Gemes liat drama-drama politik akhir-akhir ini. Seninya tak terendus akal. Semakin ke sini, terasa semakin ke sana. Di ruang politik saat ini, semuanya bisa dan dimungkinkan. Yang penting siap, bim salabim jadi. Sulap politik menjadi tontonan sekaligus nasihat tuk masa depan perpolitikan kita. Â
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) adalah partai yang diasosiasikan dengan anak muda. Sejak berdiri pada 16 November 2014, PSI masih belum mampu menembus pintu Senayan.Â
Kecilnya peluang PSI menginjakkan kaki ke Senayan, tentu membuat arah kekuatan politik PSI masih terlihat mengambang.Â
Pada peta politik menuju Pilpres 2024, PSI bahkan masih ambigu untuk menentukkan dukungannya. Sejak Kopi Darat Nasional (Kopdar) PSI 22 Agustus 2023, suara PSI terpecah-belah.
Sebagian mendukung bacapres Ganjar Pranowo dan sebagiannya lagi mendukung bacapres Prabowo Subianto. Sikap politik PSI ini tentu memperlihatkan watak anak muda yang masih labil.
Labil dalam berpolitik memang hal lumrah. Tak hanya di tubuh PSI, di partai-partai lain misalkan, watak labil para ketua umum (ketum) partai masih terlihat jejaknya. Labil dalam berpolitik tentunya memberikan satu pendalaman bahwa politik itu seperti senda gurau semata. PSI juga termasuk partai yang cukup labil.Â
Kisah masuknya Kaesang Pangarep, Putra Bungsu Presiden Joko Widodo ke dalam barisan PSI menunjukkan labilnya komitmen politik PSI.Â
Persis ketika Kaesang secara resmi diterima di PSI, beragam reaksi pun beradu. Ada yang menyambut baik Kaesang dan adapula pula yang memberi komentar ngeledek.
Meski dihantui beragam isu yang mencibir, PSI dan Kaesang tetap berjalan maju. Masuknya Kaesang bak kado mahal di rumah PSI. Kader-kader baru PSI sebelumnya tak pernah dipinang semeriah Kaesang.Â