Mohon tunggu...
Abdul Malik
Abdul Malik Mohon Tunggu... Penulis seni - penulis seni budaya

penulis seni. tinggal di malang, ig:adakurakurabirudikebonagung. buku yang sudah terbit: dari ang hien hoo, ratna indraswari ibrahim hingga hikajat kebonagung

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Gedung Flora di Malang

2 Agustus 2014   15:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:36 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1406943139611364990

Di manakah gedung tempat pentas seni yang paling berkesan di Kota Malang? Sepanjang tahun 1987 hingga 1996 saya cukup sering hadir di pentas seni di Malang sebagai penonton biasa. Ada yang tertarik pada gedungnya, ada yang tertarik pada pentas seninya. Beberapa di antaranya yang berkesan dan masih sempat saya catat: di Aula SMAN 3 Malang ada repertoar Metamorfosa Dari Sebuah Koran Pagi dari Teater Api Indonesia, naskah/sutradara Bambang H Ginting, 4 Desember 1993 atas undangan Forum Sikat Gigi Malang; di Sasana Krida (Sakri) IKIP Malang (kini Universitas Negeri Malang) Jl.Veteran ada Pekan Teater Naskah Jepang menampilkan Teater Ideot, Teater Institut IKIP Negeri Surabaya (kini Universitas Negeri Surabaya), Teater Ragil, Teater Lekture Jember, Teater Angan Angan IKIP Malang, Kelbinterbang Jombang.

Saya bertemu dengan Pak Yongki Irawan (62 tahun), salah satu penata tari di Malang, tiga tahun lalu. Sebagai seniman yang sudah puluhan tahun menetap dan berkesenian di Malang, kesan dan catatan Pak Yongki terhadap gedung kesenian tentu berbeda dengan apa yang saya alami.

Sebagai penata tari beberapa karya Pak Yongki Irawan adalah Tari Pecut, tahun 1966, di Kota Malang; tari Buruh Pelabuhan (1969, di Sanggar Setowulan); tari Kampung Laut, (tahun 1969, di Sanggar Setowulan); Tari Kuda Lumping (tahun 1970 di Kota Malang);  Tari Petik Apel (tahun 1970, di Kota Malang);  Fragmen Kepompong (tahun 1970, di SMEA Negeri);  Fragmen Kancil Nyolong Timun, (tahun 1972, di Kota Malang);  tari Golekan Kayu, (tahun 1975, di Kota Malang); Teater: Sebelum Kehidupan Sudah Kematian, (tahun 1976, Penutup Latihan Teater); tari Layang-layang, (tahun 1977, di Kota Malang);  arya Tari; Balada Camang, (tahun 1987, Arisan Karya ATMA); Fragmen Nyai-nyai Putut, (tahun 2009, di Malang Tempo Doeloe). Selain penata tari, Pak Yongki Irawan juga menjadi produser VCD  Tari Malangan Beskalan, Landasan Dasar Tari Topeng Putri.

Kami jagongan dengan santai di Warung Grafis Indonesia di Selat Malaka F 3 No.11 Perum Sawojajar Malang.

“Ada sebuah kerinduan saya tentang Gedung Flora. Dari gedung itu banyak berkembang bibit seni budaya, seni tradisi maupun modern. Orang dulu kalau pentas ludruk, ketoprak ya di Gedung Flora. Saya pernah gabung dengan kelompok seni Lokaria sebagai tim penari. Jamannya Bapak Asmuni jadi aktor, Rudi Hartamin (almarhum), Mas Abimanyu, Gepeng dan Mbak Nurlaila (penyanyi). Saya tidur di Gedung Flora bersama mereka. Memang Gedung Flora itu sangat pas. Saya salut dengan  apa yang dikerjakan oleh Belanda untuk sebuah gedung pertunjukan. Ketoprak yang sering main di situ ya Siswo Budoyo,” Pak Yongki membuka perbincangan.

Pak Yongki berkesenian di Gedung Flora antara tahun 1974 sampai 1979. Di Gedung Flora, Kelompok Seni Lokaria sekali main bisa dua sampai tiga bulan. Setiap hari pertunjukan dimulai jam 8 malam. Diawali musik band (lagu-lagu lawas). Lalu tari kreasi. Satu babak drama. Musik lagi. Nyanyi lagi. Masuk babak kedua. Musik dan babak ketiga. Ceritanya lebih banyak humor antara lain: Gara-gara Pisang Goreng. Kalau malam Jumat ceritanya horor seperti  Beranak Dalam Kubur, Sam Pek Eng Tay. Jumlah penonton sekitar  500 orang dari kapasitas penonton kalau full 750 orang. Tiket dibagi dalam  VIP, kelas 1 , 2, 3. Sebagian besar penontonnya adalah masyarakat umum. Di Gedung Flora ada ruang menginap untuk seluruh kru.

Keberadaan Gedung Flora dapat ditelisik di buku Malang, Telusuri Dengan Hati oleh Dwi Cahyono, Inggil Documentary Publishing, Malang, 2007 halaman 105. Di buku tersebut tertulis:

Flora Cinema dibangun tahun 1928 dengan fasilitas Biljart Room, barber shop dan toko-toko makanan. Setelah kemerdekaan gedung ini berganti nama Wijaya Kusuma dan menjadi gedung kesenian paling representatif di Malang dengan fasilitas panggung utama dan dua panggung samping, serta Balkon untuk penonton dan akustik ruang yang sangat indah. Banyak grup besar tanah air pernah bahkan mengawali kariernya dari sini, seperti Srimulat, Lokaria, dan Ketoprak Siswobudoyo. Sekarang terdapat tempat makan ‘khas Rawon  Nguling’ yang telah ada sejak tahun 1982, sebelum gedung ini berubah fungsi menjadi pertokoan.

Di mananakah Gedung Flora saat ini?
Gedung Flora terletak di pojok jalan KH Agus Salim dan Zainul Arifin. Sekarang sudah menjadi komplek pertokoan dan depot Rawon Nguling di jalan Zainul Arifin. Dari Pendopo Kabupaten jalan ke arah timur 100 meter. Ada perempatan. Di sebelah kiri perempatan itulah komplek Gedung Flora. Saya tidak tahu apakah Gedung Flora masuk dalam salah satu cagar budaya di Kota Malang? Saya juga tidak tahu bagaimana prosesnya kok tiba-tiba Gedung Flora sudah berganti menjadi kompleks pertokoan dan Depot Rawon Nguling. Namun saya masih ingat bahwa Gedung Blora berubah saat Walikota Malang Pak Soesamto tahun 1988-1998. Begitu cerita Pak Yongki.

Berdasarkan cerita Pak Yongki, saya melakukan penelusuran di lokasi eks.Gedung Flora. Dari Pendopo Kabupaten Malang di Jalan KH Agus Salim sekarang berdiri: Rumah makan Ikan Bakar 52, Dandee’s Resto, mebel Sentral, mebel Lucky, Royal Furniture Store, mebel Lucky, Ruko: Sidodadi (jual benang), toko alat musik Laris, Multimedia Computer Malang, Rumah makan Cui Mie Gloria, toko olahraga dan musik Prima Niaga (pojok jalan). Belok kiri jalan Zainul Arifin: toko Solavide Collection gift shop, UD Multi Jaya (toko parabola), ada sebuah toko yang  tutup, ini ruang masuk menuju Depot Rawon Nguling), toko pakaian Vanesa, toko busana Laurel, Depot Rawon Nguling).

Gedung Flora dalam catatan saya hanya salah satu dari  ruang kesenian di Kota Malang yang telah berubah fungsi. Beberapa gedung yang lain semisal Youth Center Indrokilo (tempat bermukimnya Lembaga Kesenian Indrokilo di Jalan Wilis 3 dan sekarang menjadi perumahan elite, di belakang Museum Brawijaya).

Sejujurnya saya pribadi rindu adanya sebuah gedung kesenian atau tempat ekspresi berkesenian yang sederhana namun memiliki fungsi yang maksimal pada akustik gedung, dan ada  tempat menginap yang nyaman.

Pak Yongki masih mengudar kegelisahan sekaligus rasa cintanya yang besar pada pertumbuhan seni budaya di Malang. Menurut Pak Yongki, Gedung Dewan Kesenian Malang di Jalan Mojopahit kalau untuk gedung pertunjukan atau pagelaran kurang tepat terkecuali untuk galeri pameran. Tempat itu di-setting bukan untuk pertunjukan. Yang untuk pertunjukan ya di Gedung Cenderawasih (sekarang menjadi Gedung Kesenian Gajayana) di jalan Nusakambangan 19 Kota Malang.

Taman Krida Budaya di Jalan Soekarno Hatta 7 bukan dirintis untuk gedung pertunjukan. Fungsinya sangat luas. Ada pendopo. Di belakang ada ruang workshop. Cocok untuk lembaga pendidikan seni budaya termasuk ruang workshop di bagian belakang.

Taman Krida Budaya merupakan hasil laku kerja Djathi Koesomo. Saat itu beliau  membuat sebuah pameran peninggalan kerajaan se-nusantara (gelar budaya) di Skodam. Pak Djathi bersama drh Noerana dan Kwartet S sukses menggelar acara. Selanjutnya Pak Djati  dipanggil Pak  Wahono Gubernur Jawa Timur saat itu. Mereka membicarakan konsep  sebuah taman budaya di Malang. Dan berdirilah Taman Krida Budaya di Jalan Soekarno Hatta 7 Malang.

Bulan April 2014 Kota Malang berusia Satu Abad. Semoga salah satu tonggak pencapaian dalam dunia seni budaya yang patut dicatat adalah berdirinya gedung kesenian yang representatif. Saya tetap optimis.

[caption id="attachment_350568" align="aligncenter" width="300" caption="Gedung Flora Cinema dibangun tahun 1928 di Malang. Sumber foto: http://areabatumalang.blogspot.com"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun