Berdiri memaki terik melawan ego
Memaksa mentari sebagai payung
Menunggu sejuk membunuh pagi
Aku terlena dalam suara manismu
Merasukku dengan kata indahmu
Sampai aku lupa akan siapa aku bagimu dan kamu bagiku
Rumahmu begitu indah memaparkan kejayaan kaum tertindas
Mereka tertatih tatih memikul beban dan kau malah asik menikmati sejuknya angin bertabur teknologi
Argghh.......
Susahnya mengajakmu bersapa bertanya jawab sembari menikmati seruputan kopi racikan kaum kaum yang kau sayat karyanya demi utuhnya perut dan isimu
Heiii kau....!!!!
Sadarlah akan mereka yang berjuang menanti harap atas janji yang bukan hanya sekedar angin
Datang dan berlalu pergi
Mereka yang dengan sigapnya menutup diri demi harap banyak jiwa yang merana semgsara
Kau mungkin tertawa dirumahmu yang elit penuh sejuk damaimu sendiri
Tapi kau lupa barisan pejuang menabrak terik menolak lupa demi menolak ego penguasa
Manamai diri mereka anak jalanan lalu berlari menggapai pengeras suara lalu berteriak mencaci kebohongan yang terjadi
Menjadikan mentari sebagai naungan berteriak mengepal tangan kiri mencumbui terik
Panas tak terhiraukan demi suara hati banyak kasih
Keringat menjadi air mandi tak berpoleskan sabun
Lantas dimanakah pekamu wahai penguasa
Kau biarkan mereka diluar sana tanpa rasa iba dinaunganmu yang penuh dengan   hasil dari penolakan mereka
Punyakah dirimu hati nurani
Masihkah ada toleransi dijiwamu
Pernakah kau berpikir mencintai ketulusan perjuangan mereka
Semua itu hanyalah mimpiku yang penuh hayalan tinggi
Arghhhh......
Aku terlalu berharap akan perubahan derajat waktu yang semestinya tak terjadi
Kupang 14 maret 2020