Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Kematian Penulis Tua

18 Maret 2019   06:00 Diperbarui: 20 Maret 2019   01:14 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penulis (Istimewa) - malangtoday.net

Kalau Minah lain lagi. Dia berhenti menulis setelah menikah. Dia menikah muda setelah dijodohkan orang tuanya. "Kamu bisa menulis sekalipun menjadi ibu rumah tangga," kataku pada pertemuan kami.

"Tidak semudah itu. Suamiku pun tidak menghendaki aku melakukannya. Kalau menulis hanya untuk uang. Dia memiliki penghasilan yang lebih baik dari royalti penjualan buku atau honor dari media. Dia tidak ingin menerima penjelasan apa pun. Maunya aku hanya fokus menjadi ibu rumah tangga."

Karena berbenturan dengan keinginan suaminya terpaksa Minah berhenti menulis. Dia sudah memiliki dua anak dari pernikahannya. Makin tidak punya kesempatan untuk menulis. Padahal ada juga penulis-penulis perempuan yang sibuk mengurusi keperluan rumah tangga, tapi tetap punya kesempatan untuk menghasikan karya.

Di antara kami berlima, Marzuki bisa dikatakan yang cukup sukses menulis. Dia sangat produktif menghasilkan karya. Akan tetapi tulisannya melenceng dari visi yang pernah kami bangun bersama. 

Entah apa yang membuat Marzuki memilih genre tulisan seperti itu, bergelut di dalamnya. Pada majalah dewasa dia dipercaya mengisi cerita bersambung. Juga sudah menerbitkan beberapa buah novel porno. Serta pada blognya ramai pengunjung yang haus akan cerita-cerita seksual.

Itu tidaklah berlangsung terlalu lama, Marzuki memutuskan untuk berhenti menulis. Dia sudah insyaf, fokus dengan hijrahnya. Bergabung dalam salah satu organisasi keagamaan. Terakhir kali aku bertemu dengannya di rumah ibadah. Aku terkejut melihat tampilannya berubah seratus delapan puluh derajat.

"Kenapa harus berhenti coba? Kan kau bisa menebarkan kebaikan melalui tulisanmu," kataku padanya. Dia tetap enggan kembali menulis.

Yang terakhir adalah Randu. Kurang lebih sama seperti yang dialami Indah. Tulisannya yang dikirim ke berbagai media selalu mengalami penolakan. Selain itu dia aktif menulis di salah satu media daring secara cuma-cuma. Di situlah aku banyakbanyak membaca karyanya.

Aku mengakui tulisan-tulisan Randu biasa-biasa saja, tidak sebaik tulisan Indah. Bahkan tulisannya kerap ada oknum yang mengomentarinya, mengatakan ceritanya kliselah. Pokoknya tulisannya kerap dinilai negatif, jarang positif. Barangkali karena itu juga Randu memilih berhenti menulis.

Awalnya aku sering berkomunikasi dengannya, terakhir kali kami berjumpa di rumah makan. Di sana Randu blak-blakan soal pekerjaan yang digelutinya. Aku tidak menyebutnya gigolo, tapi laki-laki nakal. Karena itu dompetnya selalu tebal.

Dia sendiri yang mengatakannya padaku. Dia memiliki jadwal rutin mingguan untuk mengadakan pertemuan dengan kliennya. Biasanya mereka melancarkan aksinya itu menyewa kamar penginapan. Saat-saat tertentu memampuskannya di kediaman kliennya sendiri, tentu saja ketika situasi dan kondisi kebetulan memungkinkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun