Mohon tunggu...
Kukuh C Adi Putra
Kukuh C Adi Putra Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan | @kukuhcadiputra

GTK Inovatif Kategori Guru SMK Tahun 2023 dan 2024 - BBGP Jawa Tengah | Pengisi Selepas Subuh dan Bukan Sekadar Absen | Certified Trainer and Asessor BNSP RI

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Bukan Sekadar Absen: Mengapa Atasan Lebih Memilih "Yang Terdekat" Ketimbang "Yang Terbaik" ?

4 Mei 2025   19:33 Diperbarui: 4 Mei 2025   19:33 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Preferensi Atasan (Sumber : Gemini Generated AI) 

Pengantar : Kenapa Dia yang Terpilih ?

Judul di atas mungkin menggelitik benak banyak karyawan yang merasa karyanya lebih unggul, namun promosi atau penugasan penting justru jatuh ke tangan rekan kerja yang hubungannya lebih dekat dengan atasan. Fenomena ini bukan sekadar anekdot di dunia kerja, melainkan cerminan kompleksitas psikologi manusia dan dinamika organisasi yang sering kali mengalahkan meritokrasi ideal.

Di dunia profesional ketahuilah bahwa kedekatan lebih menentukan daripada kompetensi. Relasi lebih kuat dari prestasi, dia yang lebih mudah diajak "ngobrol", dibandingkan yang paling jago. Karier bukan soal kerja keras, tapi juga akses. Siapa pun yang memiliki akses ke pengambil kebijakan akan punya suara yang lebih didengar, bahkan sebelum dia bicara.

Terkadang keputusan penting dibuat di tempat yang unpredictable, bisa saja di tempat makan, bukan ruang rapat, di tempat olahraga, tongkrongan/cafe, dsb. Dan yang tidak masuk ke dalam lingkaran itu bagaimana ? Hanya menjadi penonton.

Pertanyaannya, kenapa hal itu bisa terjadi ? Karena atasan anda juga seorang manusia, dan umumnya mereka cenderung memilih :

  • Memberikan peluang kepada yang lebih familiar secara personal
  • Mempercayai seseorang yang lebih dekat secara emosional
  • Yang memberikan rasa aman dan nyaman ketika diajak diskusi

Atasan tidak ingin terlalu banyak variabel dalam prosesnya. Mereka lebih tertarik kepada seseorang yang tidak membuat canggung, bisa "dibaca" alias bisa dikontrol, dan tidak mengancam posisinya atau loyal kepada pribadi bukan sistem. Perlu diketahui dalam hukum dunia kerja, kompeten artinya berguna, nyaman artinya bisa dipercaya. 

Banyak profesional terjebak menjadi : Problem solver, support system, atau sebutan karyawan andalan, tapi sayangnya bukan partner strategis.

Apa masalahnya ? Karena tidak membangun hubungan interpersonal dengan tokoh kunci. Lantas, mengapa "kedekatan" seringkali menjadi mata uang yang lebih berharga daripada "kualitas" di mata pimpinan/atasan ? Mari kita ulas lebih lanjut.

Bias Kognitif dan Dinamika Organisasi

Ketika otak lebih mudah memilih orang yang terlihat familiar, maka tidak ada alasan lain kenapa dia yang terpilih. Familiar disini artinya beberapa sifat personal dinilai cocok dengan latar belakang pribadi pimpinan. Namanya bias kognitif, beberapa bias yang relevan dalam konteks ini antara lain,

  • Bias Afiliasi (Affinity Bias): Bias ini membuat kita cenderung lebih menyukai dan mempercayai orang yang mirip dengan kita, baik dari segi latar belakang, minat, maupun kepribadian. Atasan mungkin merasa lebih nyaman dan memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap individu yang memiliki kesamaan dengannya, sehingga secara tidak sadar memberikan preferensi.
  • Bias Kedekatan (Proximity Bias): Sederhana namun kuat, bias ini menyatakan bahwa kita cenderung lebih menyukai dan memberikan perhatian lebih kepada orang yang secara fisik atau virtual lebih dekat dengan kita. Rekan kerja yang duduk bersebelahan, sering berinteraksi informal, atau aktif dalam lingkaran pertemanan atasan cenderung lebih "terlihat" dan "terpikirkan" saat ada peluang.
  • Efek Halo (Halo Effect): Ketika kita memiliki kesan positif terhadap seseorang dalam satu aspek, kita cenderung menggeneralisasikannya menjadi pandangan positif secara keseluruhan. Seorang karyawan yang pandai berkomunikasi atau memiliki kepribadian menarik mungkin dianggap kompeten di semua bidang, padahal belum tentu demikian.

Setidaknya beberapa riset 5 tahun terakhir memperkuat fenomena Bias Kognitif yang mengungkap preferensi atasan. Berikut datanya,

  • Journal of Applied Psychology (2021), meneliti pengaruh hubungan atasan-bawahan terhadap keputusan promosi. Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas hubungan (yang seringkali dipengaruhi oleh kedekatan dan kesamaan) memiliki korelasi yang lebih kuat dengan keputusan promosi dibandingkan dengan penilaian kinerja objektif semata. Penelitian ini menyoroti bagaimana perceived fit (kesesuaian yang dirasakan) antara atasan dan bawahan memainkan peran signifikan.
  • Riset dari Harvard Business Review (2023), melalui survei terhadap para manajer menemukan bahwa mereka cenderung memberikan tugas-tugas penting kepada orang yang mereka percayai dan pahami cara kerjanya. Kepercayaan ini seringkali terbangun melalui interaksi yang sering dan hubungan personal yang baik, bukan semata-mata rekam jejak kinerja.
  • Academy of Management Journal (2019), juga menyoroti bagaimana "jaringan informal" di dalam organisasi mempengaruhi pengambilan keputusan. Karyawan yang aktif membangun hubungan baik dengan atasan dan pemangku kepentingan lainnya memiliki akses lebih besar ke informasi dan peluang, terlepas dari kinerja individual mereka.
  • Personnel Psychology (2024), menganalisis berbagai studi tentang bias dalam evaluasi kinerja. Hasilnya konsisten menunjukkan bahwa bias afiliasi dan kedekatan secara signifikan memengaruhi penilaian subjektif atasan, terutama ketika kriteria kinerja tidak jelas atau ambigu.
  • Journal of Organizational Behavior (2022), menemukan bahwa karyawan yang bekerja dari jarak jauh cenderung kurang mendapatkan perhatian dan peluang dibandingkan dengan mereka yang bekerja di kantor. Ini memperkuat gagasan tentang proximity bias, di mana "kehadiran fisik" masih menjadi faktor penting dalam persepsi atasan.

Lebih dari sekadar favoritisme, dinamika organisasi juga ikut mempengaruhi. Beberapa perannya antara lain akibat, 

  • Tekanan Waktu dan Informasi Terbatas: Atasan seringkali dihadapkan pada tenggat waktu yang ketat dan informasi yang tidak lengkap. Dalam situasi seperti ini, memilih orang yang sudah dikenal dan dipercaya dapat dianggap sebagai pilihan yang lebih aman dan efisien, meskipun belum tentu yang paling kompeten.
  • Budaya Organisasi: Budaya organisasi yang menekankan hirarki dan kepatuhan mungkin secara tidak langsung mendorong atasan untuk memilih orang yang loyal dan tidak banyak "berkontroversi," yang seringkali adalah mereka yang berada dalam lingkaran dekat.
  • Ketidakjelasan Kriteria Evaluasi: Jika kriteria kinerja dan potensi tidak didefinisikan dengan jelas dan terukur, subjektivitas akan lebih mendominasi proses pengambilan keputusan, membuka celah bagi bias untuk berperan.
  • Manajemen Risiko: Atasan mungkin enggan mengambil risiko dengan memilih kandidat "terbaik" yang belum teruji dalam lingkungan atau tugas tertentu, dan lebih memilih "yang terdekat" yang sudah terbukti dapat diandalkan dalam kapasitas yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun