Mahasiswa sebagai manusia muda, cerdas, dan mereka membela atas nama rakyat Indonesia, tidak kepada satu kaum saja perlu diberi apresiasi.
Namun sangat disayangkan, aksi ini ternyata telah dirusak dan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu sebagai bentuk propaganda yang mereka ingin jadikan agar tujuan mereka dapat tercapai.Â
Aksi yang bermula pada 24 September 2019 adalah aksi tolak RUU kemudian malamnya hingga hari ini  telah tersebar usaha ingin menurunkan Presiden.Â
Statement membela kepentingan rakyat berubah total, diputar menjadi sebuah usaha untuk Presiden mundur dan usaha menggagalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presdien pada 20 Oktober 2019.
Selain itu, sorotan kembali kepada POLRI sebagai institusi yang melindungi rakyat harus menjadi korban media. Pemukulan dan aksi kekerasan yang telah dilakukan oleh anggota kepolisian begitu marak diangkat di media sosial.Â
Polisi dinilai melanggar HAM dan melakukan hal semena-mena. Hingga begitu ironisnya, sebuah video memperlihatkan murid-murid STM berani melawan anggota kepolisian, hingga melakukan persekusi kepada polisi. Hal ini ditenggarai karena polisi menjaga gedung dan fasilitas publik dianggap menghalangi aksi protes tersebut.
Video-video HOAX kembali tersebar ke masyarakat luas, seperti video di atas, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan agar rakyat sipil boleh ditembak, ternyata video tersebut telah diedit dan dipotong durasinya agar pernyataan "masyarakat boleh di tembak" didengar masyarakat dan menjadi kegaduhan.Â
Padahal Jenderal Tito Karnavian jelas mengatakan, "Kalau di lapangan, tiba-tiba ada orang bawa parang mau bunuh masyarakat, boleh ngga ditembak?". Jawab seorang anggota polisi "Siap, boleh Jenderal!"
Berikut video aslinya tanpa diedit,
Aksi ini dimanfaatkan juga oleh oknum untuk menurunkan Presiden Joko Widodo sebagai Presiden dan membatalkan pelantikan Presiden Joko Widodo sebagai Presiden terpilih. Aksi ini ternyata disorot dan terpampang di media-media sosial sembari WA hoax juga tersebar agar kemarahan massa terus meningkat.