Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama FEATURED

Greta Thunberg dan Upaya Penerapan Netral Iklim Sebuah Kota

30 Januari 2020   20:33 Diperbarui: 23 Maret 2021   07:34 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 2019 banyak murid-murid di sekolah-sekolah Jerman (dan di banyak negara lain) setiap hari Jumat siang berkumpul, berdiskusi, dan berdemonstrasi menyuarakan ketidakpuasan mereka akan kurangnya usaha-usaha pemerintah dalam hal penanggulangan perubahan iklim. 

Gelombang demonstrasi murid-murid dan anak-anak muda ini dikenal dengan Fridays for Future. Fridaynya pakai s, jadi bukan hanya di satu Jumat tapi di banyak Jumat. 

Gelombang reaksi ini pertama kali digelorakan oleh seorang anak muda belia dari Swedia sejak ia berusia 15 tahun, bernama Greta Thunberg. 

Greta sendiri terinspirasi untuk secara konsekuen dan aktif berdemonstrasi, setelah tulisannya menang dalam lomba menulis bertemakan Kebijakan Lingkungan.

Greta, wir gehen mit Dir (Greta, kami jalan bersamamu)| Sumber: Dokumentasi pribadi
Greta, wir gehen mit Dir (Greta, kami jalan bersamamu)| Sumber: Dokumentasi pribadi
Setelah gerakan Fridays for Future dari anak-anak, lalu muncullah Parents for Future, gabungan para orangtua, yang mendukung gerakan anak muda untuk proaktif menghadapi tantangan iklim global. 

Lalu belum lama ini, baik itu melalui Angela Merkel sebagai Kanselir Jerman, maupun Ursula von der Leyen, yang belum lama terpilih sebagai Presiden Komisi Eropa, muncul dukungan dan tindakan menuju netral iklim di Eropa. 

Hal itu terlihat dari kesepakatan yang dinamakan Green Deal dari dicetuskan masyarakat Eropa baru-baru ini. Kesepakatan serupa lalu bermunculan dari kota-kota di Jerman, yang kini siap mewujudkan kota dengan netral iklim. 

Tak hanya masyarakat, perusahaan-perusahaan besar seperti Siemens juga berikrar akan membawa perusahaan mereka menuju netral iklim.

Politik yang tertidur | Sumber: Dokumentasi pribadi
Politik yang tertidur | Sumber: Dokumentasi pribadi
Di Jerman, perubahan iklim global ini sangat bisa langsung dirasakan. Saat musim salju, suhu terasa seperti musim semi atau gugur, lalu saat musim panas berlangsung sangat panjang, bahkan sampai sudah saatnya musim semi pun, suhu masih terasa seperti musim panas. 

Sehingga menurut saya, masyarakat Jerman atau Eropa pada umumnya, lebih reaktif dan sensitif terhadap isu-isu lingkungan.

Perbedaan Reaksi terhadap Isu Lingkungan di Jerman dan Indonesia
Saya ingat, ada salah satu pelajar pertukaran dari Indonesia, yang baru datang ke Jerman. Pelajar Indonesia ini memiliki kesan, bahwa kepedulian orang Jerman terhadap lingkungan dan iklim seperti kefanatikan beragama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun