Mohon tunggu...
Muhammad Fachri Darmawan
Muhammad Fachri Darmawan Mohon Tunggu... Freelancer - Alma Matters.

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penindasan Eros oleh Logos dalam Perspektif Freud

8 Agustus 2017   18:30 Diperbarui: 8 Agustus 2017   18:54 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Konsep manusia dalam pemikiran Freud adalah dualistik. Selalu timbul pertentangan antara kesenangan dengan realitas, eros dan logos. Selalu ada 2 dimensi yang nenyangkut hal manusia yaitu ketidaksadaran dan kesadaran. Ketidaksadaran dijiwai oleh prinsip kesenangan dan orientasinya kepuasan dan kenikmatan. Lalu kesadaran, dikendalikan oleh daya kerja dan segenap kepentingan nalar dalam prinsip realitas.

Pertentangan antara ketidaksadaran dan kesadaran mencapai titik kulminasi ketika libidinal (seks) terbentur oleh kecenderungan pelestarian diri terhadap realitas. Pemuasan akan libidinal (seks) merupakan suatu wahana bagi manusia dalam menyuarakan apa yang mereka inginkan tanpa ada pikir panjang terlebih dahulu. Seperti halnya seorang bayi yang tanpa pikir panjang untuk memakan apapun yang ada di depan punuk matanya. Tanpa pikir mendalam, sang bayi harus merasa puas atas apa yang dilihatnya tanpa memandang apapun yang ada di sekitarnya.

Karena pertumbuhan akal budi dan perkembangan kesadaran, setiap individu menyadari, bahwa tidak semuanya dapat dipenuhi secara murni. Proses seperti ini menurut Freud diumpamakan perubahan dari lust-ich ke real-ich. Individu sudah mengetahui bahwa ada yang konstruktif dan destruktif, ada yang melestarikan dan menghancurkan.

Dari hal tersebut, mencuat satu fase tatkala dimana setiap individu mengalami fase kegamangan internal, ketika kepuasan individu tak bisa menyelaraskan dengan kepentingan sosial atau realitas masyarakat yang ada. Dan ketika itu terjadi, individu akan merasakan suatu peristiwa tragis dan traumatis tatkala peristiwa penataan kelolaan dan seleksi semesta impulsif terjadi. Belajar dari hal tersebut, individu mengetahui bahwa segala tuntunan dan kepuasannya dibatasi oleh sebagian besar kekuatan eksternal dan internal individu tersebut.

Disini, prinsip pribadi dalam kepuasan individu harus menyelaraskan diri dengan tuntutan situasi, kondisi masyarakat, dan aturan masyarakat yang berlaku. Dan prinsip kenikmatan yang ada pada manusia sekarang harus selaras dengan prinsip realitas.

Dalam prinsip realitas juga tertanam sebuah peran yang positif. Bahwa, individu dapat belajar keberlangsungan kehidupan dengan individu lain, mengetahui hak dan kewajibannya, dan memberikan peluang dan kepuasan yang lebih besar dan tinggi. Untuk itu, harus ada medium dalam menjalankan aspek keberlangsungan dalam bentuk pengekangan instingtual individu. Dalam hal itu, individu semakin belajar mengenai pembukaan cakrawala baru tentang cara, sarana, dan mutu kepuasan yang lebih baik dan utuh.

Pengekangan, penundaan, dan pelarangan dalam prinsip realitas, bertujuan memanusikaan binatang rasional (manusia hewan yang berpikir). Dengan pemantapan prinsip realitas, individu yang berada dalam prinsip kenikmatan berubah menjadi individu yang beradab. Keberadaban tersebut, tersingkap oleh suatu kehebatan nalar bagi individu dalam menilai dan mempertimbangkan yang baik dan buruk. Dengan nalar pula, individu dapat membuat penilaian yang tepat bagi relitas yang terjadi .

Dari ketersingkapan itu, membuktikan bahwa pengaruh eros dibawah pengaruh nalar. Kepuasan individu dalam mencapai titik kepuasannya terserap ke dalam prinsip realitas yang mengharuskannya untuk sesuai dengan tuntutan realitas. Adanya transformasi dari prinsip kenikmatan menuju prinsip realitas, dari kerajaan eros ke kerajaan nalar, dari dominasi individu ke dominasi perdaban.


Pertentangan antar eros dan logos berlanjut dalam fase yang dimana pertarungan disebabkan oleh kemelaratan. Dalam kemelaratan, pemuasan kebutuhan dan libidinal individu pastilah terbentur oleh keadaan yang ada. Untuk menanggalkan kemelaratan tersebut, individu harus bekerja keras menanggalkannya. Dan untuk melangsungkan kehidupan pribadinya agar tidak terjadi kemelaratan kembali, individu harus menyusun skala prioritas dengan memilah kebutuhan primer dan sekunder, penting atau tidak.

Dalam membuat skala prioritas, implikasinya bagi individu adalah menguatkan nalar dan melenyapkan kepuasan individu. Dalam mengelola skala prioritas, individu tidak bisa sepenuhnya berpegang teguh. Pada eros yang hanya untuk pemenuhan kepuasan pribadi melainkan harus memakai nalar untuk mendapatkan suatu kepuasan yang lebih baik dan tinggi. Dan secara ringkas, insting (eros) ditindas oleh nalar (logos) dan eros disublimasikan dalam bentuk kerja.

Freud juga menemukan satu alasan prinsipil bagi penindasan eros oleh logos. Alasannya, ada pertentangan antara eros dan thanatos (insting kematian). Ini disebabkan oleh adanya tendensi regresi insting. Insting ternyata cenderung bergerak mundur atau kembali ke rahim ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun