Mohon tunggu...
Kristogonus Tadeus
Kristogonus Tadeus Mohon Tunggu... Guru - mencitai kebijkasanaan

kristo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Pergilah Mama, Hari Ini Orang Butuh Kita, Mungkin Besok Kita Butuh Orang"

17 November 2020   12:05 Diperbarui: 1 Agustus 2023   11:53 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mamaku bukanlah seorang bidan, profesi medis yang secara khusus membidangi wanita yang mengandung dan bersalin. Ijazah terakhir mamaku adalah SD dan sempat menjejakan kaki di bangku SMP. Namun karena kondisi eknomi saat itu, pendidikan SMP hanya sampai kelas II, atau sekarang kelas VIII.

Herannya, warga di kampungku bahkan desaku pun, lebih mempercayakan mama dalam membantu proses persalinan. Ada klinik atau puskemas terdekat di sekitar kampungku. Hanya saja memang, di era 90 an, belum banyak klinik dan tenaga kesehatan.  Apakah karena kurang tenaga medis maka warga kampung memohon bantuan mamaku untuk urusan persalinan? Saya tidak berani menjawab ya atau tidak.  

Karena pada kenyataan, warga kampungku mengaku lebih mempercayakan persalinannnya kepada mamaku ketimbang bidan desa. Seingatku, ratusan nyawa bayi yang ditangani mama saya, 95 persennya sehat dan selamat. Dukun beranak bertangan dingin, begitulah orang-orang dikampung menggelari mama.

Di sini saya tidak bermaksud mengunggah kepiwaian mama saya dalam urusan persalinan. Saya juga tidak berniat mempopulerkan kehebatan mama. Toh, jasa mama tidak pernah dibayarkan dengan uang. Bapakku juga melarang mama untuk tidak menerima uang. Biasanya balasannya dalam bentuk sembako yang berasal dari dorongan dan gerakan hati masing-masing. Tidak jarang, ucapan terima kasih berlimpah. Apa pun bentuknya, semuanya harus disyukuri. Begitulah pesan bapak kepada mama juga kami anak anaknya.

Ungkapan syukur inilah yang menggerakan jemariku menuliskan kisah ini. Saya dan kami sekeluarga mensyukuri kebaikan Tuhan yang mempercayakan mama sebagai alatNya untuk membantu dan menolong sesama. 

Ungkapan syukurku ini saya bingkai dalam sebuah kisah sederhana yang pesannya membekas dalam ingatanku hingga kini. Persisnya kapan, saya tak ingat lagi. 

Kira-kira saya kelas V SD, berarti sekitar tahun 1991. Malam itu, mama tiba di rumah sekitar pukul 20.00 setalah hampir tiga hari berkelana membantu persalinan di desaku. 

Rona lelah tergambar jelas dari wajah mama. "mama jangan mandi air dingin ya" kata bapa dengan raut wajah simpatik kepada belahan hidupnya itu. "eh masakan air mandian mama tu nak", perintah bapak kepada kami anaknya. "nanti mama, cukup dilap pakai handuk ya, jangan mandi. Kurang baik untuk kesehatan kalau mama mandI", pesan bapak. Tak ada sanggahan, mama menuruti pesan bapak, membasuh tubuh lalu makan dan membaringkan raganya yang telah lelah.

Kala itu, belum ada listrik di daerahku. Tentu tak ada hiburan malam yang bisa dinikmati. ada juga warga yang memiliki genset dan TV, tapi jaraknya cukup jauh. Sejak magrib hingga pagi hari, hanyalah kegelapan plus kesepian yang membungkus kehidupan malam di daerah kami masa itu. Kecuali ada hajatan, jam sembilan malam kami sekeluarga dan warga sekitar sudah menuju tempatt peraduannya. 

Sekitar pukul 00.00, longlongan anjing di depan rumah saling bersahutan, pertanda ada tamu. Tak lama kemudian, terdengar suara, "ibu, ibu" dari depan rumah. Sangat jarang orang bertamu jam segitu di rumah kami. Rasa penasaran ikut membangunkan saya malam itu. Mama yang terbaring pulas ikut terjaga bersama bapak menyambut tamu.

Kebersamaan antara bapak dan mamaku menjadi memori indah yang selalu kukenang. Cinta, perhatian, kesetiaan antara mereka mengalir secara alami. Tanpa ada komunikasi verbal, mereka sudah saling tahu kebutuhan pasangannya. Seingatku, tak ada kesepakatan apalagi tuntutan dalam relasi suami-istri. Tapi anehnya, cinta dan perhatian di antara mereka hadir pada saat dan situasi yang tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun