Mohon tunggu...
ACJP Cahayahati
ACJP Cahayahati Mohon Tunggu... Insinyur - Life traveler

tukang nonton film, betah nulis dan baca, suka sejarah, senang jalan-jalan, hobi jepret, cinta lingkungan, pegiat konservasi energi dan sayang keluarga

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kota Terkecil Dunia Ada di Kroasia

5 Januari 2017   15:20 Diperbarui: 5 Januari 2017   16:43 1519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benteng kota Hum (dok pribadi)

Kroasia

Kroasia adalah negara pecahan dari Yugoslavia. Kroasia baru mengumumkan kemerdekaannya pada 8 Oktober 1991. Luasnya tidak lebih dari setengah Pulau Jawa. Jumlah penduduknya malah hanya 4,2 juta jiwa saja, kurang lebih sebanyak 3 kali penduduk Kota Tangerang Selatan. Jumlah penduduk DKI Jakarta saja jauh lebih banyak daripada penduduk negara Kroasia ini. Bisa dibayangkan kan lengangnya jalan-jalan di Kroasia ini bila tidak ada atau sedikit turis seperti pada musim dingin.

Kroasia mendapat julukan juga negara kepulauan karena jumlah pulaunya ada 1.246 pulau, di mana hanya 47 pulau saja yang berpenghuni. Kroasia memiliki pantai sepanjang 6176 km. Di samping laut, Kroasia juga memiliki banyak hutan dan gunung. Tak heran, Cristian putra dari pemilik apartemen, yang kami sewa di Kroasia sangat membanggakan kondisi geografi Kroasia ini. "Kami memiliki semuanya, laut, hutan dan gunung... Selain itu, penduduk Kroasia mungkin hidupnya tidak semewah di Jerman, tapi hidup kami cukup. Setiap dari kami memiliki tempat tinggal. Lokasi kami tidak jauh dari Eropa Tengah. Selain itu, karena kami hidup berkecukupan dan kami penduduk damai, kami tidak perlu takut dengan terorisme seperti banyak terjadi di Eropa Tengah, Turki atau Timur Tengah," jelas Cristian dengan penuh semangat.

Ah... memang ruwet bila bicara mengenai terorisme ini. Saya kira penduduk Indonesia juga pada dasarnya masyarakat yang damai dan tidak banyak menuntut. Tapi bila satu saja memprovokasi apalagi atas nama agama, makin sulit membandingkannya dengan masyarakat Kroasia, yang juga damai dan ramah. Yang pasti, Kroasia yang kami kunjungi dua minggu y.l. ini sangat indah dan memang tenang karena pada musim dingin turis yang datang tidak banyak serta dibandingkan negara-negara Schengen masyarakatnya lebih murah senyum dan biaya akomodasi, bensin serta makan lebih murah. 

Mata uang Kroasia namanya Hvrastka Kuna, 1 Euro hampir senilai 7,5 Kuna. Waktu saya menukar Euro dengan Kuna, saya pikir ada kesalahan karena di atas mata uangnya tidak saya temukan Kroasia, eh ternyata, orang Kroasia menamakan negaranya Hvrastka. Kroasia memang belum masuk Schengen, tapi bagi pemilik visa Schengen atau yang tinggal di Jerman seperti kami, tidak masalah untuk masuk ke Kroasia. Memang sih saat pemeriksaan paspor dibutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan paspor Jerman, tapi tidak masalah, tidak perlu isi formulir dan tidak perlu turun dari mobill sama sekali. Pemeriksaan paspor diperiksa di perbatasan, seperti bila kita mau bayar tol, sangat praktis dan lancar.

Apa yang menarik dari Kroasia? Wah... banyak sekali. Daerah pantai Kroasia terbagi dalam 3 region, Istria, Hvratsko Primorje, dan Dalmatia. Kami memutuskan untuk mengeksplorasi Istria dulu, yang terletak di Barat Kroasia dan menginap di Opatija, di pucuk Laut Adria. Opatija memiliki promenade yang panjang hampir 12 km. Menyusuri promenade ini, sangat menyenangkan... ups... tapi yang saya mau tulis di sini adalah kunjungan ke kota terkecil dunia Hum, di Utara Tengah Istria.

Berangkat dari Opatija, di bibir Laut Adria, kami hanya membutuhkan waktu kurang lebih satu jam-an saja untuk sampai ke Hum. Menuju ke Hum ini, sistem navigasi kami menunjukkan jalan melalui lembah yang boleh dikatakan sepi penghuni. Hanya satu dua rumah tua kami lewati. Jalannya pun hanya muat untuk satu kendaraan, untungnya tidak ada kendaraan datang dari lawan arah sehingga kami melaju tanpa hambatan. Jalannya cukup baik dan tidak berlubang, hanya karena suasana sepi ini membuat kami khawatir dan ragu. 

Tapi setelah tanjakan dan kelokan pelang Kota Hum pun akhirnya terlihat. Di depan gerbang kotanya, terhampar dua lapangan parkir yang luas. Ketika kami tiba di sana, kamilah satu-satunya mobil pengunjung. Ternyata kota sangat mini ini, yang luasnya hanya 100 x 35 m, bahkan lebih kecil dari luas lapangan bola (90-120 m x 45-90 m), bila musim panas didatangi per harinya oleh kurang lebih 500-an turis. Ah... karena itu tempat parkir yang luas.

Hum

Pintu gerbang kota Hum (dok pribadi)
Pintu gerbang kota Hum (dok pribadi)
Hum ini letaknya terpencil, karena itu sejak Abad Pertengahan sudah menjadi kota mandiri, bahkan pusat dari huruf Glagoliza. Huruf Glagoliza ini adalah huruf mirip alfabet, yang banyak digunakan di negara-negara Eropa Timur. Huruf Glagoliza ini digunakan mulai abad ke-9 bahkan sampai abad ke-19 masih digunakan di Hum. Melewati pintu gerbang utamanya, kita bisa saksikan pengumuman dan pelang berhuruf Glagoliza.

Sejarah kotanya sendiri konon sejak awal abad Masehi sudah ada kehidupan di puncak bukit ini, namun keberadaan kota Hum sendiri baru tercatat tahun 1102 dengan nama Castrum Cholm. Keistimewaan Kota Hum ini, wajah dan denah kota tidak pernah berubah sejak abad ke-11. Mengelilingi kotanya memang seperti dilempar ke Abad Pertengahan, di mana jalan-jalan belum beraspal dan tidak rata karena terbuat dari bebatuan, rumah-rumah berdinding batu dan dengan jendela yang tidak besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun