Kehadiran-Mu menjelang sendja nanar di kampung rawa bacang. Lamat-lamat memberitahu diriku di depan warkop, ujarnya. Dan ku jemput dengan sepeda ontel. Ia sendiri membawa banyak cerita dan bercerita pada ibu. Hadir di beranda rumah. Maaf bila berantakan, serunya. Kuperkenalkan ia hanya teman satu kelas denganku dan lebaran kemarin kerumahNya. Secawan teh hangat ku hadirkan. Ia membawa maenan berupa dodol betawi padahal wong pemalang.Â
Ku pergi ke dapur untuk menyajikan santapan jasmani berupa lauknya bandeng. Adzan berkumandang dengan pelantang suara di surau-surau. Melaksanakan sholat kemudian silahkan di unjuk, serunya.
Aku gendut dan sependek itu. Berani post yang ini?, pintanya. Gak sabar mau dengar pendapat emak, keluhnya. Aku hanya punya waktu sebulan untuk mencoba membuatmu berubah sedikit. Jika gagal, berarti aku bukan orang yang kamu sebut-sebut dalam ceritaMu itu. Aku anggap fiktif dan aku tetap menjadi hudjan tanpa membasahi hati orang-orang yang sudah berbaik hati.Â
15 september 18- ulang tahunku
