Mohon tunggu...
Kristianto Naku
Kristianto Naku Mohon Tunggu... Penulis - Analis

Mencurigai kemapanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Pahlawan Macam Apa? Refleksi Peringatan Hari Pahlawan

10 November 2021   21:22 Diperbarui: 10 November 2021   21:46 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjuangan memang tidak pernah berhenti dalam sejarah. Sejauh sejarah, perjuangan justru mendapat celah untuk dimonumekan. Ketika sejarah seringkali ditulis oleh mereka yang menang, para pahlawan kita pun ikut menulis sejarah yang diperjuangkan.

Kenapa sejarah diperjuangkan? Bung Karno pernah berucap "Jangan sekali-sekali melupakan sejarah!" (Jasmerah). Di zaman sekarang, kita menikmati sejarah. Kita dibesarkan sejarah. Kita dimerdekakan karena sejarah. Dari palung sejarah, para pahlawan tanpa pahala memberi contoh bagaimana menjadi pemeran yang tangguh lagi cerdas bisa mempertahankan nasionalismenya.

Hari ini, 10 November 2021, kita menundukkan kepala, merenung, mengendapkan, memproklamasikan, sekaligus menyispkan doa bagi semua pahlawan bangsa yang telah gugur merebut pertiwi. Tanggung jawab mereka luar biasa. Misi mereka berhasil. Patriotisme mereka menang. Tapi apakah jasa-jasa mereka lekang dikenang?

10 November bukanlah sebuah akrobat peringatan semata dimana kita telah bebas-merdeka sebagai sebuah bangsa. Akan tetapi, di balik itu, jasa-jasa para pahlawan yang sudah dibenamkan ke dalam sanubari pertiwi seyogiyanya menjadi kekuatan bagi kita sebagai sebuah bangsa untuk kokoh, kekar, kuat, dan kekal menuju kesatuan.

Ketika para pahlawan -- mereka yang menumpahkan darah, semangat, tenaga, melepas keluarga, dan berupaya "menyehatkan" kehidupan bangsa -- membuat tekat, mereka tak jauh dari semangat yang sama, yakni selalu terarah pada persatuan dan kesatuan. Perjuangan mereka bukan untuk kepentingan pribadi agar laku dikenang atau rapat di angan-angan.

Mereka berjuang demi keluhuran martabat bangsa. Mereka berjuang demi kesehatan sebuah rumah tangga yang kelak dikenal dengan nama besar Indonesia. Mereka pun akhirnya berjuang demi cita-cita yang sama, yakni persatuan. Dari erangan para pahlawan yang menyumbat telinga para penjajah, bangsa ini ditarik menuju kesatuan. Tak ada yang pesimis.

Kita pun merengkuh buah dari kesetiaan dan rasa patriotisme para pejuang. Kita merasa nyaman karena tak lagi dijajah. Akan tetapi, bisakah kita menghormati semua bentuk perjuangan para pahlawan kita dengan ikut merekatkan kesatuan bangsa?

Kita mengenang, tapi kita kadang dikekang kemauan dan ego pribadi. Kita memperingati, tapi kadang kita tak saling mengingat. Kita menyebut nama para pahlawan, tapi kadang kita malu dan takut untuk menjadi pahlawan. Kita pun lebih banyak ikut dalam barisan mengenang ketimbang memperlebar semangat perjuangan para pahlawan kita.

Ketika pandemi menyekap kita satu per satu, kita berlari ke para petugas medis. Kita menyematkan label untuk para petugas medis sebagai pahlawan, tapi kita sendiri enggan terlibat di dalamnya. Kita kadang lupa solider, kadang membuka masker, dan seringkali acuh tak acuh terhadap kebijakan para pahlawan di masa pandemi.

Pertanyaannya untuk kita sebagai konselebran peringatan Hari Pahlawan adalah aku ini pahlawan macam apa? Apa yang sudah saya buat, setidaknya selama masa pandemi sebagai bentuk "raungan kepahlawanan" masa kini?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun