Mohon tunggu...
Muhammad Fachri Darmawan
Muhammad Fachri Darmawan Mohon Tunggu... Freelancer - Alma Matters.

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Kita Harus Menjadi Bebas?

18 November 2017   08:25 Diperbarui: 18 November 2017   09:14 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bebas, satu kata yang mengungkapkan berbagai makna. Bebas bisa ditafsirkan secara luas bahkan abstrak. Ya, memang, konsep kebebasan itu abstrak dan kita tidak akan pernah mengetahui bebas dalam artian yang sebebas-bebasnya. Yang kita ketahui adalah, kita sepatutnya berkehendak bebas atas diri kita dan pikiran kita, pun jua pilihan untuk diri kita sendiri. Tanpa kebebasan, kita tidak pernah akan merasakan luasnya padang pengetahuan dan dalamnya palung keilmuan.

Ya, bebas dalam fokus ini adalah bebas dalam hal berpikir dan bertindak. Jangan mengoposisikan dahulu dengan kebebasan yang seperti itu, karena konsep kebebasan yang murni adalah ketika dimana kita mendapatkan kebebasan dalam diri kita pun juga kita bisa menjaga kebebasan yang dimiliki orang lain dan kita bisa bertanggung jawab secara pribadi dan sosial atas kebebasan tersebut. Kebebasan sudah melekat erat dengan diri kita sedari kita lahir. Pikiran kita membentuk suatukehendak, bahwa kita bebas sedari lahir.

Mengapa bisa seperti itu? Coba kalian perhatikan, ketika anak bayi lahir, mereka menangis karena kebebasan yang mereka miliki dan bukan atas kehendak dari ibu yang melahirkan mereka. Pun juga, ketika ketika anak bayi merengek meminta asi dari sang ibu, mereka menangis terlebih dahulu untuk membuat suatu tanda untuk kepentingan mereka, dan itu bukan kehendak dari orang lain, melainkan oleh diri si bayi itu sendiri. Dan pada saat itu, kemurnian dari kebahagian tersalurkan lewat tangisan tersebut. Kebahagiaan yang ditelurkan dari buah kebebasan.

Sang waktu berjalan dan sang umur pun bertambah. Akal yang dimiliki si bayi pun berubah dan bertambah daya pikirnya akan sesuatu hal. Hukum alam telah membentuk paradigmanya. Yang dahulu bisa bebas melakukan segala hal, sekarang, sesudah dewasa mereka sudah mengerti dan merasakan tata laku dan norma sosial yang berlaku. Otomatis, segala yang berlaku, harus dan patut untuk di ikuti demi kepentingan sosialnya. Mereka harus berdoa menurut kepercayaannya masing-masing, mereka harus mematuhi aturan kolot yang digencarkan oleh orang yang lebih tua, mereka harus mengikuti pikiran yang orang lebih tua pikirkan, dan juga mereka harus mendewakan asumsi dan pendapat dari para guru mereka. Di saat itu pula, kebebasan yang kita miliki semenjak bayi, tercerabut dari jiwa kita oleh kehendak orang lain. Tercerabut dari akar kehidupan kita, yaitu pemikiran.

Dalam hal itu, dan pada saat itu pula, kita harus memilih, apakah kita harus mengikuti arus atau kita harus menentang arus. Sebagai manusia, pilihan seperti itu adalah pilihan yang lumrah dirasakan oleh setiap manusia yang berpikir secara murni. Kita tidak bisa memilih keduanya, kita harus memilih salah satu! Kalau kita memilih keduanya, kita juga bisa memilih untuk bisa beragama islam dan kristen toh? Hehehe. Bagi setiap manusia yang berpikir dan bagi manusia yang memaksimalkan pemikirannya, pilihan kedua menjadi pilihan utama dalam bersikap.

Karena dengan melawan arus kita dapat mencapai suatu kehendak bebas dari diri kita. Kalau kita hanya mengikuti arus, apa beda kita dengan bebek yang digiring masuk ke dalam kandang?. Pilihan yang kita pilih itu adalah dasar dari kebebasan yang kita miliki. Karena dengan melawan arus, berarti kita memiliki sebuah legitimasi kekuasaan bagi diri kita sendiri. Kita tidak terikat dengan apapun, bahkan dengan kekuasaan yang paling berkuasa sekalipun. Kita hidup untuk diri kita sendiri dan kita hidup untuk membahagiakan diri kita pun juga kehidupan sosial kita. Ketika kebebasan dalam rangka melawan arus kita rengkuh, potensi-potensi yang ada dalam diri kita mengalir dengan sendirinya. Tanpa ada paksaan dari pihak yang lain dan juga tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Diri kita dan juga pemikiran kita adalah Sumber kegemilangan dari segala potensi kita.

Subjek apa yang tidak akan maju dari kebebasan. Subjek apa yang akan mundur ketika kebebasan hilang?. Dengan kebebasan kita bisa maju dan dengan kebebasan pula bisa kita dapatkan hakikat potensial kita sebagai manusia. Karena dalam proses perengkuhan kebebasan, kita melakukan suatu proses pencarian mengenai segala hal. Dari mulai ilmu dan pengetahuan, agama hingga aspek ketuhanan, hubungan sosial hingga kebudayaan, ekonomi hingga kemakmuran, dan hukum hingga keadilan.

Kesemuanya akan bermuara pada kegemilangan peradaban. Kita semua tahu, dahulu ada Zaman Renaissance, zaman pencerahan, di zaman tersebut, kebebasan diagungkan dan hasilnya dapat kita nikmati hingga hari ini, mulai dari beragam pemikiran, seperti Galileo Galilei, Archimedes, Copernicus, Francis Bacon. Di bidang seni ada Leonardo Da Vinci. Ya, memang saat itu adalah zaman keemasan atau bisa dibilang zaman yang modern pada masanya. Buah kebebasan sudah menjadi contoh yang mutakhir bagi kemajuan peradaban.

Sebaliknya, dengan kekangan, apa yang kita dapatkan? Bukan kemajuan tetapi kebiadaban! Ya, coba kita tengok kembali pada abad 18, ketika di Eropa, kaum borjuis dan kaum agamawan bersatu untuk melakukan pembenaran atas penindasan dan pengeksploitasian manusia, dengan aturan-aturan yang berasal dari manusia dan di'back' in dengan dalil-dalil ketuhanan, mereka semena-mena melakukan hal yang biadab. Setiap pengekangan pasti akan selalu melakukan pembenaran dari setiap aktivitas yang dilakukan. Dan dalam melakukan pembenaran tersebut, pasti akan melahirkan penistaan akan kebebasan individu. Yap, konsep semua untuk satu dan satu untuk semua, konsep seperti itu menafikkak hak dan peran dari individu.

Apa yang coba saya maksudkan adalah, pemikiran dan tindakan yang selalu berlandaskan kebebasan dan penghargaan atas hak individu adalah stimulus untuk kemajuan peradaban secara luas dan kemajuan individu secara sempit. Pemikiran adalah senjata yang sangat komplit dan tindakan atas dasar pemikiran tersebut adalah peluru yang sangat tajam. Segala pergerakan peradaban selalu diawali dengan gerak pemikiran. Segala perubahan kebudayaan pasti diawali dengan gerak pemikiran. Dan segala kemajuan teknologi pasti diawali dengan imajinasi pemikiran yang bebas dari setiap individu. So, kenapa kita harus menjadi bebas? 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun