Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Keturunan Ambe Puo

4 Mei 2018   16:16 Diperbarui: 4 Mei 2018   16:28 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi: gazzetta.gr)

Dalam keadaan nafas bergemuruh, jantung berdebar-debar. Sekali lagi ia memandang ke dalam kali. Matanya menangkap seekor buaya besar berdiam diri, tampak tenang mengapung di posisinya. Keraguan tebersit dalam hati kecil Rammang. Tidak adakah cara lain untuk mengakhiri kehidupan selain melompat ke dalam kali yang dihuni buaya ganas? Pertanyaan itu timbul dari dalam dirinya.

Meneguk racun, menusuk perut dengan pisau, melompat dari menara jaringan. Itu adalah sederet pilihan bunuh diri yang lebih baik daripada melompat ke dalam kali yang dihuni buaya ganas. Setidaknya jasad masih ada, dan bisa disemayamkan. Tapi akan lain jadinya jika tubuhnya diseret dan dicabik-cabik kemudian ditelan oleh buaya itu. Pertimbangan seperti itulah kembali menghantuinya. 

Tapi tidak, ia sudah memikirkan matang-matang. Ia ingin mati tidak untuk dikenang lagi. Tak usah dibuatkan pusara. Jika hanya untuk menjadi bahan olok-olok orang-orang. "Ini adalah kuburan Rammang. Orang yang menyerah pada kehidupan. Nak, jangan sekali-kali mengikuti jejak Rammang, Tuhan memberikan jatah hidup kepada kita, maka selesaikan dengan cara yang baik-baik. Bukan berputus asa." Rammang tidak ingin ada ungkapan seperti itu apabila kuburannya nanti dilewati oleh orang-orang. 

Sehingga setelah mati nanti. Ia tidak ingin jasadnya ditemukan lalu dikuburkan. Maka dipilihlah untuk melompat ke dalam kali yang dihuni buaya ganas. Dengan begitu tubuhnya akan dikoyak-koyak tak bersisa. 

Menjadi keturunan Ambe Puo, kebanggan tersendiri bagi Rammang. Ambe Puo adalah pengawal kerajaan Tampudalle. Dahulu ia amat disegani dalam lingkungan kerajaan. Kepiawaiannya di medan perang selalu mendapat sanjungan dari raja. Di kampung itu, siapa yang tidak kenal Ambe Puo? Hampir semua orang tua sering menceritakan kehebatan Ambe Puo pada anak-anaknya. Pokoknya nama Ambe Puo begitu harum dan Masyhur. Namun ada satu fakta lain yang tidak diketahui orang banyak tentang Ambe Puo. Hanya lingkungan keturunan Ambe Puo sendirilah yang tahu tentang itu.  

Satu malam sebelum Rammang memutuskan ke kali ini untuk membunuh dirinya sendiri. Ia mendapat sebuah informasi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya dari Rahamang, ayahnya. Sejak saat itu pandangan Rammang terhadap Ambe Puo berubah seketika. Dulu ia bangga lantaran dirinya merupakan keturunan pengawal kerajaan yang sangat disegani. Apabila nama Ambe Puo disebut, akan memerindingkan bulu kuduk lawan-lawannya. 

Menjadi semangat tersendiri bagi Rammang ditakdirkan memiliki garis keturunan dengan Ambe Puo. Sekalipun ekonomi kehidupan keluarganya pas-pasan. Tapi mereka cukup dihormati di lingkungan tempat tinggalnya. Tapi apalah artinya disegani setelah mengetahui kenyataan lain tentang Ambe Puo. Rammang menyesali semua itu. Andaikan sejak dalam rahim ibunya ia tahu akan menjadi keturunan Ambe Puo. Rammang tentu meminta pada Tuhan untuk tidak dilahirkan kedunia saja.  

"Kamu adalah keturunan keempat Ambe Puo. Dan, Bapak adalah cicit dari beliau. Mungkin kau sudah tahu betapa kakekmu itu amat disegani pada masanya. Sampai sekarang namanya masih tetap harum. Tidakkah kamu mengamati setiap hari raya berbondong-bondong orang menziarahi makam beliau. Banyak orang menganggapnya sebagai pahlawan," ucap Rahamang di teras rumah. Kejadiannya satu malam sebelum Rammang datang ke kali ini untuk ingin membunuh dirinya sendiri.

"Tapi mereka tidak tahu kenyataan yang sebenarnya. Mengapa Ambe Puo bisa sampai di kampung kita ini, membangun keluarga di sini. Padahal letak kerajaan Tampudalle berjarak ratusan kelimoter dari tempat kita ini. Mengapa Ambe Puo tidak menghabiskan saja masa hidupnya di lingkungan kerajaan? Kalau saja itu terjadi, mungkin keturunannya tidak akan melarat seperti ini," lanjut Rahamang. Terbaca rasa penasaran yang mendalam dari sorot mata Rammang mendengar penuturan ayahnya. 

"Kau tahu Rammang, mengapa kehidupan kita terus-terusan seperti ini? Dari keturunan pertama Ambe Puo hingga cicitmu nanti. Kurang lebih kehidupannya akan begini.  Jangan harap nanti kamu bakal menjadi orang sukses, memiliki harta yang berlimpah, menjadi birokrat atau apapun itu. Kita adalah keturunan Ambe Puo, itu adalah kenyataannya yang tidak bisa dibantah lagi." Berat hati yang dirasakan Rahamang jika harus mengungkapkan itu pada anak laki-lakinya. Tapi bagaimanapun Rammang harus tahu, sebelum ia berani bermimpi tinggi, hingga akhirnya ia akan kecewa dengan mimpi-mimpinya apabila tidak satupun yang terwujud. 

"Apa yang salah jika kita adalah keturunan Ambe Puo?" Rammang menatap lekat-lekat kedua bola mata Rahamang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun