Mohon tunggu...
Kuntari Dasih
Kuntari Dasih Mohon Tunggu... Guru - I'm a wanderer

Masih Belajar-

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Teori Permainan Sederhana dan Pemilu

1 Juni 2019   18:46 Diperbarui: 1 Juni 2019   18:51 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

 Dalam kasus pemilu, rakyat akan memperoleh utilitas maksimum ketika calon yang dipilih menang sehingga keseimbangan Nash akan tercapai ketika rakyat memilih calon presiden yang sesuai dengan seleranya. 

Idealnya, keseimbangan Nash ini akan tercapai ketika tidak ada insentif untuk terjadinya kecurangan dalam proses pemilu. Akan tetapi faktanya, proses kecurangan ini sangat sulit dihindari seperti adanya laporan kasus ditemukannya 17,5 juta DPT yang bertanggal lahir sama.

Dalam sistem demokrasi kita, setiap rakyat Indonesia mendapatkan satu suara yang kemudian akan diakumulasikan dimana calon terbanyak yang akan memenangkan pemilu. Tetapi, apakah ini representatif? Bagaimana dengan orangtua yang tinggal didesa, atau orang-orang paruh baya yang rendah tingkat pendidikannya? Apakah suara yang mereka berikan benar-benar sesuai dengan apa yang ingin dipilih atau hanya "ndherek sedherek" (dalam bahasa Jawa berarti ikut yang lainnya). Ini sebenarnya menjadi pekerjaan rumah (PR) besar dalam penyelenggaraan pemilu di negara kita, bagaimana caranya supaya suara tidak bisa dibarter dan benar-benar bisa mewakili kedaulatan rakyat di tingkat individu.

Hal yang juga tidak kalah penting adalah "bagaimana pemerintah membuat masyarakat tidak fanatik dengan hasil yang muncul". Kasus yang terjadi di Indonesia adalah jika sekelompok masyarakat sudah mendukung calon tertentu, maka fanatisme akan berkembang dengan cepat sehingga tidak heran jika muncul hoax untuk menjatuhkan kelompok tertentu.

Tentu ini akan menimbulkan banyak perpecahan jika tidak segera dicarikan jalan keluar karena esensi besar dari demokrasi adalah kebebasan yang saling menghargai. Jika sikap fanatisme terus menerus dibiarkan mengakar maka nilai-nilai demokrasi yang sama-sama kita junjung tinggi akan hilang.

Untuk mencapai stabilitas politik pasca pemilu, partai politik juga seharusnya ikut andil dalam mengkoordinir pendukungnya untuk bisa menghargai keputusan pemilu sebagai bentuk pelaksanaan prinsip-prinsip LUBER dan JURDIL. Siapapun presidennya, satu hal yang harus diingat adalah tetap fokus pada visi misi dan program kerjanya untuk pembangunan bangsa sehingga tidak perlu berlarut-larut dalam euforia yang berlebihan tentang kekalahan.

Terakhir, presiden terpilih harus bisa amanah dengan janjinya sesuai dengan yang sudah dikampanyekan baik dalam debat presiden yang sudah terselenggara selama 5 kali berturut-turut maupun dalam program kunjungan langsung kepada masyarakat. 

Hal ini bertujuan agar utilitas masyarakat yang 0 (nol) atau tidak memilih tidak bertambah buruk sehingga sekalipun rakyat tidak memilih presiden yang menang, mereka masih bisa percaya bahwa kepemimpinan negeri ini bisa diserahkan pada wakil rakyat yang bertanggungjawab.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun