Mohon tunggu...
Mawan Sastra
Mawan Sastra Mohon Tunggu... Koki - Koki Nasi Goreng

penggemar fanatik Liverpool sekaligus penggemar berat Raisa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Karma

9 Januari 2018   07:00 Diperbarui: 10 Januari 2018   01:17 1648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengantar makanan tiba, ia mengetuk pintu dengan tergesa-gesa. Kulihat sekujur tubuhnya kedinginan. Sebagian bajunya basah. Walaupun begitu, tapi ia masih sempat menampakkan keramah-tamahannya pada pelanggan. Kutahu ia pasti teramat jengkel, lantaran pacarku menggerutu ingin diantarkan makanan di tengah derasnya hujan. Semakin semringahnya ia, saat pacarku memberikan uang padanya. Tidak kutahu jelas nominalnya berapa, tapi kulihat ada uang biru dan uang merah. Diberi uang segitu saja, bahagianya tiada tara. Bagaimana jika menerima suap milyaran rupiah? Seperti yang kerap kali dicontohkan oleh mereka yang katanya teman rakyat. 

Di dapur kami makan. Aku berlagak jadi laki-laki paling romantis sedunia sedangkan ia makin manja. Aku yang menyuapinya. Ya, semua akan kulakukan asal ia senang. Kecuali satu yaitu bersetubuh sebelum tiba saatnya. Rencana menghadiri acara pembacaan puisi di taman kota gagal total. Sampai jam dua belas malam hujan masih mengurung kami. Di kamar kami berdua, sudah banyak topik yang kami bicarakan. Salah satu di antaranya konsep pernikahan kita nantinya. 

"Aku tidur bersamamu malam ini. Mungkin hujan sampai subuh, aku tidak bisa pulang," ucapnya memeluk lenganku. Aku bisa apa lagi? Tidak mungkin aku menolak permintaannya. Selama ini apa yang ia bilang, aku menurut saja. Kecuali satu yaitu bersetubuh. 

"Kalau aku tidur memang kayak gini, bajuku kulepas begitu pun celanaku," katanya melepas bajunya dan celananya.

"Untuk kali ini sisakan yang lain," ucapku mengecup tangannya. Ya, dia menurutui seruanku. Yang tersisa adalah  tanktop dan celana dalam. Tubuh kami ditutupi selimut tebal. Di antara kami, kuberi sebuah guling. Walau bagaimana pun kami hanya pacaran dan belum sepantasnya tidur bersama. Sepanjang malam itu aku memunggunginya.

Paginya aku tidak menemukan guling lagi yang menjadi batas antara kami. Ia  tenggelamkan wajahnya di dadaku. Tangannya ia peluk erat tubuhku. Aku tentu kaget dengan posisi kami seperti itu. Makin kagetnya lagi setelah kutemukan diwajahku tercetak bibirnya pada sebuah gincu. Oh, masih adakah lagi yang ia sentuh selain wajahku? Aku membatin.

Pagi-pagi itu juga aku menghubungi keluarga di kampung. Kupastikan adik perempuanku sedang tidak tidur bersama laki-laki lain. Syukurlah malam itu ia tidur sendiri di kamarnya, itu katanya. 

"Lagi pula mana ada laki-laki mau tidur dengan perempuan yang tidak punya tangan."

"Ah, itu salah adikku, kau memiliki paras yang cantik. Laki-laki yang tak memiliki iman  bisa saja mengangkangimu, tatkala birahinya memuncak. Sudah sering kita jumpai kasus serupa di negeri kita. Jangankan perempuan cantik yang tidak punya tangan, perempuan gila yang tak cantik pun pernah berapa kali dihamili laki-laki bejat. Bukan hanya itu, anak belia yang belum mengerti seks pun pernah diperkosa belasan laki-laki yang tak punya urat malu."

***

Akhir-akhir ini cuaca buruk selalu menjadi pemutus segala rencana yang telah kususun bersamanya. Langit kembali menampakkan kemarahannya. Air tumpah ruah membasahi bumi yang sudah bosan bersua dengan hujan lagi. Pak Tani tentu mengutuk hujan yang terus menerus seperti ini. Bagaiamana bisa nelayan menangkap ikan, kalau selalu dihadang hujan? Kafe-kafe mungkin sepi. Orang-orang lebih memilih berdiam diri di rumah. Aku pun begitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun