Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tentang Jalan yang Pernah Dilalui

3 Agustus 2022   16:39 Diperbarui: 3 Agustus 2022   16:42 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jalan. Sumber: https://rodanesia.com/.

Jalan itu tak terlalu terjal. Pertama kali aku menjajakkan kaki di situ, aku mencurigai sesuatu yang tak biasanya. Aku tau, jalan ini pernah dilalui sebelumnya. Aku bertanya pada warga di sekitar jalan itu. Mereka semua membual. "Belum pernah dilalui," kata salah seorang warga.

Kenapa sudah pernah menurutku? Aku merasa ada sesuatu yang mengganjal di sana. Bekasnya terlihat. Tak ada yang menunjukkan kalau jalannya memang belum pernah dilalui. Bebatuannya mulai keluar area jalan. Beberapa tumbuhan liar pun kelihatan baru saja dicabut atau pernah dilalui sesuatu.

"Sama sekali belum pernah!" kata Bu Siska. Bu Siska salah seorang warga yang tinggal dekat jalan ini sekaligus pemilik lahan meyakinkanku soal pernah tidaknya jalan ini dilalui. Aku mengangguk sembari mendekatkan rasa percaya ke nurani. "Hanya Tuhan yang tahu kejujuran mereka!" kataku sambil melempar kerikil ke arah jalan itu.

Aku memilih jalan ini sebetulnya bukan karena sebuah kebetulan. Aku memilih, menimbang, sekaligus membuat observasi kecil-kecilan terkait kebenaran nilai yang mengapitinya. Aku memilih bukan karena orang lain sudah pernah atau lebih dahulu memilihnya. Aku memilih karena jalan ini memang "pure." Aku sempat menduga-duga, tapi itu justru mengurangi semangatku 'tuk melangkah. Menurutku jalan ini benar-benar "pure."

Di tengah perjalanan, aku sempat menarik nafas agar tak terburu-buru. Aku selalu mengatur langkah untuk menemukan secara pasti arti dan makna sebuah perjalanan. Aku berjalan, menemani, dan berujung pada aktivitas menyembah. Kerikil-kerikil kecil yang tajam kadangkala membuatku sedikit menjerit. Tak terlalu sakit, tetapi menusuk untuk konteks tertentu.

Suatu ketika aku berhenti. Aku berhenti persis di persimpangan jalan. Aku lama merenung. Niatku tuk berjalan lurus biar aku tak tersesat dihantui banyak pikiran. Aku memilih berhenti sejenak. Pikiran berkecamuk. Hati semakin tak menyentuh nalar. Beberapa binatang liar lari bak dikejar mangsa. Aku tau, aku masih di lintasan.

Di sisi kiri jalan, ada tulisan "Hati-hati, banyak cobaan!" Aku selalu diingatkan agar berpegang kuat. Semakin diingatkan, semakin niat dan rasa ingin tahuku melebar. Aku tahu, semua akan baik-baik saja. Itu semboyan optimisme dan perjuangan. Jika aku berhenti, berarti aku takut. Aku harus berani keluar dan bilang sama mereka tentang hal yang sebenarnya.

Aku kemudian meneruskan perjalanan. Meski orang-orang berteriak kalau jalannya belum pernah dilalui, akan tetapi aku tetap berjuang. Aku berjalan dengan kedua mata mengapiti ujung hidung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun