Mohon tunggu...
KUNY AUFA NISWATI
KUNY AUFA NISWATI Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Psikologi Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Emotional Eating: Makan karena Sedih atau Marah

29 November 2021   19:55 Diperbarui: 29 November 2021   20:00 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada masa pandemi COVID-19 kita mengalami perubahan yang sangat tiba-tiba, seperti pembatasan aktivitas. Nah, adanya pembatasan ini seringkali membuat kita merasa jenuh dan bahkan tertekan. Biasanya kita dapat bersosialisasi dengan sekitar tanpa harus menjaga jarak dan khawatir tertular virus. Namun, sekarang semua serba terbatas. Kita dianjurkan untuk tinggal di rumah kalau tidak ada kebutuhan, kontak sosial dengan sekitar terbatas, belum lagi khawatir terserang virus. Akibatnya, kita rentan merasa stres dan tertekan.

Untuk mengatasi stres, kalian pernah enggak sih makan makanan kesukaan atau comfort food kalian supaya perasaan negatif atau stres yang kalian alami berkurang? Misalnya ketika kita merasa sedih atau marah, kita mencari pelampiasan dengan makan makanan yang manis. Bisa jadi yang kalian alami ini adalah emotional eating. Yuk, kita cari tahu apa itu emotional eating lebih jauh! 

Emotional eating adalah fenomena dimana emosi negatif mempengaruhi perilaku makan, dengan kata lain, makan bukan bertujuan untuk menghilangkan lapar tetapi untuk mengatasi atau "melarikan diri" dari emosi negatif atau stres (Bennett dkk., 2012 dalam Rachmah dkk., 2019).

Faktor penyebab emotional eating

Emotional eating biasanya terjadi karena tingginya stres atau tekanan, baik dari diri sendiri maupun dari luar. Stres yang dialami akan berefek pada ketidakstabilan emosi. Umumnya, seseorang akan mencari cara untuk dapat mengurangi bahkan menghilangkan stres yang mereka alami yang disebut coping mechanism. Bentuk coping mechanism tiap individu tentu berbeda-beda, salah satu bentuknya yaitu makan. Jadi, kalau kalian makan sebagai bentuk untuk mengatasi emosi negatif, bisa jadi bentuk coping mechanism kalian adalah emotional eating. Di samping itu, rasa bosan yang melanda juga dapat memicu emotional eating.

Apa saja dampak emotional eating?

Emotional eating cenderung menimbulkan dampak yang tidak baik bagi kesehatan tubuh, salah satunya yaitu obesitas. Ketika dalam keadaan stres, kita cenderung ngidam makanan yang tidak sehat, berkarbohidrat tinggi, dan berlemak, misalnya gorengan, es krim, dan junk food. Kebiasaan emotional eating yang terus menerus juga punya dampak terhadap pola makan, loh. Hal itu disebabkan karena kita makan kapan saja ketika merasa ingin menghempaskan emosi negatif, lalu ketika sudah masuk "jam makan" kita justru tidak makan karena masih merasa kenyang. Nah, akibatnya jam makan kita bergeser dan berubah, inilah yang menyebabkan perubahan pola makan.

sumber: freepik.com
sumber: freepik.com

Terus, apa aja yang bisa kita lakukan untuk mengatasi emotional eating?

Ada beberapa tips yang bisa kita lakukan untuk mengatasi emotional eating. Pertama, curhat atau menceritakan masalah yang dihadapi dengan orang yang dekat dan dipercaya. Menceritakan masalah setidaknya akan meringankan beban yang kita alami dengan adanya bantuan dan dorongan berupa semangat dari keluarga atau sahabat. Kedua, menenangkan dan mengontrol diri ketika kita dalam keadaan emosional supaya tidak timbul keinginan untuk emotional eating. Cobalah untuk menarik napas dalam-dalam dan tenangkan diri ketika muncul pemikiran atau keinginan untuk makan ketika dalam kondisi emosional. Ketiga, berolahraga secara rutin dan teratur sebagai alternatif untuk menurunkan stres. Berolahraga ternyata dapat menjadi alternatif untuk koping stres kita alih-alih melakukan emotional eating, selain itu berolahraga dapat meningkatkan mood dan baik untuk kesehatan tubuh. Keempat, memperhatikan asupan makanan. Jenis makanan yang diutamakan untuk dipilih adalah makanan yang tinggi serat, misalnya roti tawar dari gandum utuh, pudding atau jelly, sayuran, dan juga buah, sehingga risiko negatif terhadap status gizi dapat diminimalisir.

Nah sekarang kita mengetahui apa itu emotional eating, penyebab, dan juga dampaknya yang tidak baik untuk kesehatan. Walaupun kita merasakan sensasi "lega" saat makan untuk mengalihkan stres, harus kita ingat bahwa efeknya hanya sementara. Nantinya, ketika kita merasa stres lagi, kita akan mengulangi emotional eating terus menerus. Maka, ada baiknya untuk mulai beralih cara melampiaskan stres dengan kegiatan lainnya, seperti berolahraga atau melakukan hobi kita.

REFERENSI

Octavia, T. (2019). PERANCANGAN PANDUAN CARA MENGATASI EMOTIONAL EATING UNTUK REMAJA DI KOTA SEMARANG MELALUI KOMUNIKASI VISUAL. [Thesis, UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG]. http://repository.unika.ac.id/id/eprint/20539 

Rachmah, F. W., Priyanti, D. (2019). GAMBARAN EMOTIONAL EATING PADA MAHASISWA PENGGUNA APLIKASI GO-FOOD DI JAKARTA. INQUIRY: Jurnal Ilmiah Psikologi, 10(2), 104-117. https://journal.paramadina.ac.id/index.php/inquiry/article/view/338

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun