Mohon tunggu...
KUNTJOJO
KUNTJOJO Mohon Tunggu... Lainnya - Saya menikmati menulis karena saya senang bisa mengekspresikan diri dan ide-ide saya.

"Menulis sesuatu yang layak dibaca atau melakukan sesuatu yang layak ditulis."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Belajar Konstruktivisme

4 Januari 2023   08:00 Diperbarui: 4 Januari 2023   08:01 1770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Latar Belakang Pemikiran Konstruktivistik dalam Belajar

Konstruktivisme adalah istilah luas yang digunakan oleh filsuf, perancang kurikulum, psikolog, pendidik, dan lain-lain dan Ernst von Glasersfeld menyebutnya "Area yang luas dan berbulu dalam psikologi, epistemologi, dan pendidikan kontemporer" (Woolfolk, 2016: 399). Paradigma konstruktivisme dalam belajar muncul pada 1970-an dan 1980-an, memunculkan gagasan bahwa peserta didik bukanlah penerima informasi pasif, tetapi mereka secara aktif membangun pengetahuan mereka dalam interaksi dengan lingkungan dan melalui reorganisasi struktur mental. Konstruktivisme, menurut Bruning dan koleganya, adalah perspektif filosofis dan psikologis yang menyatakan bahwa individu membentuk atau membangun sebagian besar dari apa yang mereka pelajari dan pahami (Schunk, 2012: 229).

Berkenaan dengan latar belakang paradigma konstruktivistik, Jia (2010: 197) menyatakan bahwa teori apa pun memiliki dasar dan latar belakangnya sendiri, termasuk teori belajar konstruktivisme yang asal-usulnya terutama mencakup filsafat dan psikologi.

1. Filsafat

Paradigma belajar konstruktivistik bersumber dari salah satu filsafat pengetahuan yang banyak mempengaruhi perkembangan pendidikan akhir-akhir ini,  khususnya pendidikan ilmu pengetahuan alam dan matematika, yaitu filsafat konstruktivisme. Beberapa orang setuju bahwa konstruktivis pertama adalah Socrates dan studi Kant tentang integrasi rasionalisme dan empirisme menunjukkan jenis konstruktivisme (Jia, 2010: 197). Socrates, seorang filsuf Yunani pada masa sebelum masehi yang mengembangkan suatu bentuk penelaahan filosofis dengan mengeksplorasi implikasi dari posisi lawan bicara untuk merangsang munculnya pemikiran rasional dan gagasan baru. Apa yang dikembangkan Socrates kemudian dikenal sebagai metode Socrates. Imanuel Kant (1724-1804) seorang filsuf dari Jerman, menyatakan bahwa seseorang tidak bisa membuka diri terhadap dunia luar secara langsung dan hanya dengan aturan kognitif utama yang dibangun secara internal, subjek dapat mengatur pengalaman dan mengembangkan pengetahuan (Jia, 2010: 197). Pandangan  konstruktivisme tentang pengatahuan, menurut Suparno (2019: 28),  adalah sebagai berikut.

  • Pengetahuan merupakan hasil konstruksi manusia melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan.
  • Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai.
  • Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada yang lain, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang.
  • Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus dan dalam proses ini keaktifan seseorang yang ingin tahu amat berperan.

2. Psikologi

Dalam perspektif psikologi, yang pertama memberikan kontribusi besar pada pengembangan pemikiran konstruktivisme dan menerapkannnya ke dalam kelas dan pembelajaran serta perkembangan siswa adalah Dewey, Piaget, dan Vygotsky (Jia, 2010: 197). John Dewey (1859--1952) menolak gagasan bahwa sekolah harus fokus pada pengulangan, menghafal dan mengusulkan agar siswa terlibat secara aktif dalam belajarnya. Dalam bukunya yang berjudul How We Think tahun 1910, ia menekankan bahwa materi belajar harus disediakan dengan cara yang merangsang dan menarik bagi siswa karena mendorong pemikiran orisinal dan pemecahan masalah (Hodgson, 2017: 144). Dewey menyerukan agar proses belajar didasarkan pada pengalaman nyata (learning by doing) . Dia berpandangan bahwa dalam belajar, siswa seharusnya terlibat dalam penyelidikan berkelanjutan: belajar, merenungkan, mempertimbangkan kemungkinan alternatif dan sampai pada keyakinan yang didasarkan pada bukti.

Jean Piaget (1896--1980) mempelajari anak-anak hingga remaja dalam upaya untuk mengungkap bagaimana perkembangan pemikiran logis pada mereka. Menurut Piaget anak-anak memiliki peran aktif dalam perkembangan mereka sendiri, dan secara progresif mengembangkan representasi-representasi mental atas dunia yang lebih rinci dan canggih yang disebut skema, berdasarkan tindakan-tindakan mereka sendiri pada lingkungan dan konsekuensi-konsekuensi dari tindakan  tersebut (Upton, 2012: 23). Seperti halnya Piaget, Lev Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog dan pakar perkembangan anak dari Rusia, juga menyatakan bahwa anak-anak secara aktif membentuk pengetahuan mereka. Perbedaan pandangan Vygotsky dengan Piaget adalah bahwa Vygotsky memberi perhatian lebih besar akan pentingnya interaksi sosial dan budaya terhadap perkembangan kognitif. Vygotsky menemukan dasar untuk pembentukan konstruktivisme modern. Menurut Vygotsky, belajar adalah konstruksi sosial.

Selain tiga tokoh yang telah disebutkan, ada tokoh lain yang juga dipandang berkontribusi pada pemikiran konstruktivisme. Dia adalah Jerome Seymour Bruner (1915-2016), seorang psikolog dan pendidik dari Amerika Serikat. Dipengaruhi oleh Vygotsky, Bruner menekankan peran guru, bahasa, dan pembelajaran. Dia berpikir bahwa proses yang berbeda digunakan oleh peserta didik dalam pemecahan masalah, yang berbeda dari orang ke orang dan bahwa interaksi sosial terletak pada akar dari pembelajaran yang baik. Bruner membangun tradisi Socrates belajar melalui dialog, mendorong pembelajar untuk mencerahkan diri mereka sendiri melalui refleksi. Bruner terkenal karena mengintegrasikan pendekatan kognitif Piaget ke dalam psikologi pendidikan,  dia menganjurkan untuk belajar penemuan (discovery learning) di mana guru menciptakan lingkungan pemecahan masalah (Hodgson, 2017: 144). Dengan demikian belajar dapat menjadi proses penemuan di mana pembelajar membangun pengetahuan mereka sendiri, dengan dialog aktif para guru, membangun pengetahuan mereka yang ada.

B. Konstruktivisme Kognitif dan Konstruktivisme Sosial 

Meskipun banyak psikolog dan pendidik menggunakan istilah konstruktivisme, mereka sering mengartikan secara berbeda dan salah satu cara untuk mengatur pandangan konstruktivistik adalah dengan berbicara tentang dua bentuk konstruktivisme: konstruksi psikologis dan sosial (Woolfolk, 2016: 399).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun