Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jangan Menggantungkan Hidup Pada Negara, Karena Rezeki Tuhan Begitu Luas

27 Mei 2012   03:52 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:44 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya punya banyak teman yang kehidupan sehari-harinya didapatkan dari gajinnya sebagai abdi negara atau PNS. Ada yang sudah belasan tahun, dan dibawah sepuluh tahun. Saya juga sering menyaksikan orang-orang yang masih berbondong-bondong menginginkan dirinya menjadi seorang PNS. Bahkan dengan segala kesanggupannya untuk mengeluarkan uang puluhan juta agar bisa diterima.

Menjadi PNS di lingkungan pemerintahan, pegawai struktural di pemerintaha Kabupaten/Kota/Kecamatan/Kelurahan rata-rata memiliki beban kerja yang monoton, tak produktif dan cenderung asal masuk kerja aja. Tak ada indikator kinerja yang ditentukan. Tapi 80 persen dari mereka rata-rata hanya tersisa paling 20 persen saja dari gajinya setiap bulan, bahkan ada yang sampai habis hingga minus harus membayar ke bendahara gaji, karena mereka terjebak oleh pinjaman kredit yang biasanya didapatkan dari Bank Daerah dengan jumlah yang besar dan waktu yang lama. Nilainya bisa 75-150 juta dengan alokasi waktu hingga 10 tahun. Jika sudah tercicil setengah periode atau ada kenaikan gaji, "gaplehkeun" atau perpanjang lagi dengan nilai kredit yang lebih besar.

Mungkin benar mereka ada banyak kebutuhan seperti membangun rumah, beli kendaraan atau menyekolahkan anak. Tapi rata-rata kalau kita perhatikan, PNS itu melekat sekali budaya konsumtifnya. Dan pihak bank pemberi kredit dengan jaminan SK PNS itu berperan memperkokoh karakter dan gaya hidup pada PNS di lingkungan pemerintahan ini.

Lalu bagaimanakah mereka dapat bertahan hidup dengan gaji yang tersisa yang hanya sekitar 75 rb misalnya atau bahkan sudah minus itu? Jika mereka punya usaha sampingan mungkin akan membantu. Tapi jika hanya murni mengandalkan gaji, maka dapat dipastikan akan mengganggu kinerja dan konsentrasi bekerja mereka. Atau dalam bekerja mereka akan selalu berfikir tentang uang, tentang upah. Bagaimana agar apa yang dia kerjakan dapat menghasilkan uang, melayani masyarakat mengurus perizinan atau administrasi kependudukan lainnya dia berperan menjadi calo yang mempercepat proses tapi dengan imbalan. Istilahnya menggunakan philosofi " Selama bisa dipersulit kenapa harus di permudah?", oleh karenanya dengan fasihnya dia akan mengatakan pada masyarakat yang membutuhkan pelayanannya "Ada uang, Lancarrr..!"

Atau dia akan bermain dengan angka-angka dalam anggaran belanja pegawai di lingkungan kantornya, apakah dengan memainkan anggaran ATK, perjalanan dinas, anggaran makan minum, kongkalikong peyaluran bansos atau hibah hingga kerjasama dengan kalangan pengusaha untuk urusan pekerjaan proyek. Sehingga bisa utar-atur pemenang tender atau dalam hal penentuan proyek yang masuk kualifikasi Penunjukan Langsung, asal jelas saja fee dan setorannya.

Oleh karena itulah. Bagaimana kita menilai hidup dengan cara dan keadaan seperti itu. Menjalani hari dengan bertahan melalui praktek-praktek mendapatkan uang seperti itu. Mereka mungkin dipaksa oleh keadaan, karena gaji sudah habis. Tunjangan atau honor dibabat oleh pinjaman ke koperasi atau lembaga keuangan lainnya diluar Bank spesialis penerima SK PNS. Sehingga yang dibawa ke rumah, yang dimakan oleh anak dan istrinya, adalah uang-uang hasil "kreatifitas" nya di kantor. Yang entah bagaimana status kehalalannya.

Jadi kita harus merubah mindset kita dalam memandang dan menjalani kehidupan, merubah paradigma berfikir tentang rezeki. Bahwa seolah-olah menjadi PNS itu sebaik-baik pekerjaan dengan rezeki yang sudah pasti tiap bulan bahkan ada jaminan hari tua melalui pensiun. Seorang kawan yang hanya lulusan SD dan kini menjadi pengusaha sukses mengatakan " Jadi Pagawe Negri mah geus matok rezeki ka pangeran, da geus puguh per bulanna sakitu, kecuali mun rek bari korupsi". Jadi pegawai Negeri itu sudah mematok rezeki pada Tuhan, karena sudah jelas berapa gaji perbulannya, kecuali kalau mau sambil korupsi.

Saya tentu mengecualikan para PNS yang memiliki pendapatan lain semisal usaha di rumah atau punya wirausah lain yang dikelola oleh istri atau anaknya, dari pernyataan kawan saya tadi. Tapi berapakah dari mereka yang bisa seperti itu, saya kira tidak akan mencapai angka 10 persen dari total PNS yang ada. Terlebih sebagaimana pengakuan Meneg PAN tempo hari, bahwa hanya 5 % PNS yang benar-benar memiliki kualifikasi memadai dalam bekerjanya. Dalam arti memiliki keahlian dan kinerjanya yang baik.

Oleh karena itulah, bagi yang masih ingin keukeuh menjadi PNS, apalagi sampai nyogok puluhan juta, lebih baik uang itu dipakai untuk memancing rezeki Tuhan yang mungkin lebih besar darpada sekedar menjadi PNS. Yang memungkinkan kita memiliki  kebebasan diri dan kebebasan finansial untuk menikmati hidup. Sambil tak lupa tanamkan philosofi hidup, bahwa Addunya majra'atul Akhirat..Dunia itu ladangnya kehidupan akherat. Disini kita bisa menanam banyak pohon kebaikan yang kelak akan kita petik buahnya menjadi amal shaleh yang akan menyelamatkan hidup yang abadi.

Saya memiliki banyak data orang yang masih menjalani sebagai PNS ataupun yang sudah pensiun, di hari tuanya hidup memprihatinkan, mungkn bisa lain ceritanya kalau kemudian di bantu dengan anak-anaknya yang sudah pada sukses dan sholeh mau bantu orang tuanya. Dan saya juga punya banyak cerita orang yang hidup makmur dengan hanya menjadi pedagang Bubur Ayam, Nasi TO, ngurus ikan lele, hingga konveksi.

Menjadi PNS adalah pilihan, Menjadi pedagang juga pilihan, menjadi apapun adalah pilihan. Tapi jangan sekali-kali menggantungkan hidup pada negara apalagi dengan tak memperdulikan kebersihan dan kesuciannya, karena rezeki Tuhan begitu terhampar luasnya. Tinggal bagaimana kita bisa menjemputnya, sehingga menjadi rezeki yang barokah, yang bermanfaat, dan menjadi tabungan amal ibadah kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun