Mohon tunggu...
Kurniawan SYARIFUDDIN
Kurniawan SYARIFUDDIN Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Kebijakan Pertahanan dan Kerjasama Pertahanan Internasional

Pengamat kebijakan pertahanan dan kerjasama pertahanan internasional yang merupakan lulusan Universitas Pertahanan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kajian Buku: AH Nasution (1965) "Fundamentals of Guerrilla Warfare"

10 Mei 2021   09:00 Diperbarui: 10 Mei 2021   09:20 1457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perang gerilya akan digunakan apabila kekuatan sesuatu negara tidak dapat mempertahankan area dengan menggunakan kekuatan konvensional dan telah diduduki oleh musuh. Penggunaan dari perang gerilya akan semakin menurun, ketika suatu negara telah memiliki kekuatan yang mencukupi untuk mempertahankan negaranya, yang tentunya akan sulit dipenuhi dengan kondisi yang ada saat itu, oleh karena luasnya maupun kesulitan daerah yang harus dipertahankan. Perang gerilya lebih banyak akan menggunakan wilayah daratan, akan tetapi tidak berarti suatu negara yang menggunakannya tidak memperhatikan pengembangan maritim maupun udaranya.

Kondisi negara yang mengalami krisis politik-psikologis dan sosial-ekonomi, akan mengakibatkan terjadinya kekecewaan di tengah masyarakat sendiri yang kemudian akan mengakibatkan timbulknya perlawanan, yang akan menggunakan taktik perang gerilya. Walaupun berperang dengan saudara sebangsa akan mengakibatkan dampak yang sifatnya lebih permanen di masa mendatang, tetapi hal tersebut tidak bisa dihindari, sehingga upaya untuk melakukan anti-gerilya tidak bisa ditinggalkan dari penyiapan strategi pertahanan negara, atau penyiapan kekuatan angkatan bersenjatan. Bahwa untuk melakukan anti-gerilya, maka harus disiapakan tentara yang tidak terlalu besar, bersifat mobil dan terlatih dengan baik, terutama untuk dapat bertindak secara agresif, mobilitas tinggi dan fleksibel, yang juga merupakan kekuatan utama dari gerilya itu sendiri.

Dalam perang gerilya, terdapat dua model kekuatan, yaitu kekuatan garis pertama yang akan melakukan tindakan-tindakan ofensif, ataupun bersifat mobile dari suatu wilayah ke wilayah lainnya, serta kekuatan lini kedua yang bersifat bertahan dan memberikan gangguan-gangguan terhadap pasukan lawan. Pasukan garis pertaham harus dilatih, diperlengkapi dan juga dibekali dengan taktik-takti yang bersifat destruktif. Akan tetapi perang gerilya, bagi penulis adalah suatu perang yang pastinya terpaksa untuk dilakukan oleh suatu negara, oleh karena akan berlangsung lama dan melelahkan. Semakin rendah kualitas dari pasukan dan organisasinya, makan akan semakin lama perang gerilya akan berlangsung. Memiliki kawan dengan negara luar juga diperlukan, untuk memperoleh bantuan dukungan apabila terpaksa dilakukan perang gerilya. Sehingga membentuk aliansi, ataupun mencari kawan akan sangat membantu, selain menyiapkan pasukan reguler yang profesional untuk melaksanakan perang gerilya.

Oleh karena hal itu kemudian disampaikan bagaimana organisasi tentara suatu negara perlu dikembangkan untuk dapat mewadahi bagaimana perang gerilya dapat diselenggarakan dalam rangka pertahanan negara. Angkatan bersenjata perlu dibagi dalam dua bentuk organisasi yang berbeda, yang pertama adalah organisasi tentara reguler, yang sama dengan orgnasisai tentara kebanyakan, seperti terdiri dari berbagai kecabangan dan juga disusun dalam bentuk peleton, Kompi, Batalyon, sampai dengan Resimen dan Divisi. Sementara bentuk yang kedua adalah membentuk satuan komando teritorial, yang nantinya akan berfungsi sebagai satuan induk dari pasukan yang berasal dari rakyat yang dimobilisasi. Pasukan rakyat yang dimobilisasi dari satuan pemerintahan terkecil, yaitu pada tingkat kelurahan atau tingkat Desa.

Komando Teritorial inilah yang nantinya pada saat melaksanakan perang gerilya akan mengorganisir adanya pemerintahan gerilya sampai dengan tingkat kabupaten, agar pemerintahan maupun roda perekonomian masih dapat berjalan seperti lazimnya ketika situasi masih dalam keadaan normal. Organisasi ini juga akan menyelenggarakan pelatihan yang diperlukan bagi pasukan milisi rakyat yang dibentuk pada saat keadaan damai dan juga pada saat perang, sehingga pasukan gerilya akan tetap terlatih dan siap untuk digunakan pada waktunya. Pasukan rakyat ini hanya akan dipersenjatai pada saat melaksanakan pelatihan, ataupun ketika diaktifkan pada saat terjadinya serangan dari pihak luar dan telah diaktifkan. Ketika masa pelatihan telah usai, ataupun ketika invasi musuh telah dapat dikalahkan maka mereka akan kembali dengan kehidupan asalnya masing-masing.

Komando satuan teritorial akan bersifat desentralisasi dalam komando dan pengendalian, walaupun komando terpusat tetap ada, hal ini sejalan dengan strategi perang gerilya yang dilaksanakan secara kewilayahan, selain untuk mengantisipasi apabila terjadi kesulitan komunikasi pada saat terjadinya perang. Untuk itu unsur pimpinan dalam pasukan gerilya harus mengenal keadaan di daerahnya dan mampu untuk menyelenggarakan pemerintahan dan perang gerilya secara mandiri, sehingga perlu diambil dari tokoh-tokoh yang terdapat di daerah masing-masing. Penulis beranggapan bahwa kemenangan dari perang gerilya adalah ketika upaya perang psikologis dari lawan dapat diantisipasi, propaganda utama yang akan disampaikan bahwa pemerintahan negara sudah tidak berjalan dan perlawanan militer juga sudah dapat ditaklukkan.

Pasukan rakyat inilah yang pada saat perang anti-gerilya akan bertindak sebagai pengumpul informasi dan mengupayakan untuk dapat mengembalikan penguasaan terhadap rakyat untuk tidak lagi bersama dengan pihak gerilya. Pasukan rakyat inilah yang akan menjaga agar perang anti-gerilya dapat berjalan secara agresif, mobilitas dan fleksibilitas yang tinggi. Perang gerilya maupun perang anti-gerilya adalah merupakan perang semesta yang tidak saja tentara yang bertempur, akan tetapi juga rakyatnya di bidang politik, psikologi, sosial-ekonomi. Cara pandang dari seluruh pihak yang terlibat dalam perang gerilya tidak boleh hanya terbatas pada masalah militer, hal inilah yang menandai perang modern dimasa mendatang.

Kumpulan Perintah dalam Perang Gerilya (1948-1949)

Pada bab terakhir dari bukunya, penulis menyampaikan beberapa instruksi ataupun penjelasan yang terkait dengan penyelenggaraan perang gerilya yang dilakukan oleh Indonesia, selama masa perang mempertahankan kemerdekaan (1948-1949) ketika mengaplikasikan strategi perang gerilya. Walaupun tidak semua yang tertulis dalam penjelasan maupun instruksi dapat berjalan dengan baik, oleh karena terdapat beberapa penolakan secara politis.

Penjelasan tentang rencana perang gerilya.

Merupakan instruksi dari penulis yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Bersenjata RI, pada bulan Agustus 1948, atau sebelum terjadinya Agresi Militer Belanda ke II. Isi dari surat tersebut adalah bagaimana strategi pertahanan rakyat semesta diselenggarakan, sebagai jawaban atas kemungkinan digelarnya kembali Agresi Militer Belanda, sebagai kelanjutan dari tindakan yang serupa yang dilaksanakan sebelumnya. Perintah ini ditujukan kepada seluruh pimpinan dan komandan TNI pada saat itu, terutama dalam tatacara penyelenggaraan perang gerilya di seluruh wilayah yang akan diduduki kembali oleh Belanda di Jawa dan Sumatera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun