Mohon tunggu...
Gerardus Kuma
Gerardus Kuma Mohon Tunggu... Guru - Non Scholae Sed Vitae Discimus

Gerardus Kuma. Pernah belajar di STKIP St. Paulus Ruteng-Flores. Suka membaca dan menulis. Tertarik dengan pendidikan dan politik. Dan menulis tentang kedua bidang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meneropong Peran Pendidikan dalam Pembudayaan Karakter

2 Mei 2020   20:56 Diperbarui: 2 Mei 2020   21:17 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Upacara bendera di SMPN 3 Wulanggitang, Flores, NTT. Dokumen pribadi

Karena budi manusia meliputi segala gerak-gerik pikiran, rasa dan kemauan, maka kebudayaan dibagi menjadi: buah pikiran (misalnya ilmu pengetahuan, pendidikan, pengajaran, filsafat), buah perasaan (misalnya keindahan dan keluhuran bathin, kesenian, adat istiadat, keadilan, keagamaan); buah kemauan (misalnya sifat perbuatan dan buatan manusia seperti industry, pertanian, perkapalan, bangun-bangunan).

Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya sangat kaya akan nilai-nilai budaya yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikut. Nilai-nilai yang sarat akan karakter tersebut diwariskan melalui pendidikan. Adapun nilai-nilai tersebut adalah religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.

Secara teoritis pendidikan mempunyai tujuan mulia, dimana tidak hanya memainkan peran mencerdaskan anak bangsa tetapi lebih dari itu mewariskan budaya bangsa guna membentuk karakter anak. Sebagaimana ditegaskan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa tujun pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia (pasal 1).

Selanjutnya dalam pasal 3 dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Artinya tujuan pendidikan tidak hanya menjadikan anak pintar tetapi lebih dari itu membentuk mereka menjadi pribadi yang baik.

Namun harapan pada tataran ideal tersebut tidak sejalan dengan fakta empiris dalam ranah implementasi. Generasi muda yang diharapkan memiliki karakter baik tidak benar-benar terwujud. Belakangan ini, warisan budaya yang mengandung nilai-nilai karakter tersebut seolah hilang dalam diri generasi muda. Nilai-nilai luhur tersebut semakin redup ditelan perubahan zaman; seakan tergilas perkembangan teknologi dan informasi. Mari kita perhatikan di lingkungan sekitar kita.

Sudah semakin jarang ditemui anak-anak memberi salam kepada orang tua. Generasi sekarang begitu gampang mengeluarkan kata-kata tidak sopan dan hal itu dinilai wajar dan lumrah. Lebih ironis, sesama anak bangsa saling mencaci-maki dianggap sebagai hal lumrah. Tidak terkecuali di sekolah, sikap murid terhadap guru pun tidak mencerminkan sopan santun. Hari-hari ini, sebagaimana diberitakan, murid semakin berani dan brutal menganiaya guru; siswa tidak hanya menentang tetapi juga menantang dan mengancam guru, orang yang mendidiknya. Padahal semua itu bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa kita.

Fenomena sebagaimana digambarkan di atas menunjukkan bahwa karakter generasi muda bangsa sedang bermasalah. Generasi penerus bangsa kini telah mengalami degradasi moral. Hal ini mendorong lembaga pendidikan untuk mendesain ulang pola pendidikan karakter. Orintasi pendidikan (karakter) yang hanya menekankan pengetahuan sudah saatnya dirubah.

Artinya pengetahuan akan nilai-nilai karakter tersebut harus diimplementasikan melalui pembudayaan karakter. Yaitu suasana (lingkungan) kehidupan yang diciptakan di sekolah untuk menumbuhkan nilai-nilai atau karakter yang baik bagi semua komponen sekolah yaitu pendidik, tenaga kependidikan dan siswa.

Beberapa praktek pembudayaan karakter di lembaga pendidikan bisa diangkat untuk dijadikan contoh. Pertama, di SMP Negeri 3 Wulanggitang pembudayaan karakter yang dipraktekkan antara lain berdoa. Doa ini dijalankan setiap pagi secara bersama di lapangan sekolah sebelum KBM dimulai. Doa bersama yang lain adalah doa Angelus (dalam keyakinan Katolik) yang diakukan pada setiap jam 12 siang.

Tidak hanya doa secara bersama, doa juga dilaksanakan di setiap kelas pada saat istirahat dan ketika pulang sekolah. Selain berdoa, praktek lain yang dijalankan secara rutin adalah menyanyikan lagu-lagu kebangsaan. Ini dilaksanakan setiap hari setelah doa bersama. Melalui prakter pembudayaan di atas, nilai karakter yang mau ditanamkan adalah religious, semangat kebangsaan, dan cinta tanah air.

Kedua, di SMPK St. Piter Lolondolor dalam program yang dicanangkan oleh OSIS, siswa menjalankan kegiatan usaha dana berupa mengerjakan kebun guru, orang tua murid, atau masyarakat, atau mengangkat pasir atau batu bagi masyarakat yang membutuhkan. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam praktek pembudayaan oleh lembaga pendidikan di pulau Lembata ini adalah jiwa kerja keras, semangat gotong royong, peduli social, dan mandiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun