Mohon tunggu...
Kristo Ukat
Kristo Ukat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Dosen di STP St. Petrus Keuskupan Atambua-Kefamenanu-Timor-Nusa Tenggara Timur

Menulis, Membaca, Fotografi, Bertualang

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Rekreasi ke Benteng Lapis Tujuh

31 Januari 2022   09:40 Diperbarui: 31 Januari 2022   10:39 1348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rombongan mendapat arahan dari Ketua STP sebelum memasuki kawasan Benteng Tujuh Lapis di kawasan Gunung Lakaan. (Dokpri)

Panitia wisuda yang terdiri dari dosen, tenaga pendidik dan mahasiswa STP  Santo Petrus Keuskupan Atambua mengadakan rekreasi bersama ke Benteng Lapis Tujuh di kawasan padang hijau Fulan Fehan dekat Gunung Lakaan-Kabupaten Belu. 

Rekreasi bersama ini melibatkan beberapa anggota keluarga dari wilayah ini agar dapat menjadi guide bagi para mahasiswa. Peristiwa ini berlangsung pada hari Sabtu (29/01/2022).

Rombongan mulai berjalan melewati hutan menuju lokasi Benteng lapis Tujuh.
Rombongan mulai berjalan melewati hutan menuju lokasi Benteng lapis Tujuh.
Lembaga menyiapkan empat bus travel dan 1 Pic up untuk mengangkut anggota panitia. Sebelum berangkat seluruh anggota panitia mendapat arahan dari Ketua STP, Dr Theodorus Asa Siri, Pr di depan pelataran kampus. Kepada seluruh anggota panitia yang hendak mengadakan rekreasi bersama, beliau mengatakan, "Selamat menikmati pemandangan di puncak Fulan Fehan".

Panitia dari pihak mahasiswa berjumlah berjumlah 123 orang yang terdiri dari mahasiswa Semester ll, lV dan VI. Jumlah ini belum termasuk dosen dan tenaga pendidik. 

Meriam, hasil peninggalan penjajah yang kini berada di Benteng Lapis Tujuh. (Dokpri)
Meriam, hasil peninggalan penjajah yang kini berada di Benteng Lapis Tujuh. (Dokpri)
Rombongan menikmati perjalanan dengan sangat gembira hingga pada tempat tujuan. Pemandangan alam yang indah didukung dengan hamparan padang hijau yang luas membentang semakin memanjakan mata setiap penikmat termasuk rombongan wisata ini. 

Selain berpose dengan beragam gaya, peserta diajak rombongan diajak juga untuk belajar tentang sejarah dari wilayah indah ini termasuk Benteng Lapis Tujuh oleh Ketua STP Dr Theodorus Asa Siri, S.Ag yang merupakan putra asli dari wilayah ini. 

Lingkaran ini sebagai tempat merayakan kemenangan saat perang sekaligus menjadi tempat pemenggalan kepala manusia yang menjadi korban. (Dokpri)
Lingkaran ini sebagai tempat merayakan kemenangan saat perang sekaligus menjadi tempat pemenggalan kepala manusia yang menjadi korban. (Dokpri)
Rombongan diajak menuju Benteng Lapis Tujuh. Sebelum memasuki area benteng, dilakukan doa permohonan atau ijin kepada para leluhur oleh salah satu anggota keluarga sekaligus menjadi guide yakni Agus Koli Mali, yang merupakan tokoh adat dari wilayah ini. 

Setelah itu, beliau menceritakan sejarah benteng tersebut dengan menggunakan bahasa Marae (Bahasa asli wilayah ini) yang diterjemahkan oleh Dr Theodorus Asa Siri, S.Ag kepada rombongan.

 Dikisahkan, sebelum  Belanda dan Portugis datang ke Indonesia, benteng ini sudah dibangun lebih dahulu oleh dua orang kakak-beradik yang bernama Bei Koi dan Bei Mali. 

Kuburan raja dan permaisuri. (Dokpri)
Kuburan raja dan permaisuri. (Dokpri)
Benteng ini merupakan warisan dari Kerajaan Dirun. Mereka mengambil orang dari tempat lain untuk jadi raja pertama di tempat ini. Ini adalah kampung pertama di mana saat peperangan mereka berlindung di sini untuk bertahan sekaligus siap menyerang musuh yang datang dari Timur. 

Agus Koli Mali (jaket hijau, membelakangi kamera) sebagai guide, sedang menjelaskan kepada rombongan wisata, tentang Benteng Tujuh Lapis. (Dokpri)
Agus Koli Mali (jaket hijau, membelakangi kamera) sebagai guide, sedang menjelaskan kepada rombongan wisata, tentang Benteng Tujuh Lapis. (Dokpri)
Karena tempat ini dianggap memiliki kekuatan magis dan angker dan berada di tempat tinggi dan strategis maka didirikan Benteng Lapis Tujuh untuk memandang ke arah Timur memandang bangsa Portugis yang saat itu menguasai wilayah Timor Leste dan ke arah Barat untuk memantau bangsa Belanda yang sedang menjajah  wilayah Timor Barat yang termasuk wilayah Indonesia. Pada tahun 1700-an, saat Belanda tiba, benteng ini sudah dibangun. Ini hanya sebagai warisan. Di dalamnya ada meriam, peninggalan Belanda dan Portugis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun