakit apakah yang akan menjenguk Presiden Republik Indonesia ? Jika kita berkesusahan karena ekonomi apakah ketua DPR dari partai yang kita suka akan turun tangan mentransfer sejumlah uang. Tentu tidak bukan ?

Karena itu sebenarnya kita harus sadar bahwa relasi sosial yang kita bangun itu seharusnya kita pupuk kuat dan tidak terpengaruh oleh berbagai hal menyangkut politik termasuk Pemilu.

Karena itu, Ramadan dan puasa yang kita jalani ini bisa menjadi momentum untuk mengoreksi apa yang sudah berlalu termasuk perbedaan pendapat soal politik yang merembet pada relasi sosial. Karena bagaimanapun relasi sosial adalah pondasi utama kita sebagai warga negara. Ramadan menjadi momentum rekonsiliasi kita dengan pihak lain yang sebeumnya bersitegang atau tidak satu padu.

Relasi sosial dan pemahaman terhadap keberagaman juga menjadi hal yang penting bagi kita untuk mewujudkan Indonesia yang damai, adil serta makmur.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun