Wacana kembali munculnya Penjurusan SMA mengejutkan banyak pihak, khususnya kalangan yang sudah merasakan manfaat dari penerapan Kurikulum Merdeka, yang mana anak dilayani sesuai kebutuhan belajarnya, bukan pertama-tama ditentukan oleh pihak lain. Penerapan beberapa tahun terakhir ini memang belum terlalu terasa karena hilangnya penjurusan di SMA baru beberapa tahun, artinya jika harus dilihat hasilnya sekarang belumlah menjadi ukuran apakah berhasil atau tidak.Â
Faktanya bahwa kembalinya Penjurusan di SMA hanya akan memaksa siswa untuk menguasai mata pelajaran yang tidak dibutuhkannya. Misalnya saja, penjurusan IPA: Fisika, Biologi, dan Kimia. Bagi siswa yang merencanakan masa depannya menjadi dokter, mapel Fisika tidak sangat dibutuhkan, demikianpun yang mau jadi arsitek, mapel biologi tidak terlalu memengaruhi pilihannya. Yang terjadi adalah siswa terbebani dengan mapel yang banyak yang seharusnya tidak perlu diambil.
Risiko kembalinya Penjurusan ini tentu berpengaruh langsung pada terhambatnya penyaluran minat dan rencana siswa ke depan. Mereka harus menguasai bidang yang tidak mereka butuhkan ke depan, ditambah lagi mapel lain yang begitu banyak harus dikuasai. Bukannya tujuan untuk mendalami ilmunya, malah diarahkan untuk menguasai banyak hal secara dangkal dan tidak produktif.
Sudah seharusnya pendidikan sekarang terarah pada pendalaman bidang yang mau dikuasai sehingga siswa memiliki ilmu yang cukup dalam dan luas, dan terampil dalam menerapkan ilmunya kelak. Suatu saat akan muncul para ilmuwan, inovator, kreator yang bisa memajukan bangsa dan berpengaruh di dunia. Semakin terkonsentrasi pada bidang yang hendak digeluti sejak dini akan melahirkan generasi yang mahir pada bidangnya masing-masing, dan bukan tidak mungkin melahirkan para ilmuwan yang membanggakan bangsa kelak. Sebaliknya, Â menguasai ilmu yang tidak dibutuhkan secara langsung untuk perencaaan hidup ke depan akan berakibat pada lulusan yang kurang produktif sesuai dengan bidangnya dan mereka harus belajar dari NOL ketika masuk pada jenjang selanjutnya.Â
Sebuah pertanyaan reflektif bagi para pemangku kepentingan pendidikan "Apakah pengelolaan pendidikan ini benar-benar untuk memajukan bangsa atau memajukan kepentingan pribadi/golongan?" Â Jika memajukan bangsa, seharusnya apa yang sudah dimulai saat ini dilanjutkan dengan tetap mengevaluasi secara obyektif dan transparan, sehingga dunia pendidikan di Indonesia berkesinambungan dan menuju pada pendidikan yang diharapkan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI