Mohon tunggu...
kurnianto purnama
kurnianto purnama Mohon Tunggu... Pengacara - Pengacara

Pendiri Law Office KURNIANTO PURNAMA , SH, MH. & PARTNERS, Jakarta since 1990.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Budaya Imlek di Pulau Belitung

10 Februari 2018   23:47 Diperbarui: 10 Februari 2018   23:58 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

SEBENTAR lagi akan tiba tanggal 16 Februari 2018, yaitu Hari Raya Imlek. Menurut kalender orang Tionghoa, tahun Imlek kali ini adalah tahun Anjing, menggantikan tahun Ayam yang sebentar lagi akan berlalu.

Aku tidak tahu sejarah asal usul timbulnya 12 shio binatang dalam kalender Tionghoa. Yang pasti sampai saat ini, setiap orang Tionghoa punya shio. Dan, bagi orang tua, shio-shio ini sangat menentukan perjodohan dan pernikahan putra-putri mereka. Seringkali lamaran sang lelaki ditolak keluarga perempuan, lantaran shio mereka tidak cocok.

Dalam tulisan ini, aku khusus akan menulis budaya Imlek di kalangan orang-orang Tionghoa Belitung,  dihubungkan dengan pembauran dengan masyarakat Melayu Belitung.

Aku menulis ini, karena aku mengalami langsung budaya Imlek orang Tionghoa Belitung bersama orang Melayu Belitung. Yang dikatakan rumpun orang Melalyu adalah orang Sumatera, Kalimantan, Brunai dan Malaysia.

Sejak aku duduk di Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama hingga Sekolah Menengah Atas di Pulau Belitung, bahkan hingga kini. Setiap tahun menjelang Imlek,  orang-orang Tionghoa selalu memberikan kue keranjang, istilah orang Jawa disebut dodol cina.

Jadi setiap keluarga orang Melayu Belitung, senantiasa dapat merasakan enaknya kue keranjang, yang dikasih dengan tulus dari orang Tionghoa. Maka, kue keranjang itu, bagaikan simbol tali sirahturami dan simbol tali persaudaraan orang Melayu dengan orang Tionghoa Belitung.

Lantas pada saat hari perayaan Imlek. Orang-orang Melayu akan berkunjung ke rumah-rumah orang Tionghoa. Dan orang-orang Tionghoa dengan pintu rumah terbuka dan senang hati akan menerima tamunya orang-orang Melayu.

Maka boleh dikatakan, sebagian besar tamu yang berkunjung ke rumah-rumah orang Tionghoa saat Imlek adalah orang Melayu.

Tidak ada rumah orang Tionghoa di Belitung yang pintunya ditutup saat hari Raya Imlek. Karena menurut budaya orang Tionghoa, jika pintu gerbang rumahnya ditutup saat Imlek, rejeki tidak akan datang. Semakin banyak tamu yang hadir, rejeki semakin banyak mengalir masuk ke rumah tersebut.

Inilah sedikit tulisan dariku, disela-sela kesibukan aku sebagai seorang pengacara. Yang mesti turut memelihara dan melestarikan kekayaan budaya di nusantara.

Semoga tulisan ini, dapat mengingatkan kita kembali budaya Imlek antara orang Tionghoa dan orang Melayu di pulau Belitung. Aku berharap budaya itu tetap hidup dan tidak hilang karena terlindas oleh zaman.

Gong Xi Fa Chai !

Jakarta, 09 Februari 2018

Kurnianto Purnama, SH.MH.

kurnianto_purnama@yahoo.com

kurnianto_purnama@ yahoo.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun